Usai sudah segala spekulasi yang berkembang mengenai film apa yang kelak akan dijagokan untuk mewakili Indonesia di ajang Oscar 2020. Kucumbu Tubuh Indahku atau Memories of My Body pada akhirnya dengan mantap terpilih untuk mewakili Indonesia di ajang Oscar 2020 kelak.
Adalah 3 film dari total 99 film Indonesia yang telah rilis sejak Oktober 2018, yang kemudian terpilih setelah sebelumnya 'bertarung' untuk memperebutkan tiket yang dipercaya akan mengharumkan nama Indonesia di kancah industri film internasional. Film-film tersebut adalah Kucumbu Tubuh Indahku, Ave Maryam, dan 27 Steps of May.
Dikutip dari laman Tribunnews, sebelum Kucumbu Tubuh Indahku diumumkan sebagai wakil Indonesia, terpilihnya 3 kandidat sebelumnya diakui oleh Benny Benke, salah satu anggota komite Oscar, seturut dengan tema universal mengenai kesetaraan yang saat ini menjadi menu utama dunia.Â
Sedangkan film Bumi Manusia yang sejatinya sempat masuk ke dalam 4 besar, harus gugur karena pertimbangan sisi produksi dan beban sejarah tentang kolonialisme yang cukup berat.
Meskipun baru sekadar masuk ke babak entry level, namun Kucumbu Tubuh Indahku bolehlah sedikit memberi harapan (lagi) bagi kita yang rindu melihat film produksi negara sendiri tembus ke malam penganugerahan Oscar yang begitu gegap gempita.Â
Maklum saja, dari total 20 film Indonesia yang pernah terpilih untuk bisa masuk ke dalam nominasi Oscar, tak satupun yang pada akhirnya bisa lolos.
Semua film-film kiriman Indonesia, terhenti di babak entry yang mana di babak tersebut menjadi babak terberat karena film-film dari berbagai negara di seluruh dunia (bisa mencapai 60 film) dipertandingkan kembali untuk mencapai posisi 9 besar.Â
Sebelum pada akhirnya divoting kembali untuk mendapatkan posisi 5 besar dan tentu saja ikut serta dalam malam puncak penganugerahan Academy Awards.
Tentang Peluang Masuk Nominasi
Dikutip dari data pada laman twitter @bicaraboxoffice, 2 film saingan Kucumbu sebelumnya sejatinya memiliki angka penonton yang jauh lebih baik. Sebanyak 79.478 penonton berhasil dicatatkan Ave Maryam dari total sebulan penayangannya.Â
Sementara Kucumbu Tubuh Indahku 'hanya' berhasil mencatatkan angka 23.169 penonton. Untuk kemudian 27 Steps of May melengkapinya di angka 57.146 penonton.
Hasil ketiga film tersebut sejatinya sudah menggambarkan perolehan khas film arthouse pada umumnya. Yaitu jumlah penonton yang sedikit dikarenakan segmentasi penonton film itu sendiri dan jumlah layar penayangannya yang sangat terbatas.Â
Namun total tersebut tetap kalah dari Marlina yang mampu meraup sekitar 100 ribu lebih penonton untuk masa tayang yang lebih pendek dan jumlah layar yang juga lebih sedikit.
Dengan jumlah seperti itu, tentu saja Ave Maryam merupakan film terpopuler di antara ketiganya. Namun tentu saja hasil perolehan penonton tersebut bukan menjadi faktor utama karena pada akhirnya Ave Maryam tak dipilih oleh komite Oscar Indonesia untuk mewakili Indonesia.
![3 Besar Kandidat Perwakilan Oscar (grid.id)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/09/17/275938462-5d80b0c30d82301dbb263854.jpg?t=o&v=770)
Kucumbu Tubuh Indahku dengan pesan tentang kesetaraan gender dan usaha menerima diri sendiri. Sedangkan 27 Steps of May tentang woman empowerement melalui gambaran perjuangan wanita untuk lepas dari kelamnya trauma masa lalu.
Sementara Ave Maryam walaupun tak kalah artistik dan berisi, namun ada beberapa detail keagamaan yang nampak kurang akurat. Sehingga dikhawatirkan hal ini akan menjadi bumerang kala dipertandingkan dengan berbagai film internasional lainnya. Juga pesan yang disampaikan tak sekuat 2 film tandingannya.
Maka pemilihan Kucumbu Tubuh Indahku penulis rasa sudah cukup tepat, mengingat pesan terkait LGBT memang menjadi pesan yang paling seksi untuk diangkat ke dalam festival film dunia. Selain juga unsur tradisional dan budaya Indonesia melalui adegan tari dan monolog kelas dunia, turut disematkan di tengah-tengahnya.Â
Kucumbu Tubuh Indahku bisa dibilang mampu merepresentasikan kekayaan budaya sekaligus sisi kelam Indonesia di saat bersamaan dan melebur menjadi satu dalam sajian visual yang memanjakan mata.
![Pain and Glory asal Spanyol | variety.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/09/17/images-2019-09-17t171256-075-5d80b284097f3603da021972.jpeg?t=o&v=770)
Film-film dari berbagai belahan dunia lainnya semisal Joy (Austria), Pain & Glory (Spanyol), The Moneychanger (Uruguay) dan Instinct (Belanda), bahkan sudah lebih dulu diikutsertakan ke dalam berbagai festival film bergengsi semisal Locarno International Film Festival, Toronto International Film Festival, Venice Film Festival dan Cannes Film Festival.
Bahkan untuk region Asia pun, Indonesia akan berhadapan dengan beberapa film yang tak kalah raksasa. Yaitu Parasite (Korea), yang sebelumnya telah memenangkan Palme d'Or di ajang Cannes Film Festival sekaligus menjadi salah satu film terlaris di Korea Selatan dan film animasi Weathering With You (Jepang) yang mendapatkan berbagai kritik positif mengenai pesan universal yang dibawanya.
![Salah satu adegan dalam film Parasite (polygon.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/09/17/images-2019-09-17t171226-226-5d80b1e00d823061764ae4b2.jpeg?t=o&v=770)
Bahkan film seperti Parasite telah membuktikan bahwa film dengan tema berat sekalipun mampu dituturkan secara ringan yang berujung pada hasil box office yang juga sangat luar biasa. Sehingga kalau boleh jujur, nampaknya Parasite yang akan menjadi saingan berat bukan hanya dari Indonesia namun juga seluruh dunia.
Untuk itulah, diatas kertas memang Kucumbu Tubuh Indahku lah yang paling layak untuk dipilih mewakili Indonesia dan menjadi penantang diantara berbagai film berkualitas lainnya.Â
Karena selain nama Garin Nugroho yang film-filmnya langganan masuk festival internasional, film ini pun sudah sedikit terbantu publisitasnya berkat nominasi yang didapatkannya di ajang Venice Film Festival 2018 dalam memperebutkan trophy Queer Lion, yang mana merupakan kategori khusus film-film bertema LGBT.
![Garin Nugroho, sineas di balik film Kucumbu Tubuh Indahku |beritasatu.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/09/17/1556236834-5d80b1f90d82306b7e6a59c2.jpg?t=o&v=770)
Maka ketika film ini seharusnya mendapat dukungan penuh dari masyarakat, maka tentulah akan ada pro kontra terkait hal ini. Di satu sisi film ini harus didukung, namun di sisi lain tema LGBT yang dibawanya memang sedang diperangi oleh beberapa pihak di negara ini.
Namun prediksi penulis, penolakan ini hanya akan menjadi riak-riak kecil yang kemudian bisa tertutup oleh dukungan penuh para pecinta film nasional yang rindu melihat karya anak bangsa benar-benar berkibar di panggung Oscar 2020 kelak.
Yang Penting Dananya
![Piala Oscar |Kompas.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/09/17/images-2019-09-17t170632-086-5d80b20f0d823064da0ac252.jpeg?t=o&v=770)
Penulis pribadi memang tidak mengetahui berapa besaran dana yang sebetulnya didapat untuk keperluan publisitas di luar Indonesia khususnya Amerika Serikat.
Namun informasi yang didapat dari berbagai sumber, kurangnya sokongan dana dari pemerintah maupun berbagai instansi terkait lah yang menyebabkan film-film nasional tak bisa berbicara banyak di ajang Oscar selama ini.
Karena biar bagaimanapun, sokongan danalah yang paling dibutuhkan agar kegiatan promosi film bisa lebih luwes dan masif. Karena tanpa hal tersebut, publisitas film nasional kita akan terhambat yang berujung pada 'tidak dikenalnya' film kita diantara para juri dan komite Oscar internasional.
![Film Gundala, karya Joko Anwar| Sumber: Screenplay Films](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/09/17/gundala-0hero-0-5d80b3aa097f366dd90a5d42.jpg?t=o&v=770)
Jadi bagaimana, sudah siapkah pemerintah dan berbagai instansi terkait mendukung film nasional di ajang Oscar melalui sokongan dana yang memadai? Karena tanpa hal tersebut, jangankan berbicara masuk 5 besar, 9 besar pun tak akan pernah bisa jika strategi dan dana yang dikeluarkan masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya
Penutup
Namun tentu saja gerakan ini harus dilakukan secara masif dan juga dimulai dari para pegiat media sosial yang memang memiliki banyak pengikut. Karena setidaknya hal tersebut bisa membantu meringankan beban publisitas yang mahal, namun di satu sisi juga tetap efektif.
Karena biar bagaimanapun, social media movement sendiri cenderung memiliki efek yang tak kalah masif karena bisa dibaca banyak orang di seluruh dunia. Tak terkecuali oleh para juri dan komite Oscar internasional bukan?
Tapi bukan berarti pemerintah dan berbagai instansi terkait lantas melonggarkan pedal gasnya ya. Dukungan terutama dana tentulah harus diutamakan jika ingin melihat Indonesia melangkah jauh di panggung Oscar.
![Trailer Film Kucumbu Tubuh Indahku. screenshot youtube/Fourcolours Films](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/09/17/0-5d80b147097f365d2c3c8682.jpg?t=o&v=770)
Tapi yang pasti penulis ucapkan selamat kepada Garin Nugroho atas terpilihnya film Kucumbu Tubuh Indahku untuk mewakili Indonesia di ajang Oscar. Ingat, jalan Juno masih panjang untuk bisa menikmati panggung Oscar sambil bermonolog ria di tengah-tengah tariannya.
Salam Kompasiana.
*Untuk tulisan saya terkait Marlina dan Oscar 2019 lalu bisa dibaca di sini;Â "Marlina" dan Jalan Panjang Menuju Panggung Oscar 2019
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI