Dengan kata lain, kita sebenarnya tahu kemalangan apa yang akan menimpa beberapa karakter tersebut, namun nyatanya kita tak pernah benar-benar tahu bahwa ternyata separah itu kemalangan yang lantas menimpa mereka.Â
Sehingga bukan hanya efek kejut yang muncul, namun juga rasa empati berpadu dengan brain freeze kala adegan malang tersebut muncul.
Bisa dibilang, Midsommar seperti menggabungkan pengalaman sinematik dari film-film horor psikologis semisal The Shining, Us, The Wicker Man bahkan The Village, yang berani mengeksploitasi teror di tengah suasana terang benderang sekalipun.
Sehingga setiap shoot yang diramu begitu detail, "nyeni", bahkan surealis tersebut tak hanya berhasil memuaskan pengalaman sinematik kita saja namun juga memunculkan pengalaman traumatik yang maksimal.
Pengalaman traumatik dimana berhasil membuat kita terdiam dan mencerna sejenak atas apa yang baru saja terjadi. Karena terkadang tragedi juga didatangkan Ari Aster beberapa saat setelah kita diberikan sajian adegan yang bisa menimbulkan tawa. Ya, tawa getir.
Xenofobia dan Satir Simbol Kekristenan
Midsummer misalnya, memang merupakan tradisi paganisme di beberapa daerah di Eropa yang kemudian digabungkan ke dalam perayaan umat Katolik yaitu hari Santo Yohanes Pembaptis.Â
Sedangkan adegan orang terjun dari tebing juga mengambil referensi legenda Nordik yang disebut attestupa, dimana dari kematian itu konon akan memunculkan kebahagiaan kekal bagi orang yang meninggal tersebut.
Tak hanya itu, film ini juga mengambil banyak referensi kekristenan semisal konsep Trinitas Suci ,korban darah (anak domba) pertama, bahkan soal kehidupan Kekristenan di era modern melalui salah satu penggambaran karakternya.Â