Masalahnya Midsommar tidak lagi bermain dalam pakem horor reguler semisal suasana gelap, scoring mencekam bahkan deretan jumpscare yang mampu membuat kita terperanjat dari kursi bioskop.Â
Lebih dari itu Midsommar membawa unsur horor ke dalam suasana desa asri nan terang benderang, dimana kelompok masyarakat kecil didalamnya kemudian berperan layaknya konduktor atas berbagai mimpi buruk yang muncul kemudian lewat tradisi aneh dan kaya akan simbol misterius.
Unsur menyeramkannya timbul dari mimik wajah masyarakat yang aneh dan rangkaian kegiatan sehari-hari yang juga nampak tak biasa. Bahkan minimnya kemunculan scoring mencekam sukses tergantikan oleh detail sound effect semisal bunyi rumput, derap langkah kaki, nyanyian aneh dan suara desiran angin.Â
Semuanya nampak melengkapi suasana desa yang tenang dan jauh dari hiruk pikuk perkotaan, bahkan membuat penonton serasa benar-benar ada di dalam desa tersebut.
Itulah sebabnya meskipun film ini telah tersedia di berbagai situs ilegal, namun pengalaman sinematik secara utuh termasuk detail-detail kecil pada sound effectnya, menjadi alasan mengapa film ini memang harus disaksikan di bioskop.
Perkembangan karakternya yang luar biasa tersebut bahkan membuat penulis menjagokannya untuk masuk ke dalam nominasi Oscar 2020 kelak. Dan tentunya aktingnya di film ini menjadi pemanasan sebelum kita melihatnya beraksi di film Black Widow yang rilis tahun depan.
***
Memang adegan seperti itu sudah sering muncul pada film-film horor-thriller lain. Namun entah mengapa, paduan permainan visual dan pemilihan sound effect Ari Aster membuat adegan "sederhana" tersebut nampak memiliki sisi magisnya tersendiri.
Adegan penuntun sebelum terjadinya sebuah tragedi lah yang penulis rasa sedikit banyak mempengaruhi hasil akhir dari adegan kejutan nan sadis yang dimunculkan kemudian.Â
Tiap korban yang muncul selalu memiliki backstory yang cukup kokoh, walaupun hal tersebut kadang disampaikan melalui dialog singkat yang mengandung unsur simbolik.