Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Gundala" yang Begitu Membumi dengan Selipan Isu Sosial Politik yang Relevan

29 Agustus 2019   18:24 Diperbarui: 29 Agustus 2019   21:28 1307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Gak ada gunanya hidup kalau ga peduli, dan cuma mikirin diri sendiri."

Ah, susah rasanya mendeskripsikan perasaan ini pasca selesai menonton film jagoan lokal yang sudah ditunggu-tunggu cukup lama ini. Senang, haru, merinding sekaligus bangga menjadi satu karena Gundala yang menjadi feature film ketujuh Joko Anwar, pada akhirnya dirilis hari ini, Kamis 29 Agustus 2019.

Membawa deretan nama aktor Indonesia kelas A, Gundala lantas menghadirkan sebuah film origin story sekaligus menjadi pembuka bagi deretan film jagoan lokal lain di masa depan yang tergabung ke dalam jagat sinema Bumilangit. 

Tetap membawa unsur-unsur dalam komik asalnya karangan alm. Bapak Hasmi, Gundala garapan Joko Anwar ini lantas memberikan sentuhan tambahan yang lebih solid lewat kemunculan berbagai narasi isu sosial politik yang relevan dengan kondisi saat ini.

Baca Juga; Menyambut Jagat Sinema Bumilangit Dengan Harapan dan Keyakinan Besar

Maka tak mau mengganggu sensasi para pembaca dalam menyaksikan film yang juga menjadi lompatan besar atas sejarah perfilman Indonesia, tulisan ini tak akan disertai sinopsis dan tentunya spoiler-free.

Membumi dengan Selipan Isu Sosial Politik yang Relevan

Viva.co.id
Viva.co.id
"Kalau orang lain tidak mau peduli memperjuangkan keadilan, bukan berarti kita harus begitu juga kan, nak?"

Jika anda kemudian beranggapan bahwa Gundala akan membawa narasi yang sama dengan apa yang ditampilkan pada film jagoan import ala MCU dan DCEU, sebaiknya anda tutup rapat-rapat anggapan tersebut. Layaknya sosok jagoan yang imajinasinya sudah terpatri dalam ruang-ruang pikiran kita, narasi tentang kebaikan melawan kejahatan atau harapan melawan ketidakadilan memang tetap ada dan harus tetap ada.

Hanya saja, Joko Anwar kemudian melengkapinya dengan latar kisah pendukung yang begitu membumi sekaligus menampilkan ciri khas Indonesia yang begitu kental. 

Sehingga hal ini tentu saja menjadi diferensiasi yang sangat baik, karena setidaknya membuat kita percaya bahwa sejatinya kita dihadapkan dengan sosok jagoan yang latar belakangnya dekat dengan apa yang terjadi di sekitar kita saat ini. Dan bukan sesuatu yang terasa jauh dari hadapan kita bahkan cenderung futuristis.

Kapan lagi kita diberikan rekonstruksi acara pernikahan sederhana layaknya yang biasa kita lihat di perkampungan, lengkap dengan panganan khasnya dalam sebuah film superhero bukan? Dan hal tersebut menjadi satu dari sekian banyak tradisi lokal yang coba dilebur ke dalam film ini bersamaan dengan narasi patriotismenya yang kokoh.

Inibaru.id
Inibaru.id
Dan kabar baiknya, hal tersebut nyatanya sangat efektif mendatangkan suasana lokal yang begitu mengena dan mengundang senyum simpul terkait relevansinya. Apalagi Joko Anwar kemudian juga melengkapinya dengan skenario yang lucu dan menghibur, dimana deretan jokes yang kemudian muncul juga terasa dekat dengan keseharian kita.

Sementara kritikan pedas yang muncul pada film ini tentu saja sering diarahkan pada anggota dewan yang terhormat dengan segala intrik politik atas nama rakyatnya. Sementara isu sosial seputar adanya generasi amoral dan perselisihan antar rakyat yang ditimbulkan dari perbedaan pun ikut serta dimasukkan ke dalam film ini

Untuk itulah karakter politisi beserta jajarannya dalam wujud Ridwan Bahri (Lukman Sardi), Ganda Hamdan (Aqi Singgih), Ghani Zulham (Ario Bayu) dan juga karakter-karakter lainnya muncul untuk mewarnai dan menghidupkan narasi politik serta ketidakadilan yang begitu kuat dalam film ini.

Karakterisasi yang Kuat

Lifestyle.bisnis.com
Lifestyle.bisnis.com
Untuk sebuah origin story, film ini sejatinya sudah sangat memenuhi syarat. Karena tak hanya memberikan latar belakang kisah yang kuat dari sang jagoan saja, namun juga bagaimana sang musuh utama "terlahir" dari sebuah kondisi yang sejatinya kurang lebih sama dengan si jagoan.

Hanya saja, respon masing-masing pribadi dalam menghadapi kekacauan dunia lah yang kemudian membentuk keduanya menjadi sosok yang berbeda. Dengan petir sebagai respresentasi dari sosok Gundala dan Api yang  merupakan representasi sosok Pengkor, menjadi semacam pesan tersirat tentang bagaimana dua elemen paling berbahaya tersebut bisa menimbulkan efek yang berbeda dalam kehidupan.

Bagaimana Sancaka kecil (Muzakki Ramdhan) melewati hari-harinya yang kelam tanpa kedua orangtuanya(Rio Dewanto dan Marissa Anita)untuk kemudian tumbuh menjadi sosok Sancaka dewasa (Abimana Aryasatya) yang penuh kegelisahan terhadap kondisi sosial politik negerinya, tentu saja ditampilkan secara kontradiktif dengan karakter Pengkor(Bront Palarae).

Kumparan.com
Kumparan.com
Pengkor tentunya juga mempunyai alasan yang begitu kuat mengapa kemudian ia bisa tumbuh menjadi sosok pendendam dan psikopat namun di sisi lain juga menjadi sesosok tuhan di kalangan pengikutnya. Kondisi yang terdengar familiar dengan apa yang terjadi di Indonesia bahkan dunia bukan?

Meskipun kemudian rivalitas antara Gundala dan Pengkor -yang di komiknya merupakan musuh bebuyutannya- belum benar-benar tereksploitasi di film ini, namun sejatinya akar segala rivalitas tersebut sudah dimulai dengan cukup kokoh pada film ini. 

Tentu menarik untuk melihat bagaimana para pasukan Pengkor akan berperan sangat banyak dalam menghadang para jagoan lainnya dalam film-film di Jagat Sinema Bumilangit berikutnya.

Tak hanya itu, penggambaran karakter lainnya pun tak kalah kuat. Semisal bagaimana Awang kecil (Fariz Fajar) tumbuh menjadi lelaki yang apatis terhadap keadaan sekitarnya, tentu menjadi sangat menarik kala di kemudian hari diperdalam kisahnya pada film Godam. Apalagi Awang juga menjadi semacam role model bagi Sancaka kecil.

Akurat.co
Akurat.co
Pun begitu dengan sosok Wulan(Tara Basro) yang merupakan cikal bakal karakter Merpati, sudah ditunjukkan sebagai sosok wanita yang memang memiliki integritas dan tak takut dalam menghadapi kerasnya kehidupan.

Itulah mengapa saya katakan bahwa karakterisasi para tokoh di film ini begitu kuat dan sangat brilian, karena memang cukup kuat untuk menjadi pondasi film-film lanjutannya kelak. Tak ada yang miscast dari jajaran tokoh-tokoh dalam film ini.

Meskipun memang saking banyaknya karakter yang dimunculkan di film ini, menyebabkan beberapa karakter pendukung lain semisal Ghani Zulham dan sosok penjahat super lainnya yang diperankan oleh Kelly Tandiono, Hannah Al Rashid dan Cecep A. Rahman misalnya, tak mendapatkan porsi yang cukup. 

Entahlah, mungkin karakter-karakter tersebut memang tampil bak etalase tokoh dan dipersiapkan untuk kemungkinan muncul kembali pada film lain di masa depan.

Sisi Teknis dan Produksi yang Begitu Rapi

StarJogja.com
StarJogja.com
Berbicara dari sisi teknis, film ini memang tak perlu diragukan lagi. Sinematografer Ical Tanjung(Pengabdi Setan, Foxtrot Six) berhasil membawa ciri khas Joko Anwar berupa tone film yang cukup kelam, namun sejatinya memang sesuai dengan latar cerita yang ditampilkan. 

Pun beberapa efek horror turut serta dimasukkan dalam film ini, sehingga kesan mistis selayaknya Gundala dalam versi komik tetap terjaga sekaligus menegaskan bahwa film ini memang filmnya Joko Anwar.

Sementara dari sisi scoring, kolaborasi antara Aghi Narotama, Tony Merle dan Bembi Gusti yang sebelumnya juga pernah menggarap scoring Pengabdi Setan, jelas tak perlu diragukan lagi. 

Mereka berhasil menghadirkan deretan musik latar yang megah dan menggugah sekaligus menghadirkan nuansa patriotik yang tentunya selaras dengan tema Gundala itu sendiri.

Baca juga; First Look Gundala dan Harapan Pada Masa Depan Film Jagoan Indonesia

Koreografi pertarungannya pun patut diacungi jempol, dimana pertarungan antara Gundala dengan karakter penjahat yang diperankan oleh Kelly Tandiono, Hannah al-Rashid dan Cecep A.Rahman menjadi highlights dari deretan pertarungan seru lainnya di sepanjang film. Sementara pertarungan Awang kecil melawan para berandalan juga patut dinantikan.

Oh iya, bahkan ada satu latar adegan pertarungan yang nampak dibuat untuk menghormati adegan pertarungan pada film Gundala Putra Petir yang diperankan oleh Teddy Purba. Namun tentu saja anda harus menyaksikan filmnya terlebih dahulu untuk mengenali adegan tersebut.

Era.id
Era.id
Sedangkan kekurangan dalam film ini ada pada sisi editing dan dialog yang nampak cringe di beberapa bagian, sehingga membuat beberapa adegan memiliki transisi yang kurang greget. CGI pun ada yang nampak kurang halus walaupun tak bisa dibilang buruk. Ya, mirip-mirip hasil akhir CGI pada beberapa adegan di film Foxtrot Six.

Selain itu, pacing pada film ini juga naik-turun di beberapa bagian, terutama di pertengahan. Namun untungnya, film ini kembali menemui ritmenya di sepertiga akhir, hingga kemudian menutupnya dengan elegan dan selipan kejutan yang membuat penonton satu studio bertepuk tangan.

Penutup

Manado.tribunnews.com
Manado.tribunnews.com
Menjadi film pembuka Jagat Sinema Bumilangit yang digarap dengan cukup serius dan ambisius, tentu menjadi beban tersendiri bagi Joko Anwar dan segenap aktor-aktris yang terlibat di dalamnya. Namun kabar baiknya, Gundala menjadi film pembuka Jagat Sinema Bumilangit yang sangat baik untuk menceritakan sebuah origin story sekaligus menjadi pijakan yang sangat kokoh untuk masa depan Jagat Sinema Bumilangit.

Materi pemain yang solid pun kemudian diimbangi dengan tema cerita yang benar-benar membumi, khas Indonesia dan tak terkesan meniru franchise superhero yang lebih raksasa semisal MCU ataupun DCEU

Gundala memang bukanlah film yang sempurna apalagi jika kita kemudian membandingkannya dengan film-film mega budget dari Marvel atau DC. Bahkan bisa dibilang film ini bukanlah film terbaik dari Joko Anwar itu sendiri, meskipun tak bisa dipungkiri ini adalah film "paling ringan" dari "semesta mata angin" yang dibangun secara subtil pada tiap film-film Joko Anwar.

Viva.co.id
Viva.co.id
Namun segala usaha luar biasa dari segenap kru yang terlibat didalamnya, dimana kemudian ditranslasikan ke dalam bentuk final film ini, tentu saja patut mendapat apresiasi lebih. 

Gundala pada akhirnya menyadarkan kita bahwa film superhero tak melulu soal mewahnya kostum atau special effect, melainkan bagaimana pesan yang dibawa mampu masuk ke dalam hati.

Setidaknya pada akhirnya kita juga berhasil mendapatkan sajian superhero movies lokal yang digarap dengan segenap hati, oleh para orang-orang yang juga segenap hati melestarikan budaya lokal yang dihasilkan dari tangan-tangan komikus legendaris Indonesia. Dan Gundala berhasil memulainya dengan sangat baik.

Misteri dalam film Gundala tentu saja belum selesai. Masih banyak easter eggs lain yang bisa digali dalam film ini untuk kemudian menimbulkan diskusi publik yang seru dan menyenangkan. Dan hal ini tentunya membuat penonton sangat antusias untuk menunggu proyek lanjutan Jagat Sinema Bumilangit di tahun-tahun ke depan.

Sebagai catatan, jangan pulang cepat-cepat pasca berakhirnya film ini. Karena Gundala memiliki after credit scene yang pastinya akan membuat kita tersenyum bahkan tak segan bertepuk tangan saking bergembiranya.

Jagat Sinema Bumilangit pun dengan ini resmi dibuka. Skor: 8/10

Salam Kompasiana.

Bonus: Foto penulis bersama sutradara Joko Anwar, selepas show pertama di bioskop XXI Epicentrum, kamis 29 Aug 2019
Bonus: Foto penulis bersama sutradara Joko Anwar, selepas show pertama di bioskop XXI Epicentrum, kamis 29 Aug 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun