Adegannya cukup lucu, menghibur, meskipun harus diakui memang Tarantino pantas digugat keluarga besar Bruce Lee, karena sedikit "merusak" reputasi Bruce Lee melalui selipan dark jokesnya tersebut.
Sementara dari sisi akting, deretan aktor kelas A-nya mampu menyajikan penampilan terbaiknya masing-masing. Mulai dari Brad Pitt, Leonardo DiCaprio hingga Margot Robbie, masing-masing mampu memberikan penampilan yang memorable dan tak terkesan memberi efek over shadow antara satu dengan lainnya.Â
Pun begitu dengan penampilan singkat para aktor lainnya semisal Al Pacino, Dakota Fanning, dan Timothy Olyphant, mampu memberi warna tambahan yang membuat suasana dan dialog menjadi hidup. Meskipun memang harus diakui bahwa talenta Al Pacino nampak disia-siakan di film ini.
Bahkan terdapat satu adegan dimana DiCaprio melakukan monolog selama beberapa menit yang sangat emosional. Meskipun dilengkapi dengan celetukan kata-kata kotor yang mengundang gelak tawa, pada momen tersebut Leo berhasil membuat kita semakin percaya akan betapa rapuh dan galaunya Rick Dalton terhadap perjalanan karirnya sendiri.
Antara Ambisi, Tragedi, dan Kritik Sosial Era 60-an
Karakter Dalton dan Booth yang dimaksudkan sebagai gambaran sebagian besar aktor-aktor Hollywood yang sedang berada dalam "persimpangan jalan" di masa itu, dimana ambisi terkait eksistensi terus menyeruak ke permukaan, kemudian bersanding dengan kejadian nyata terkait tragedi bintang muda berambut pirang, Sharon Tate.
Seperti kita tahu, sejarah mencatat bahwa Sharon Tate dibunuh oleh The Manson Family secara brutal. Dan dengan cerdasnya, Tarantino kemudian berhasil menyambungkan kerangka penceritaan yang nampak cukup berbeda pada awalnya tersebut kepada kisah tragedi Tate.Â
Namun tentu saja bukan Quentin Tarantino namanya jika tidak menghadirkan kejutan dan kontroversi terkait penceritaan ulang tragedi Sharon Tate tersebut. Penceritaan ulang yang tentunya menggunakan konsep "what if" yang mengejutkan.