Bagaimana jika permainan petak umpet atau hide and seek diaplikasikan sebagai syarat seseorang untuk masuk ke dalam sebuah keluarga? Cukup terdengar aneh dan creepy bukan?
Narasi sederhana itulah yang sejatinya coba diangkat oleh duet sutradara Matt Bettinelli-Olpin & Tyler Gillett yang sebelumnya juga pernah bekerja sama pada 3 proyek film horror-thriller yaitu Southbound, Devil's Due dan V/H/S.
Adalah Grace(Samara Weaving), seorang wanita yang sedang dalam suasana hati berbunga-bunga pasca Alex Le Domas(Marc O'Brien) memutuskan untuk menikahinya. Digelar dalam sebuah pesta sederhana di halaman rumah keluarga kaya raya Le Domas, Grace dan Alex pun kemudian bersatu hati mengucapkan ikrar setia dalam sebuah acara pernikahan yang syahdu.
Namun, permainan petak umpet yang ternyata lebih dari sekadar tradisi keluarga tersebut kemudian berubah menjadi teror mengerikan yang harus dilewati Grace di malam itu. Teror yang tak hanya membuat Grace kerap bersinggungan dengan maut, namun juga membuka rahasia kelam keluarga Le Domas yang tertutup rapat selama bertahun-tahun.
Tak Neko-neko, Ready Or Not Langsung Meneror Sedari Awal
Ready or Not nyatanya mampu memenuhi ketiga unsur tersebut sembari melengkapinya dengan sisipan dark comedy yang lucu sekaligus menyentil. Membuat film ini layaknya sebuah sajian adult comic yang stylish, yang kemudian diinterpretasikan ke dalam format live action.
Sedari awal kita tak dibuat berlama-lama untuk mengenal siapa sang tokoh utama atau bagaimana latar belakangnya hingga ia kemudian bisa sampai di dalam keluarga Le Domas. Bahkan kita pun tak diberi penjelasan kenapa sedari awal beberapa anggota keluarga Le Domas memiliki tatapan sinis pada Grace, seakan menyimpan pesan kebencian yang kita sendiri tak mengetahui apa sebabnya.
Namun, tidak terbuangnya menit secara sia-sia pada segmen perkenalan jelas menjadi keuntungan bagi deretan teror yang muncul kemudian. Sedikitnya waktu untuk kita bersantai kemudian membuat kita siap tidak siap harus mengikuti deretan teror yang datang silih berganti. Ya, sangat tepat jika kemudian film ini memiliki judul Ready Or Not.Â
Layaknya sebuah permainan petak umpet, disini penonton akan diberikan banyak adegan spekulatif yang dilengkapi dengan teknik permainan kamera brilian dari Bret Jutkiewicz, yang semakin membuat kita ikut menebak, kapan atau apa teror yang bakal muncul kemudian. Praktis deretan jumpscare pun berhasil diciptakan dan mengundang teriakan kencang dari kursi penonton.
Tak hanya itu, banyaknya adegan banjir darah atau gore juga membuat film ini cukup mengundang rasa ngilu di beberapa adegannya. Meskipun tingkat gore di film ini pun sejatinya masih bisa diterima dan tak berlebihan layaknya franchise Texas Chainsaw Massacre atau SAW misalnya.
Sementara dari sisi produksi lainnya tak ada yang mengecewakan. Baik tata cahaya, latar rumah tua yang digunakan dan komposisi scoring yang apik sekaligus creepy, sangat mendukung terciptanya kondisi rumah LeDomas yang kelam dan bak labirin.
Sementara desain busana yang digunakan oleh tiap-tiap anggota keluarga LeDomas dan gaun pengantin yang digunakan Samara Weaving berhasil memadukan unsur klasik dan modern yang stylish, yang memang nampak ingin ditonjolkan pada film ini.
Pujian patut disematkan pada Samara Weaving yang berhasil menghidupkan karakter Grace dengan sangat apik. Jika dalam film original Netflix berjudul The Babysitter ia menjadi pemburu, maka di film ini justru ialah yang menjadi target buruan. Dan dua peran berbeda tersebut nyatanya bisa dimainkannya dengan cukup meyakinkan.
Bisa dibilang, perkembangan karakternya mirip dengan apa yang ditampilkan Matilda Lutz di film Revenge. Dimana di balik kuatnya perlawanan yang muncul karena kondisi yang penuh keterpaksaan, kita masih bisa merasakan ketakutan dan kebingungan atas tragedi yang terjadi hingga kemudian muncul dalam bentuk teriakan pilu dan berbagai gestur emosional lainnya yang tentu saja tak kalah lirih. Tentu, perubahan sisi emosional ini cukup membuat karakter ini tampil realistis sekaligus berhasil menunjukkan pesan woman empowerement yang tegas di satu sisi.
Tentang Kritikan Sosial di Tengah Rangkaian Teror
Sementara kritik sosial terhadap para orang kaya yang kerap bisa bebas bertindak apapun bahkan menjadikan orang-orang lemah layaknya sebuah mainan bagi keuntungan mereka sendiri, jelas tergambarkan dari rentetan teror yang mendera Grace dalam film ini. Tentu saja gambaran terhadap keluarga disfungsional juga muncul lewat pribadi aneh dan tak kompak antar anggota keluarga LeDomas.
Maka jelas, berbagai sisipan dark comedy lainnya yang sejatinya akan banyak ditemukan di sepanjang film ini membuat Ready Or Not tampil cukup segar, unik sekaligus membuat kita tersenyum getir akan fakta dibalik berbagai isu sosial yang diangkatnya. Sekaligus tak lupa untuk tetap membawa nuansa fun horror-thriller yang kita butuhkan di tengah berbagai adegan menegangkannya.
Penutup
Namun siapa yang peduli dengan segala kekurangan tersebut jika film ini sudah berhasil memberikan sajian horor-thriller yang kita butuhkan bukan?
Dan jika anda kemudian terkejut dengan bagaimana cara sang sutradara meramu unsur horor dan komedi yang nampak melebur dengan halus, maka anda harus terus duduk diam hingga film selesai. Karena anda pasti akan lebih dikagetkan lagi dengan plot twist pada endingnya yang cukup komikal namun tetap stylish di satu sisi.Â
Dan penulis pun tak ragu memberikan skor 9/10 untuk sebuah film horror-thriller seperti ini, yang nampaknya akan sulit ditemui lagi beberapa tahun mendatang. Tapi sekali lagi, ini penilaian pribadi dari penulis yang memang benar-benar terpuaskan dengan keseluruhan isi film ini.
So, tertarik melihat aksi Samara Weaving yang brutal dan penuh darah? Ready Or Not tayang mulai 28 Agustus 2019 dan Midnight Show di beberapa lokasi bioskop tanggal 24 Agustus 2019.
Selamat menonton. Salam Kompasiana.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI