Tahun lalu sutradara Azhar Kinoi Lubis mengejutkan perfilman nasional dengan film Kafir-nya yang menawarkan sajian horor cukup berbeda. Di mana dalam film tersebut, unsur horor yang tercipta lebih kepada atmosfer yang terbangun dan sisi emosional para pemainnya dibandingkan menghujani film dengan penampakan hantu layaknya film horor Indonesia lainnya.
Mendapatkan berbagai respon positif baik dari kritikus maupun para moviegoers ditambah dengan pendapatan box office yang cukup baik, lantas membuat nama Azhar Kinoi Lubis diperhitungkan dalam deretan sutradara film horor nasional berkualitas.
Dan di tahun ini dirinya pun kembali membuat film horor yang kehadirannya cukup ditunggu oleh para penggemar horor tanah air. Mengambil konsep yang berbeda dari Kafir, Ikut Aku Ke Neraka kemudian menjadi judul film terbaru Azhar Kinoi Lubis yang tayang mulai 11 Juli lalu.
Lantas, apakah kualitas film ini mampu menyamai film Azhar sebelumnya?
Sinopsis
Lita (Clara Bernadeth) tengah hamil besar ketika suaminya, Rama(Rendy Kjaernett), menawarkannya untuk operasi penghilangan bekas luka di punggungnya. Ketidaktahuan akan sebab awal dari bekas luka tersebut dan keinginan untuk tampil lebih cantik lagi membuat Lita mengiyakan tawaran suaminya tersebut.
Namun kemudian, di malam yang sama Lita mendapat gangguan berupa kemunculan sesosok hantu wanita yang kerap menunjukkan dirinya lewat media cermin. Dan malam tersebut kemudian menjadi awal dari segala teror si hantu wanita, yang terus menghantui Lita bahkan hingga Lita melahirkan buah hatinya.
Semakin besarnya gangguan yang diterima Lita pasca melahirkan dan tak mau anaknya menjadi korban gangguan si makhluk jahat tersebut, membuat Lita dan Rama berjuang mencari tahu akar permasalahannya. Akar permasalahan yang ternyata berhubungan dengan masa lalu Lita, di mana hanya ibunya, Sari(Cut Mini), yang tahu segala rahasia tersebut.
Sajian Misteri dan Horor Potensial
Premisnya sendiri cukup menarik meskipun tak cukup dalam penggambarannya. Yaitu tentang tema mother's love atau perjuangan ibu di tengah-tengah teror makhluk halus yang menghantui seisi rumah. Pun peran Cut Mini dan Clara Bernadeth sebagi ibu beda generasi juga memberi gambaran perbedaan parenting style yang kemudian mempengaruhi pandangan mereka seputar anak dan keluarga.
Jumpscare yang menjadi andalan setiap film horor tentu saja dimunculkan dengan cukup baik di film ini. Jika anda merasa terganggu dengan deretan jumpscare yang nampak diumbar lewat trailernya, anda bisa cukup tenang karena deretan jumpscare lain yang muncul di sepanjang film tak kalah menarik dengan apa yang ditampilkan dalam trailernya.Â
Naskah dan Pendalaman Karakter yang Biasa Saja
Akting apik Cut Mini sebagai orang gila yang menyimpan banyak rahasia dalam hidupnya memang mampu ditampilkan dengan sangat meyakinkan di film ini. Melalui film ini, Cut Mini berhasil keluar dari zona nyamannya dan tampil dengan kualitas yang tak perlu diragukan lagi.
Begitupun sosok dukun buta yang dimainkan Rifku Wikana, begitu apik dan berwibawa penokohannya, meskipun penampilannya tak orisinil. Namun, tentu saja peran apik keduanya tak cukup mengangkat kualitas film secara keseluruhan.
Naskah yang dikerjakan oleh Fajar Umbara nampak begitu lemah memaksimalkan potensi aktor yang ada di dalamnya. Ceritanya memang dirajut dengan sangat rapi dan unsur horornya sangat solid di berbagai sisi. Namun dari sisi dialog dan pendalaman masing-masing karakternya (kecuali Cut Mini) tampak mengecewakan.Â
Bahkan ada beberapa karakter yang sejatinya tak begitu diperlukan di film ini. Seperti misalnya peran Sara Wijayanto sebagai dokter di RSJ tempat Sari berada. Sara hanya nampak menjadi pelengkap dialog saja alih-alih memberikan clue atau solusi atas konflik yang dialami oleh para aktor utamanya. Sederhananya Sara hanya sebagai pemanis saja di sini.
Namun toh efek kejut hanya akan berlalu begitu saja bukan? Kalau dari sisi pendalaman karakter dan naskahnya sendiri begitu menjemukan.
Cukuplah Retro Style Horor Menghiasi Layar Lebar
Tapi sudahlah, sejak Pengabdi Setan menggunakan style retro untuk membangun mood ceritanya, sudah begitu banyak film horor nasional lainnya yang mengaplikasikan hal serupa. Maka bukan lagi menyeramkan, hal ini justru nampak menjadi suatu hal yang biasa saja.Â
Meskipun memang tak ada yang salah akan hal tersebut, namun besar keinginan untuk melihat film horor Indonesia mulai bermain-main dengan konsep latar modern ataupun tetap tradisional, namun dengan kondisi yang lebih relevan. Ya, mungkin bisa melihat konsep yang dimainkan Hereditary atau Midsommar misalnya.
Penutup
Namun setidaknya penampakan di sepanjang film ini tidak terlalu 'garing' dan membuat wibawa hantunya tak berkurang. Ya, setidaknya tak sebodoh penampakan-penampakan film-filmnya Lord Nayato Fio Nuala a.k.a Helfi Kardit, heuheuheu..
Jadi, siapa yang mau Ikut Aku Ke Neraka? Eh, maksudnya siapa yang mau nonton Ikut Aku ke Neraka? Heuheu
Selamat menonton. Salam Kompasiana.