Kesuksesan film pertamanya yang mencatatkan angka 1.236.000 penonton (sesuai data dari filmindonesia.or.id) dan menempatkannya di urutan ke-12 film terlaris 2018, membuat MVP Pictures tak perlu berpikir 2 kali untuk segera melanjutkan kisah petualangan Dinda dan kawan-kawan. Kisah Kuntilanak(2018) yang dirombak total dari apa yang pernah kita saksikan pada trilogi Kuntilanak (2006-2008), terbukti cukup diterima oleh para moviegoers karena menghadirkan cerita yang benar-benar baru.
Baca Juga Tulisan Film Pertamanya :Â Kembalinya Teror Cermin Berhantu dalam Film "Kuntilanak"
Meskipun pada akhirnya diketahui bahwa Kuntilanak versi baru ini bukanlah reboot ataupun remake, melainkan masih di dalam satu universe dengan versi 2006, dengan Klan Mangkujiwo menjadi benang merahnya. Ya, pada press release yang diadakan tepat setelah screening film berakhir, Rizal Mantovani mengatakan bahwa Kuntilanak ini masih ada di dalam universe yang sama dengan versi pendahulunya.
Sinopsis
Dinda yang tak sengaja mendengar pembicaraan tersebut, kemudian bersikeras untuk bisa diizinkan menemui wanita tersebut. Tante Donna yang masih meyakini ada sesuatu yang tidak beres, kemudian mengizinkan Dinda untuk menemui wanita tersebut sambil dirinya berusaha mencari tahu asal-usul wanita misterius tersebut.
Dinda pun akhirnya berangkat bersama adik-adik angkatnya yaitu Kresna (Andryan Bima), Miko (Ali Fikry), Panji (Adlu Fahrezy), dan Ambar (Ciara Nadine Brosnan), ditemani oleh anak tante Donna, Julia (Susan Sameh) dan kekasihnya Edwin (Maxime Bouttier). Mereka pun kemudian mengikuti petunjuk sesuai peta yang diberikan Karmila, di mana mengharuskan mereka melewati hutan yang cukup angker.
Namun berbagai kejanggalan kemudian terjadi di rumah tersebut yang menimpa adik-adik angkat Dinda juga Julia dan Edwin. Merasa ada yang tidak beres, Dinda pun kemudian tersadar bahwa dirinya harus berhadapan kembali dengan teror yang menimpanya di masa lalu.
Ya, Kuntilanak yang dulu menghantui Dinda dan adik-adiknya kini muncul kembali dengan sosok yang lebih menyeramkan, lebih kuat, dan manipulatif. Dinda dan adik-adiknya pun harus kembali berjuang bersama, melawan teror yang coba menganggu mereka.
Sekuel yang lebih menakutkan dengan sisipan rasa empati
Sebagai film yang character centered nya anak-anak, unsur horor komedi memang masih muncul lewat celetukan konyol khas anak-anak dan beberapa sisipan komedi cringe-nya. Hanya saja kali ini porsinya dikurangi sehingga membuat film ini jauh lebih terlihat serius dan dewasa. Hal tersebut memang nampaknya harus dilakukan demi mendukung perubahan sosok karakter Kuntilanak yang kali ini cukup berbeda dengan film pertamanya.
Hadirnya Karina Suwandi sebagai sosok di balik teror Kuntilanak, jelas membawa angin segar dalam franchise film ini. Bahkan performa apiknya dalam film horor yang juga mencapai sejuta penonton di tahun lalu yaitu Sebelum Iblis Menjemput, berhasil diulang dalam film ini. Karina tak hanya berhasil menyajikan sesosok wanita misterius, namun juga berhasil memberikan kita alasan untuk berempati pada sebuah mahkluk peneror yang sejatinya tak layak mendapatkan rasa empati.
Kuntilanak kali ini tak sekadar Sing Kuat Sing Melihara.
Sajian horor klise yang masih termaafkan
Hanya saja, sub genre cabin in the woods yang menggantikan sub genre kids adventure di film pertamanya membuat film ini tak ubahnya film-film horor Indonesia pada umumnya. Intinya teror tetap terjadi di sekitaran rumah, meskipun latarnya kemudian diganti dengan rumah kayu dalam hutan terlarang. Padahal petualangan anak-anak di film pertamanya cukup segar dan berhasil membedakannya dari film horor lain yang diluncurkan di tahun 2017 hingga 2018 silam.
Deretan jumpscare pun jauh lebih baik dari film pertamanya. Bahkan ada satu jumpscare yang tak terprediksi, hingga mampu membuat penonton terkaget-kaget.Â
Namun sayang, meskipun tak banyak, adegan-adegan klise film horor yang sejatinya sudah cukup out of date masih nampak dipertahankan sehingga cukup mengganggu. Semakin membosankan kala adegan kesurupan juga nampak masih menjadi adegan wajib dalam franchise ini.
Namun yang pasti, sajian klise khas film horor tersebut masih cukup termaafkan berkat membaiknya berbagai sisi franchise ini mulai dari desain produksi hingga alur cerita yang lebih berisi.
Bersinarnya para bintang kecil dan masih meredupnya aktor dewasa
Namun sayang, Kuntilanak 2 masih "memakan korban" dalam hal penampilan bintang utama yg berusia lebih dewasa. Susan Sameh yang di film Dreadout tampil baik memang masih mengulangi performanya di film ini. Hanya saja kehadirannya di film ini masih sekadar pelengkap cerita saja.
Bahkan bisa dibilang kehadirannya bersama Maxime Bouttier nampak mengulangi performa Aurelie Moremans dan Fero Walandouw di film pertamanya. Praktis, mereka pun hanya sekadar menjadi korban dari berbagai keputusan bodoh yang sayangnya tercetus dari para anak-anak itu sendiri.
Mungkin bisa dengan mengembalikan citra karakter Sam (Julie Estelle) di film trilogi Kuntilanak sebelumnya. Karena bagaimanapun, sosok wanita dewasa yang lebih tangguh sangat dibutuhkan sebagai pendamping karakter anak-anak yang digambarkan pemberani tersebut.Â
Penutup
Namun dengan cerita yang bisa dikonsumsi segala umur karena mempertahankan unsur pemeran utama anak-anak sebagai ciri khasnya, tentu saja membuat Kuntilanak 2 juga berpotensi meraup jumlah penonton yang tak kalah baik dengan film pertamanya.Â
Jadi, Kuntilanak 2Â ini masih cukup worth untuk dijadikan tontonan libur lebaran tahun ini. Menghibur, seru dan menegangkan, meskipun masih meninggalkan banyak adegan klise dan pengulangan dari film pertamanya tentunya.
Selamat menonton di libur lebaran ini. Salam Kompasiana.
Â