Sekuel yang lebih menakutkan dengan sisipan rasa empati
Sebagai film yang character centered nya anak-anak, unsur horor komedi memang masih muncul lewat celetukan konyol khas anak-anak dan beberapa sisipan komedi cringe-nya. Hanya saja kali ini porsinya dikurangi sehingga membuat film ini jauh lebih terlihat serius dan dewasa. Hal tersebut memang nampaknya harus dilakukan demi mendukung perubahan sosok karakter Kuntilanak yang kali ini cukup berbeda dengan film pertamanya.
Hadirnya Karina Suwandi sebagai sosok di balik teror Kuntilanak, jelas membawa angin segar dalam franchise film ini. Bahkan performa apiknya dalam film horor yang juga mencapai sejuta penonton di tahun lalu yaitu Sebelum Iblis Menjemput, berhasil diulang dalam film ini. Karina tak hanya berhasil menyajikan sesosok wanita misterius, namun juga berhasil memberikan kita alasan untuk berempati pada sebuah mahkluk peneror yang sejatinya tak layak mendapatkan rasa empati.
Kuntilanak kali ini tak sekadar Sing Kuat Sing Melihara.
Sajian horor klise yang masih termaafkan
Hanya saja, sub genre cabin in the woods yang menggantikan sub genre kids adventure di film pertamanya membuat film ini tak ubahnya film-film horor Indonesia pada umumnya. Intinya teror tetap terjadi di sekitaran rumah, meskipun latarnya kemudian diganti dengan rumah kayu dalam hutan terlarang. Padahal petualangan anak-anak di film pertamanya cukup segar dan berhasil membedakannya dari film horor lain yang diluncurkan di tahun 2017 hingga 2018 silam.
Deretan jumpscare pun jauh lebih baik dari film pertamanya. Bahkan ada satu jumpscare yang tak terprediksi, hingga mampu membuat penonton terkaget-kaget.Â