Ya, Furie dan Maria sejatinya serupa tapi tak sama. Serupa dalam hal tema besar dan pesan yang ingin disampaikannya, namun berbeda dalam penggunaan latar ceritanya.
Furie jelas lebih menonjolkan sisi tradisionalnya alih-alih menyajikan film aksi modern. Menyaksikan Furie sepintas mengingatkan kita akan film Merantau yang melambungkan nama aktor Iko Uwais pada saat itu.
Latar desa terpencil Vietnam, kejar-kejaran menggunakan motor bebek, bahkan pakaian tokoh utamanya yang berupa pakaian sederhana ala masyarakat pedesaan Vietnam, membuat film ini tampil begitu sederhana namun di sisi lain juga relevan dengan kondisi yang terjadi.
Maka praktis Furie tak hanya menyajikan deretan adegan pertarungan yang elegan, namun juga menawarkan visualisasi Vietnam yang indah nan eksotik, mulai dari latar pedesaan hingga perkotaannya. Tak lupa, kebudayaan asli Vietnam pun kemudian turut disematkan dalam berbagai adegannya.Â
Ya, kombinasi epik itulah yang menyebabkan Furie memiliki nilai lebih dibalik segala kesederhanaan dalam penuturan kisahnya.
Sementara Maria justru melakukan pendekatan yang lebih modern, stylish dan membungkusnya dengan koreografi beladiri yang cukup gory ditambah dengan aksi tembak-tembakan yang seru. Visualisasi Maria mengingatkan kita akan film aksi macam Headshot ataupun The Night Comes for Us. Seru, namun di satu sisi juga membuat ngilu.
Bahkan tak hanya itu, dalam beberapa aksi yang dilakukannya, Cristine Reyes nampak seperti gabungan Jennifer Garner dalam film Peppermint(2018) maupun Cynthia Rothrock dalam film-film aksi kelas B Hollywood, yang tenar di era 80-an. Stylish dan klasik di waktu bersamaan.
Sederhananya, kedua film tersebut tampil dengan jati diri berbeda meskipun memiliki narasi yang hampir sama. Keduanya memilki ciri khas yang tentunya akan melahirkan fansnya masing-masing.