Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Aladdin" dan Tantangan Penceritaan Ulang Disney di Masa Depan

28 Mei 2019   12:56 Diperbarui: 28 Mei 2019   18:28 914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lantas, apa yang membuat Aladdin begitu diterima? Dan bagaimana tantangan film live action Disney di masa depan? Yuk, masuk ke pembahasannya.

Formula Penceritaan Ulang Disney dengan Isu Sosial yang Relevan

Bbc.co.uk
Bbc.co.uk
Satu hal yang pasti, Aladdin menunjukkan bahwa formula retelling the stories atau penceritaan ulang ala Disney masih berjalan cukup efektif. Ya, setidaknya sampai saat ini.

Alice in Wonderland garapan Tim Burton yang rilis di tahun 2010 silam menjadi awal dari deretan film live action hasil adaptasi animasi Disney di era modern. Hingga kemudian Maleficent (2014) dan Cinderella (2015) dirilis, kita pun tahu bahwa Disney mulai ambisius dalam menelurkan proyek live action hasil adaptasi animasinya, setidaknya 1 film tiap 1 tahun.

Movieweb.com
Movieweb.com
Dan melalui film live action-nya, Disney pun menceritakan ulang kisah-kisah klasiknya dengan memasukkan unsur yang lebih relevan dengan keadaan saat ini.

Disney tak hanya menghadirkan kisah klasiknya begitu saja, namun juga ditambahi beberapa bumbu penguat kisah yang lebih baru sehingga versi live action ini bisa juga dibilang sebagai "revisi" atas kisah klasiknya yang mungkin tak sempat disajikan lebih mendalam kala itu.

Di film Cinderella, Lily James tak hanya sukses memerankan sosok Cinderella yang cantik dan menawan, namun juga menunjukkan sosok Cinderella sebagai wanita muda yang penuh integritas juga ambisi, dengan satu sisinya tetap memiliki kesabaran dan kerendahan hati.

Variety.com
Variety.com
Atau di film Maleficent misalnya. Sebelumnya sosok ini hanya dikenal sebagai sosok jahat yang berperan dalam kutukan sang putri tidur. Namun lewat live action-nya, justru karakter Maleficent lah yang menjadi bintang utamanya alih-alih sang putri tidur.

Maleficent justru membuat kita empati pada karakter yang seharusnya tak layak mendapatkan empati. Dan disitulah kekuatan ceritanya, yang membuat kita melihat kisah klasik Disney dengan cukup berimbang dan manusiawi.

Msn.com
Msn.com
Beauty and The Beast serta Dumbo pun demikian. Sama-sama memasukkan unsur tragedi yang lebih kuat dari film animasinya, Beauty and The Beast yang digarap sesuai animasinya kemudian memasukkan unsur baru yang lebih modern seperti adanya karakter LGBT. Sementara Dumbo lebih ke arah origin story yang menitikberatkan pada kritikan terhadap penjualan dan eksploitasi satwa untuk keuntungan manusia.

Aladdin pun demikian. Meskipun secara plot hampir sama dengan animasinya, namun Guy Ritchie berhasil memasukkan unsur baru yang lebih relevan khususnya pada penokohan putri Jasmine.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun