Total 5 film telah bergabung ke dalam mega franchise horor yang dimulai pertama kali oleh James Wan pada tahun 2013 lalu, lewat film The Conjuring.Â
Mendapatkan pundi-pundi sebesar 319 juta USD dengan budget hanya sebesar 20 juta USD, membuat New Line Cinema segera memproduksi sekuel The Conjuring dan juga berbagai film spin-off nya, untuk kemudian membentuk semestanya sendiri yang jamak disebut dengan The Conjuring Universe.Â
The Conjuring 2, Annabelle, Anabelle Creation, dan The Nun, merupakan film-film yang pada akhirnya melengkapi semesta Conjuring.
Dan kini, semesta Conjuring mendapatkan anggota barunya lewat film terbaru berjudul The Curse of La Llorona atau di beberapa negara diberi judul The Curse of the Weeping Woman.Â
Film yang diangkat dari cerita rakyat asal Mexico ini disutradarai oleh Michael Chaves, dimana film ini juga menjadi debut feature film-nya setelah sebelumnya lebih sering menyutradarai film pendek dan video musik.Â
Film horor pendeknya yang berjudul The Maiden lah yang kemudian memikat James Wan untuk mempercayakan penyutradaraan film ini bahkan film tentpole dalam semesta Conjuring, The Conjuring 3, ke tangan Michael Chaves.Â
Lantas, apakah La Llorona berhasil melengkapi lini masa The Conjuring Universe? Apakah film ini juga mampu mempertahankan kengerian yang telah dibangun James Wan pada semesta Conjuring?
Yuk, kita masuk ke pembahasannya.
Sinopsis
Berlatar tahun 1973, film ini berfokus pada keluarga Anna Tate-Garcia (Linda Cardellini), seorang pekerja sosial dan juga janda 2 anak, yang masih berusaha untuk menyeimbangkan kedua peran tersebut pasca meninggalnya sang suami. Kesulitan dengan dua peran yang harus dijalankannya sekaligus, membuat Anna kerap tak fokus dalam pekerjaannya.
Beberapa kasus yang seharusnya ditangani dirinya pun kemudian harus berpindah tangan ke orang lain. Namun ada satu kasus yang cukup aneh dimana Anna tak mau melepaskannya ke orang lain dan Ia pun bertekad untuk segera menyelesaikannya.
Adalah kasus Patricia Alvarez (Patricia Velasquez), seorang janda 2 anak yang kemudian dituduh melakukan penganiayaan terhadap kedua anaknya.Â
Menemukan kedua anak Patricia dikunci dalam lemari pada proses investigasinya, membuat Anna akhirnya harus menolong kedua anak Patricia dan terpaksa memisahkan mereka dengan ibunya untuk sementara waktu.
Namun ternyata Anna tak benar-benar menyelamatkan anak-anak Patricia. Ada kekuatan supranatural besar yang ternyata masih berkeliaran meneror anak-anak Patricia. Bahkan tak hanya kepada anak-anak Patricia, kekuatan besar tersebut pun pada akhirnya juga meneror anak-anak Anna.
Teror yang ternyata bukan berasal dari manusia. Teror yang kemudian selalu diawali dengan suara tangisan menyakitkan seorang wanita, dimana legenda menyebutnya sebagai La Llorona.
Debut Apik Michael Chaves dan Peran Apik Linda Cardellini
Satu hal yang pasti, The Curse of the Weeping Woman memiliki jumpscare yang masih jauh lebih baik dari film spin-off terakhir dalam semesta Conjuring, The Nun. Michael Chaves cukup berhasil menunjukkan kepiawaiannya dalam meramu horor seperti yang dilakukannya pada film pendek The Maiden. Eksekusinya terkesan sederhana, namun cukup padat dan efektif memainkan kengeriannya.
Pergerakan kamera yang spekulatif bahkan shaky di beberapa adegan juga membuatnya cukup sukses membangun nuansa kengerian yang natural.Â
Maka ketika kemudian unsur jumpscare dimasukkan dalam sebuah adegan dimana penonton sedang difokuskan pada pergerakan kamera yang membuat jantung berdegup, tentu saja cukup efektif memberi tambahan efek kejut yang maksimal.
Sama seperti The Maiden, The Curse of the Weeping Woman juga kerap menampilkan adegan dimana scoring dihilangkan, sehingga meninggalkan sebuah adegan sunyi dimana hanya langkah kaki atau efek suara-suara mengerikan 'menemani' adegan tersebut.Â
Tentu saja hal ini membuat atmosfer horor semakin kuat, karena tak hanya mengandalkan adegan jumpscare atau penampakan, namun juga melalui latar tempat serta suasana creepy yang dibangun dengan cukup efektif.
Dalam debut feature filmnya ini, sejatinya Michael Chavez cukup berhasil menunjukkan kepiawaiannya dalam meramu sajian horor yang efektif dengan teknik jumpscare yang cukup segar dibandingkan film dalam semesta Conjuring lainnya.Â
Hanya saja, tone, pacing, skenario serta formula film ini yang nampak merupakan pengulangan dari film-film sebelumnya, menyebabkan kita harus menunggu pembuktian Chavez kembali dalam film The Conjuring 3, yang (semoga) jauh lebih segar.
Tak hanya desain kostum garapan Megan Spatz yang mampu mempertahankan nuansa lawas semesta Conjuring, scoring garapan Joseph Bishara (The Conjuring, The Conjuring 2) pun masih setia dengan tema awal The Conjuring (2013). Sehingga nuansa mencekam yang juga membuat tak nyaman khas The Conjuring masih setia menemani tiap adegan film ini.
Penampilan Linda Cardellini (Green Book) dalam film ini juga patut diacungi jempol. Tak hanya sukses menghidupkan sosok ibu yang struggle terhadap peran barunya pasca ditinggal suami, namun juga kala mengharuskannya memaksa diri lebih berani ketika berhadapan langsung dengan La Llorona. Sosok wanita kuat terpampang jelas kala ia berjibaku mempertahankan buah hatinya.
Tak lupa, Marisol Ramires yang didapuk sebagai La Llorona pun juga berhasil menghidupkan sosok hantu menangis dan penculik anak-anak yang legendaris ini. Postur tubuhnya yang tinggi besarlah yang menyebabkan dirinya nampak benar-benar menyeramkan, apalagi dibalut dengan kostum klasik khas Mexico yang creepy.
Sederhananya, sosok La Llorona cukup mampu menggantikan sosok Valak yang ikonik dan kini nampak kurang kesakralannya sejak sering dimunculkan sebagai jokes pada berbagai meme.
Jumpscare yang Efektif, Namun dengan Formula yang Membosankan
Sebagai sebuah film horor, The Curse of the Weeping Woman tentu saja memiliki syarat yang memungkinkannya diterima oleh para penikmat film khususnya horor.Â
Sosok hantu yang berasal dari cerita rakyat, jumpscare yang efektif, serta menjadi penyambung lini masa semesta Conjuring, menjadi beberapa contoh poin menarik dari film ini.Â
Hanya saja, formula yang digunakan nampak mirip dengan kelima film semesta Conjuring sebelumnya, sehingga menyebabkan film ini tidak cukup segar dan mudah tertebak.
Sosok hantu jahat yang menjadi cerita rakyat selama berabad-abad, pesan tentang keutuhan keluarga diatas segalanya, hingga ritual pemanggilan arwah untuk melawan si roh jahat tersebut, menjadi beberapa contoh poin-poin yang nampak menjadi keharusan dalam kisah semesta Conjuring. Dan hal-hal tersebut juga dipertahankan pada film ini.
Memang tak ada yang salah terkait hal tersebut, karena di film horor lain pun, unsur-unsur tersebut kerap dipertahankan. Hanya saja penonton memang butuh penyegaran tema, alih-alih hanya menyegarkannya lewat sosok hantu dan para tokoh yang baru.
Sebagai film origin yang memperkenalkan sosok hantu baru untuk semesta Conjuring, The Curse of the Weeping Woman juga tampak tidak mampu mengakomodir hal tersebut. Kurangnya latar belakang kisah La Llorona itu sendiri menyebabkan pondasi film ini nampak tak begitu kokoh sehingga meninggalkan beberapa plot hole.Â
Entah ini strategi untuk sekuel atau spin-off lainnya, yang pasti beberapa pertanyaan penting di sepanjang film pada akhirnya tak pernah benar-benar terjawab hingga film usai. Kita tak pernah tahu bagaimana La Llorona bisa sampai ke Los Angeles. Yang kita tahu, ia hanyalah roh jahat yang datang untuk meneror dan menculik anak-anak.Â
Hanya saja hal tersebut cukup tertutupi dengan adegan 'final battle' yang cukup seru meskipun terkesan terburu-buru dan klimaks adegan yang lagi-lagi mirip dengan film dalam semesta Conjuring lainnya.
Selain itu, beberapa adegan "bodoh" khas film-film horor pada umumnya, nampak masih dipertahankan sehingga menyebabkan film ini sekilas nampak outdated.Â
Apalagi dengan munculnya beberapa selipan humor di tengah-tengah adegan serius dalam film ini, menyebabkan adegan-adegan "bodoh" tersebut sedikit membingungkan antara harus menganggapnya sebagai adegan yang menyeramkan atau sebagai adegan yang seharusnya ditertawakan layaknya selipan humor yang berseliweran?
Namun begitu, formula yang nampak membosankan tersebut nampaknya menjadi strategi yang paling aman untuk memperkenalkan tokoh baru dalam semesta Conjuring.Â
Bahkan tak tertutup kemungkinan untuk menjadikannya sebuah landasan baru bagi sekuel ataupun spin-off lainnya yang kemungkinan muncul di masa depan.
Hanya saja, nampaknya The Conjuring Universe memang perlu mendapatkan suntikan ide baru dan eksekusi yang lebih segar agar tak ditinggalkan para fans franchise ini di masa depan.Â
Karena sangat disayangkan jika kelak rumah produksi mampu mendatangkan kembali sutradara berkualitas, namun justru 'tertahan' kreativitasnya oleh skenario yang masih monoton bahkan berulang.
Penutup
Sebagai sebuah film horor yang juga membawa nama besar semesta Conjuring, jelas membuat The Curse of the Weeping Woman menjadi film yang cukup diantisipasi kehadirannya di bulan ini.Â
Apalagi dengan sosok hantu yang tak kalah menyeramkan dibanding dengan sosok Valak, menyebabkan La Llorona tak hanya berpotensi menjadi sosok ikonik baru, namun juga sebagai pelengkap kepingan puzzle dalam jalinan kisah semesta Conjuring.
Hanya saja, sebagai origin story yang memperkenalkan sosok hantu baru dalam semesta Conjuring, film ini tak benar-benar menyajikan kisah yang benar-benar baru.Â
Berulangnya formula yang digunakan pada 5 film semesta Conjuring lainnya serta kurangnya latar belakang La Llorona itu sendiri, menyebabkan film ini tampil tanpa pondasi yang kuat sehingga menyebabkan jalinan kisahnya tampil cukup datar dan menimbulkan banyak pertanyaan tak terjawab hingga film berakhir.
Namun jika anda adalah tipe penonton yang tak terlalu peduli dengan jalan cerita yang tak begitu kuat, melainkan hanya senang ditakut-takuti saja, film ini worth untuk ditonton.Â
Percayalah, teror dan visualisasi munculnya penampakan yang cukup unik di beberapa adegan, akan mampu membuatmu bergidik ngeri.
The Curse of the Weeping Woman siap meneror bioskop Indonesia mulai tanggal 14 April 2019 untuk Midnight Shownya dan 17 April 2019 untuk penayangan regulernya. Tapi ingat, sebelum nonton film ini, nyoblos dulu yaa, heuheu.
Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H