Pun begitu dengan para komposer musik film semisal Bembi Gusti, Fajar Yuskemal dan Aria Prayogi. Mereka mampu menghadirkan scoring ataupun musik latar yang menggugah, berkelas dunia, bahkan tak kalah kualitasnya dengan milik Hollywood. Khusus untuk Fajar Yuskemal dan Aria Prayogi, scoring garapan mereka untuk 2 film produksi Netflix yaitu Apostle dan The Night Comes for Us tentunya tak hanya semakin melambungkan namanya ke seluruh dunia, namun juga mengharumkan nama bangsa di kancah Internasional.
Itu semua menunjukkan bahwa SDM di industri film nasional tak lagi bisa dipandang sebelah mata. Indonesia telah siap memasuki babak baru perfilman nasional yang semakin maju bahkan diakui dunia.
Film Nasional yang Mampu Berbicara Lebih di Kancah Internasional
Tak bisa dipungkiri, saat ini film nasional memiliki jenis dan kisah yang semakin beragam. Film aksi, horor, drama percintaan, film anak-anak, komedi, hingga thriller surealis, semuanya tersedia untuk ditonton. Tak hanya itu, dari sisi cerita pun semakin berkembang, bahkan beberapa diantaranya begitu fresh hingga memukau penonton Internasional.
Film-film seperti Pengabdi Setan versi Joko Anwar, dwilogi The Raid, Marlina si Pembunuh Dalam Empat Babak, hingga The Night Comes For Us, menjadi contoh terbaru bagaimana film-film Indonesia pada akhirnya bisa begitu dipuji publik Internasional. Cerita yang segar bahkan kualitas produksi yang tak main-main, menjadi sebab mengapa film-film tersebut begitu memukau publik mancanegara.
Bahkan yang terbaru, melalui film Dilan 1991, Indonesia menjadi perbincangan hangat media-media hiburan asing. Terlepas dari filmnya yang begitu cheesy bagi sebagian orang, jumlah penonton sebanyak 800 ribu di hari pertama tayang menjadi rekor penonton hari pertama terbanyak, bahkan mengalahkan Avengers: Infinity War yang sebelumnya bertengger di angka 545 ribu.Â
Tentu saja "kekalahan" Avengers ini mengundang decak kagum media Internasional, karena Thanos ternyata bisa begitu mudah dikalahkan oleh remaja bandel asal Bandung.
Film bergenre superhero pun siap berdatangan meramaikan perfilman nasional. Setelah Wiro Sableng cukup berhasil tahun lalu bahkan berhasil menggandeng 20th Century Fox sebagai distributornya, selanjutnya ada Gundala, Satria Dewa Gatotkaca serta Si Buta dari Gua Hantu yang siap menghibur para penonton Indonesia. Tentunya ini menjadi angin segar bagi perfilman tanah air, di mana euforia superhero Hollywood akhirnya membangkitkan semangat sineas kita untuk menghidupkan karakter superhero lokal.
Mungkin beberapa tahun yang lalu kita "boleh" apatis dan cenderung menyepelekan film-film nasional karena begitu didominasi film-film yang digarap asal dan tak maksimal. Namun sekarang, tak bisa dipungkiri film nasional perlahan mulai bisa menjadi raja di negeri sendiri berkat meningkatnya kualitas cerita dan produksi. Jika sudah begitu, masih mau menyepelekan film nasional?
Infrastruktur Bioskop yang Semakin Baik
Sejatinya tak hanya soal SDM ataupun teknis dalam film yang membuat perfilman nasional kita berkembang. Bioskop sebagai penyedia layanan pemutaran film juga menjadi komponen yang tak bisa diabaikan begitu saja. Bioskop jelas berperan penting dalam menghadirkan banyak penonton hingga memunculkan penonton-penonton baru yang sebelumnya hanya bisa menikmati film di rumah.