Menimbulkan Pro dan Kontra
Namun terlepas dari rencana Garuda yang akan mengembangkan konsep akustikan di pesawat, juga terlepas dari beberapa poin usulan yang saya sebutkan di atas, sejatinya rencana Garuda ini sudah menuai pro dan kontra terlebih dahulu.
Dilihat dari reply-an di twitter Garuda Indonesia, hampir 90% menolak keberadaan live akustik di dalam pesawat. Bahkan hanya ditemukan 1-2 orang saja yang memuji konsep yang dikenalkan Garuda Indonesia ini.
Alasannya karena selain mengganggu waktu istirahat, bunyi musik yang terlalu berisik berpotensi membuat balita menangis. Selain itu, jika sound system atau alat musik tak memadai seperti yang dimiliki band-band yang tampil Southwest Airlines, maka bunyi alat musik akan menjadi tidak maksimal dan cenderung mengganggu.
Belum Teruji Benar
Usulan hiburan versi saya pun sejatinya belum tentu sesuai mengingat butuh banyak biaya untuk merubah ekosistem platform secara keseluruhan. Hanya saja, alasan akustikan untuk menggaet milenial saya rasa memang kurang cocok. Milenial sudah cukup pergi ke kafe untuk menikmati akustikan, sementara untuk menggaet mereka agar naik pesawat rasanya masih banyak cara yang lebih efektif.
Memang usulan saya perihal tersedianya jaringan wifi, siaran Netflix dan pustaka musik dari platform Spotify atau Joox merupakan usulan sederhana. Milenial pun sudah banyak yang berlangganan sendiri. Â
Hanya saja, melihat brand-brand global yang lekat dengan anak muda tersebut bekerjasama dengan maskapai nasional, pasti akan meningkatkan rasa bangga dan tentunya brand awareness di kalangan milenial. Apalagi layanan spesial brand-brand tersebut saat ini baru bisa dirasakan jika menggunakan maskapai asing.
Maka update status yang berisi pengalaman merasakan layanan tersebut di atas pesawat jelas akan dilakukan. Maskapai pun akan semakin difavoritkan milenial melalui kekuatan viral media sosial. Apalagi, jika hal seperti ini diviralkan oleh para youtuber atau selebgram. Pasti akan semakin baik lagi hasilnya.