Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Mortal Engines", Kritik Sosial dalam Distopia Kota Pemangsa

5 Desember 2018   12:57 Diperbarui: 7 Desember 2018   16:14 1400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Poin Negatif

scmp.com
scmp.com
Meskipun diangkat dari novel best seller yang mendapat banyak penghargaan, film ini sejatinya kembali mengangkat sebuah tema yang cukup membosankan. Gambaran distopia dunia masa depan nyatanya sudah terlalu banyak digambarkan di berbagai film. Kritik sosialnya pun cenderung hampir sama dengan apa yang digambarkan oleh film lainnya dengan tema sejenis.  Jadi, meskipun menggunakan latar kota bergerak yang berbeda serta kritikan sosial yang cukup relevan, sejatinya film ini tidak menghasilkan sebuah cerita yang benar-benar segar.

Pun banyaknya karakter yang diperkenalkan cenderung membuat film ini tidak fokus di pengembangan beberapa karakter yang sejatinya cukup penting. Namun mungkin itu merupakan salah satu trik sutradara untuk menggarap potensi sekuel di masa depan.

Selain itu, sederhananya konflik yang terjadi menyebabkan film ini nampak tidak memiliki sebuah titik balik yang cukup untuk menciptakan adegan pamungkas yang spesial. Tidak buruk memang, bahkan bisa dibilang tetap seru. Hanya saja akhir kisahnya rasanya kurang greget untuk ukuran film yang sudah menyajikan sajian epik sejak awal.

Sebenarnya ada satu hubungan yang unik antara Hester Shaw dan tokoh antagonis, Shrike(Stephen Lang). Namun entah mengapa, adegan kilas balik yang menggambarkan eratnya hubungan mereka di masa lalu nampak biasa saja dan kurang dalam. Padahal hubungan mereka berpotensi memiliki sisi emosional yang kuat untuk film ini.

Apalagi, salah satu adegan akhir antara mereka berdua cukup melankolis. Namun sayang, hal tersebut nampaknya tidak cukup dalam untuk menguras emosi penonton dan berakhir menjadi adegan klise saja.

Penutup

gameaxis.com
gameaxis.com

Mortal Engines dan kritik sosial dalam distopia kota pemangsanya memang tidak menyajikan sesuatu yang segar dari sisi cerita. Perebutan kekuasaan antara bangsa kuat dan lemah, pembalasan dendam masa lalu, hingga petualangan di dunia masa depan yang kaya unsur fantasi, jelas sudah lebih dulu digambarkan di berbagai film post-apocalyptic lainnya. Namun dari sisi visual dan intensitas ketegangan serta aksi yang memukau, film ini masih menyajikannya dengan baik.

Film ini juga masih menyajikan pertempuran epik khas Peter Jackson meskipun memang tidak semegah LOTR ataupun seperti pertempuran terakhir King Kong yang menguras emosi. Terlalu sederhananya konflik yang terjadi menyebabkan beberapa adegan tampak biasa meskipun sajian visualnya luar biasa.

Namun begitu, film ini tetap bisa menjadi alternatif tontonan di minggu ini sebelum serangan Aquaman dan film keluarga seperti Bumblebee dan Marry Poppins memenuhi layar bioskop. Apalagi bagi para penggemar film aksi fantasi dan juga penggemar setia film-film Peter Jackson, nampaknya wajib untuk menonton film ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun