Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

"Simulation Theory" dan Sensasi Berkelana ke Dunia Virtual bersama Muse

15 November 2018   02:19 Diperbarui: 15 November 2018   03:30 1869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Store.warnermusic.com.au

Burn like a slave
Churn like a cog
We are caged in simulations
Algorithms evolve
Push us aside and render us obsolete
This means war with your creation

Algorithm-Muse

Itulah sepenggal lirik lagu terbaru Muse berjudul Algorithm yang sepintas progresi chord nya mirip dengan chord pembuka lagu Space Dementia di album Origin of Symmetry.

Algorithm menjadi lagu pembuka di album terbaru mereka bertajuk Simulation Theory yang dirilis awal November ini. Simulation Theory juga menjadi album ke-8 sepanjang karir bermusik mereka yang dirintis sejak tahun 1994 dan memulai debut full albumnya di tahun 1999 lewat album Showbiz.

Muse dengan musiknya yang unik, juga dikenal sebagai band rock yang selalu menyelipkan kritik terhadap isu-isu yang berkembang di masyarakat seperti isu politik dan sosial serta mulai merambah ke isu perkembangan digital masa depan. Tapi yang pasti, Muse tidak melulu berbicara tentang cinta-cintaan dan hal itulah yang membuatnya memiliki keunikan dan fans setianya tersendiri.

Dan lewat Simulation Theory, trio Matthew Bellamy, Chris Wolstenholme dan Dominic Howard ini semakin mengukuhkan diri mereka sebagai band rock papan atas yang tidak hanya melek tren teknologi namun juga tetap mempertahankan jati dirinya sendiri.

Simulation Theory

Sumber: Store.warnermusic.com.au
Sumber: Store.warnermusic.com.au
Dalam Simulation Theory, Muse masih menyampaikan kekhawatiran serta kritikannya pada perkembangan artifial intelligence ataupun dunia digital yang juga mengarah ke era robot.

Hal yang sebenarnya telah mereka suarakan secara lantang lewat album terakhir mereka, Drones. Namun kali ini Muse menyajikannya dengan nuansa petualangan layaknya berkelana ke dunia virtual.

Total 11 trek tersedia di album versi standard, 16 trek di album versi deluxe dan 21 trek di album versi super deluxe. Adapun yang membedakan antara versi standard, deluxe dan super deluxe adalah turut disertainya versi alternatif dari beberapa nomor lagu semacam Algorithm, Pressure, Propaganda dan The Dark Side.

Deretan Lagu yang Membawa Kita Berpetualang

Simulation Theory sejatinya menjadi wadah petualangan baru bagi Muse dalam menciptakan warna baru musiknya.

Synthesizer dengan looping dan programmingnya sangat dominan pada setiap nomor trek yang ada dan tentu saja menyajikan warna musik khas musik rock elektronik era 80-an. Hal ini juga semakin membuat siapapun pendengarnya merasakan sensasi berpetualang ke dunia virtual.

Sumber: Allmusic.com
Sumber: Allmusic.com
Memang penggunaan synth yang lebih kental sudah mulai terasa pada album Resistance dan The 2nd Law. Hanya saja, Muse sempat mengembalikan tema rock klasik pada album Drones 3 tahun lalu, sebelum mengembalikannya lagi ke warna yang lebih baru lewat album Simulation Theory ini.

Coba saja dengarkan trek Algorithm. Komposisi musik yang dominan Synthesizer serta dentuman efek pada bass, dengan sesekali muncul dentingan piano khas Matthew Bellamy seakan membawa kita ke dalam dunia film sci-fi seperti Tron, Terminator, Back to the Future, bahkan serial yang cukup populer yaitu Stranger Things. 

Pun lagu Pressure serta Propaganda menyajikan sensasi komposisi yang mirip dengan tembang lawas mereka semisal Supermassive Black Hole dan Undisclosed Desire. Dengan tambahan sentuhan khas Timbaland, Propaganda menjadi lagu yang cukup unik untuk didengarkan.

Diawali dengan riff macho layaknya lagu-lagu milik Rage Against the Machine, namun kemudian berubah dengan ketukan drum ala hip hop dan suara falseto Matt Bellamy yang menghipnotis.

Album ini juga menyajikan komposisi musik Muse yang berbeda dalam lagu Get Up dan Fight. Aransemen dan progresi chord lagu ini nampak mirip dengan lagu-lagu rock yang dibawakan band-band semacam The Used, Bullet for My Valentine ataupun One Ok Rock dari Jepang. 

Sumber: Rollingstone.com
Sumber: Rollingstone.com
Namun harus diakui aransemen lagu tersebut memang tipikal aransemen stadium scale. Sehingga lagu ini sangat cocok menjadi lagu tema event olahraga besar atau lagu penutup konser mereka yang megah. Bahkan bisa juga menjadi lagu tema yang menyemangati kita di Senin pagi, yang mungkin masih terbayang nostalgi gegoleran di minggu pagi.

Selain itu jika kita mendengarkan album super deluxenya, maka akan lebih lagi disuguhkan sensasi berpetualang ke dunia virtual ala film sci-fi lewat versi alternatif lagu-lagu mereka.

Contohnya versi alternatif Algorithm, aransemennya mengingatkan kita akan scoring yang diciptakan Hanz Zimmer pada film-film seperti Dark Knight Trilogy, Inception dan Interstellar. Juga aransemen lagu Pressure yang menggabungkan unsur magis brass section dan serunya marching band berkat sajian kolaboratifnya bersama UCLA Bruin Marching Band.

Oh iya, Something Human juga wajib jadi nomor favorit. Muse menyajikan lagu akustik ballad yang mengingatkan kita akan warna musik One Republic. Jarang-jarang Muse menyajikan lagu ballad sejak lagu Blackout dan Soldier's Poem.

Meski Baru Tapi Tetap Dengan Rasa Muse

Sumber: Variety.com
Sumber: Variety.com
Yang patut diacungi jempol dari album ini adalah masih dipertahankannya warna unik dari Muse alih-alih membuat komposisi elektronik yang nampak seragam dengan band-band lainnya. Muse masih berada di tengah-tengah layaknya yang disampaikan Matt Bellamy pada Variety.

"We're a band in that transitional period between a 50-year cycle of rock and what could be a 50-year cycle of laptop music,"- Matthew Bellamy pada wawancaranya dengan Variety

Memang untuk ukuran Muse, album ini terhitung lebih soft dan ngepop dibanding album-album mereka sebelumnya. Namun di sisi lain, album ini sama sekali tidak menghilangkan ciri khas Muse layaknya Maroon 5 di album terbaru mereka.

Singkat kata, kita tidak akan bingung untuk mengidentifikasi Muse dengan musik barunya meskipun kali ini lebih elektronik.

Album Pertama Tanpa Produser Musik Rock

Unsur pop dan kesan retro album ini tak lepas dari pengaruh produser album mereka yang kali ini rekam jejaknya lebih banyak menggarap musik pop dan RnB dibanding rock. Bahkan ini pertama kalinya Muse bekerjasama dengan produser lagu-lagu pop dan RnB.

Timbaland (Sumber: vibe.com)
Timbaland (Sumber: vibe.com)
Jika pada album Drones misalnya, mereka menggaet Mutt Lang yang telah dikenal reputasinya kala menggarap beberapa album musisi rock legendaris semisal AC/DC, Nickelback dan Def Leppard, maka di album ini Muse justru menggaet trio produser pop yaitu Timbaland, Shellback dan Mike Elizondo. Mereka bertiga dikenal karena reputasinya menggarap album-album musisi populer semisal Taylor Swift, Rihanna, Jay Z dan One Republic. Jadi, sudah jelas kan mengapa album mereka kali ini ngepop banget?

Cover Album yang Artistik

Nuansa elektronik album ini juga diperkuat dengan desain album yang cukup futuristik. Menggabungkan warna-warni neon serta kolase foto personil dan berbagai karakter yang nampak seperti pada film-film science fiction, tentu semakin menambah suasana layaknya dunia virtual reality.

Desain covernya mengingatkan kita akan desain poster film Tron,Ready Player One dan setial tv Stranger Things. Hal itu dikarenakan adanya campur tangan desainer poster serial tv Stranger Things yang ikonik, Kyle Lambert.

Penutup

Pada akhirnya Simulation Theory berhasil memberikan warna baru bagi Muse tanpa menghilangkan ciri khas mereka. Meskipun bukan album terbaik mereka serta tidak adanya nomor lagu yang benar-benar langsung mencuri perhatian layaknya lagu lawas mereka seperti Hysteria, Time is Running Out dan Plug in Baby, namun gebrakan Muse ini patut dinikmati.

Sumber: Independent.com
Sumber: Independent.com
Simulation Theory jelas diharapkan bisa menggaet pendengar baru yang saat ini lebih terbiasa mendengarkan musik elektronik. Pun bagi pendengar setianya, Simulation Theory seakan memberi alternatif baru dalam menikmati karya terbaru Muse yang juga layak untuk dikoleksi.

Mau tidak mau, siap tidak siap, inilah Muse dengan tampilan baru yang lebih segar. Muse yang tetap nge-rock namun juga tak lupa bermain di ranah looping dan programming. 

Jadi, selamat mendengarkan dan menikmati komposisi elektronik yang kental. Dan nikmati sensasi berkelana ke dunia virtual bersama Muse.

Salam Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun