Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Bohemian Rhapsody, Film Biopik yang Menghibur dan Sarat Nostalgia

29 Oktober 2018   14:42 Diperbarui: 31 Oktober 2018   13:55 1673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dewasa ini rasanya hanya segelintir orang yang tidak mengenal band rock legendaris asal Inggris, Queen. Karya-karyanya yang jenius dan berbeda dari band lawas kebanyakan, pesona sang vokalis Freddie Mercury, serta aksi panggung kharismatik, menjadi beberapa alasan mengapa band ini sangat dikenal dan digandrungi penikmat musik lintas generasi.

Tak terhitung juga berbagai penghargaan yang telah diterima Queen, entah pada ajang penghargaan musik British ataupun penghargaan Internasional termasuk Grammy Awards. 

Kepopuleran serta kesuksesan band tersebut, pada akhirnya menarik minat Bryan Singer untuk menyutradarai film biopik Queen yang berpusat pada diri sang vokalis Freddie Mercury berjudul Bohemian Rhapsody.

Meskipun menurut rumor yang beredar Bryan Singer tidak pernah menunjukkan batang hidungnya selama proses syuting berlangsung hingga harus digantikan oleh sutradara lain, nyatanya nama Bryan Singer tetap tercatat sebagai sutradara tunggal film ini.

Indonesia akan mendapatkan jadwal tayang film ini di hari Rabu tanggal 31 Oktober 2018 atau lebih cepat 2 hari dari tanggal tayang di negeri Paman Sam.

Sementara midnight special screeningnya sendiri sudah dilaksanakan Sabtu lalu di beberapa bioskop pilihan di Jakarta. Dan pada tulisan kali ini, seperti biasa saya akan coba mengulas berbagai hal pada film ini.

Sinopsis

Indianexpress.com
Indianexpress.com
Bohemian Rhapsody merupakan biopik band Queen dimana berfokus pada kisah sang vokalis utama, Freddie Mercury(Rami Malek). Pertemuan awal dengan member band Smile yaitu Brian May(Gwilym Lee) dan Roger Taylor(Ben Hardy) yang baru saja ditinggal vokalis utamanya, membuat mereka akhirnya membentuk band baru dengan nama Queen. John Deacon(Joseph Mazello) kemudian direkrut belakangan untuk mengisi posisi pemain bass.

Bersama-sama mereka berjuang menembus dapur rekaman hingga menjadi band papan atas dunia. Meskipun dalam perjalanannya kerap mengalami rintangan dan percekcokan terkait perbedaan visi, pada akhirnya event Live Aid menjadi bukti kebesaran nama mereka di panggung musik dunia.

Live Aid akan menjadi salah satu konser terakhir dan terbesar mereka yang tidak akan terlupakan.

Nostalgia yang Menghibur Bagi Para Fans Queen

Awardscircuit.com
Awardscircuit.com
Film ini cukup sukses menyajikan deretan lagu-lagu Queen yang tentunya membawa nostalgia tersendiri bagi para fans nya. Bagaimana tidak, di sepanjang film kita disuguhi lagu-lagu legendaris seperti Killer Queen, Somebody to love, Another One Bites the Dust, bahkan Doing All Right yang merupakan lagu milik band Smile sebelum diperkuat Freddie Mercury dan berganti nama menjadi Queen. 

Bagi para fans garis keras, deretan lagu-lagu di film ini jelas menjadi ajang sing along selama di bioskop. Bagi para penggemar baru Queen khususnya milenial, kehadiran lagu-lagu di film ini pasti membuat penasaran untuk mendengarkan lagu-lagu Queen lainnya. 

Sinematografi yang dinakhodai Newton Thomas Sigel juga sangat baik. Newton yang juga sudah pernah berkerjasama dengan Bryan Singer di trilogi X-Men, mampu menampilkan suasana konser yang megah berkat permainan kamera melebarnya. 

Pun penggunaan warna yang cenderung hangat atau sephia membuat penonton ikut terbawa ke dalam suasana masa lalu. Singkatnya, kita seperti disuguhi sajian konser Queen di layar lebar.

Reka Ulang Konser Live Aid yang Luar Biasa

Dokumentasi time.com
Dokumentasi time.com
Yang membuat saya takjub terhadap film ini adalah reka ulang konser Live Aid di stadion Wembley tahun 1985 yang luar biasa mirip. Seperti kita tahu, Live Aid merupakan konser amal kolaboratif yang juga diisi berbagai musisi legendaris dunia seperti David Bowie dan Elton John. 

Live Aid juga merupakan salah satu konser di tahun-tahun terakhir Queen sebelum ditinggal Freddie Mercury untuk selama-lamanya. Konon, penampilan Queen selama 25 menit di panggung tersebut menjadi penampilan terbaik mereka yang bahkan diakui oleh banyak musisi dunia. Bahkan pendapatan donasi Live Aid meningkat berkali-kali lipat berkat penampilan mereka yang memukau.

Pujian patut disematkan terhadap jajaran tim produksi juga tim set dekorasi yaitu Lucy Howe dan Anna Lynch-Robinson yang mampu menampilkan panggung Live Aid di stadion Wembley dengan sangat otentik. 

Bagi yang sudah pernah menyaksikan konser Queen di Live Aid, pasti akan sangat takjub melihat detail yang disajikan film ini. Mulai dari deretan jurnalis di bagian depan panggung hingga posisi minuman bir dan Pepsi diatas piano Freddie Mercury, semuanya ditampilkan dengan sangat akurat. 

Sky.news.com
Sky.news.com
Jangan lupa juga, penampilan Rami Malek benar-benar membuat Freddie Mercury seakan-akan hidup kembali, sangat mirip. Gaya bernyanyinya kala menyanyikan nomor lagu semisal Radio Gaga dan Hammer to Fall benar-benar akurat seperti footage aslinya.

Cukup Gagal Sebagai Film Biopik

Variety.com
Variety.com
Jujur saja, film ini cenderung gagal jika menyebutnya sebagai biopik. Bohemian Rhapsody nampak kebingungan untuk meyajikan sebuah cerita perjalanan yang menginspirasi dari sebuah band atau musisi. 

Jika menyebutnya sebagai biopik band Queen, rasanya tidak sesuai karena banyaknya adegan yang diceritakan terlalu cepat serta tidak maksimalnya pengembangan cerita perjalanan band Queen itu sendiri. Pun porsi latar belakang masing-masing personel tidak pernah diceritakan secara detail. 

Contoh paling mudah adalah kehadiran sang pemain bass, John Deacon. John nampak tiba-tiba hadir dalam formasi Queen, tanpa ada penceritaan yang detail tentang proses masuk ataupun proses pemilihan dirinya sebagai pemain bass. Juga Brian May yang sejatinya memiliki peran tak kalah penting dalam perkembangan Queen pun tidak terlalu ditonjolkan di film ini.

Selain itu, contoh lainnya adalah soal lagu-lagu yang diproduksi Queen. Dalam film biopik musisi biasanya penceritaan latar belakang lagu hits mereka menjadi sajian utama yang menginspirasi. 

Namun di film ini, setiap lagu yang muncul nampak seperti deretan medley tanpa ada emosi yang kuat di dalamnya. Saya pun sebenarnya mengharapkan akan ada penjelasan detail perihal inspirasi pembuatan lagu Bohemian Rhapsody yang juga menjadi judul film ini, atau kenapa bisa membuat lirik yang begitu "aneh" pada lagu tersebut hingga progresi chord yang tidak biasa tercipta pada lagu tersebut. 

Rappler.com
Rappler.com
Namun nyatanya, Bohemian Rhapsody mendapatkan perlakuan sama seperti lagu lainnya yang ditampilkan dalam film ini yaitu singkat, klise dan hanya menjelaskan proses produksinya di studio. 

Praktis Bohemian Rhapsody hanya dijelaskan sebagai single dengan durasi terpanjang dari album termahal pada masa itu, padahal penonton dan fans menginginkan sesuatu yang lebih personal soal lagu tersebut dibanding visualisasi pengetahuan yang sebenarnya bisa dengan mudah dicari di jagat maya.

Jika menyebut film ini sebagai biopik Freddie Mercury pun nampaknya juga kurang sesuai. Diluar performa Rami Malek sebagai Freddie Mercury yang memang patut diacungi jempol, buruknya skenario film ini menyebabkan sisi lain Freddie Mercury yang mungkin ditunggu penonton tidak pernah diceritakan secara mendetail. 

Contohnya adalah tentu kita ingin tahu alasan Farrokh yang lahir dari keluarga imigran kemudian memilih untuk menggunakan nama Freddie Mercury. Namun di film ini justru penggantian nama tersebut hanya disebutkan sesaat tanpa adanya pendekatan emosional yang seharusnya ditampilkan. 

slashfilm.com
slashfilm.com
Selain itu, kita tentu ingin tahu bagaimana kondisi, perjuangan, serta kesulitan yang dialaminya ketika diketahui mengidap penyakit Aids.

Namun alih-alih memberikan gambaran detail yang mungkin saja berpotensi menguras emosi ketika menyaksikannya, justru latar belakang kehidupan sex nya sebagai gay hingga akhirnya diketahui mengidap Aids, hanya ditampilkan sebagai pelengkap tanpa ada punchline yang maksimal terkait tragedi yang dialaminya.

Rami Malek Tampil Sempurna

Spin.com
Spin.com
Tidak bisa dipungkiri, di luar segala kekurangannya film ini memang terselamatkan oleh performa gemilang Rami Malek. Mengalahkan nama besar lainnya yang digadang-gadang menjadi calon kuat pemeran Freddie Mercury yaitu Sacha Baron Cohen dan Ben Whishaw, Rami memang menunjukkan kelasnya di film ini sehingga sangat layak memerankan karakter roker nyentrik dan berkumis tersebut.

Aksen Inggrisnya juga sangat baik dan meyakinkan, padahal Rami merupakan keturunan Mesir-Amerika. Dari gestur tubuh hingga cara bicara, bisa dipastikan sangat otentik dengan Freddie Mercury. 

Meskipun di film ini Rami Malek tidak bernyanyi layaknya Joaquin Phoenix di film biopik Johnny Cash, Walk The Line atau Jamie Foxx di film Ray, namun berkat pendalaman karakternya yang kuat dan meyakinkan menyebabkan kita tidak perduli bahwa itu bukan suara Rami melainkan lipsync.

Bahkan dilansir dari inews.co.uk, setahun sebelum filmnya diproduksi, Rami Malek juga menyempatkan diri untuk berlatih vokal dan piano. Dia ingin agar adegan bermain piano di film tampil akurat tanpa harus mengganti tangannya dengan pemeran pengganti. Singkatnya, Rami Malek betul-betul ingin menampilkan sosok Freddie Mercury hingga ke detail terkecilnya.

Penutup

Bravewords.com
Bravewords.com
Pada akhirnya Bohemian Rhapsody harus diakui sebagai film biopik yang cukup gagal memenuhi ekspektasi. Bohemian Rhapsody hanya nampak sebagai film yang menyajikan nostalgia lagu Queen berkat banyaknya lagu yang ditampilkan namun sedikit dalam penggalian kisah dibalik lagu-lagunya. 

Konflik yang ditampilkan juga kurang maksimal, entah konflik personal Freddie Mercury maupun konflik di dalam band nya. Sehingga pada beberapa adegan dimana seharusnya berpotensi memainkan emosi penontonnya, eksekusinya justru sangat mengecewakan.

Apalagi beberapa waktu lalu kita sudah disuguhi biopik Neil Armstrong dalam film First Man, yang memang maksimal dalam menceritakan sisi lain sang astronot galau tersebut. 

Juga film musikal A Star is Born yang menguras emosi penontonnya, jauh lebih maksimal pengeksekusiannya dibandingkan Bohemian Rhapsody ini. Sehingga menyaksikan film ini nampak biasa saja, meskipun memang cukup menghibur dan sarat nostalgia.

Hanya saja bagi para fans Queen dan penikmat musik, jelas ini merupakan tontonan wajib. Menjadi tontonan yang menghibur untuk disaksikan sepulang kantor atau ketika berakhir pekan.

Apalagi, tersedia lirik di layar bioskop kala muncul lagu-lagunya. Dijamin akan membuat penonton bernyanyi bersama di sepanjang film. Dan bagi milenial yang belum mengenal Queen, tontonlah film ini. Setidaknya, kalian akan lebih mengerti bahwa di masa lalu kita pernah memiliki musisi rock yang karya-karyanya out of the box dan bisa dinikmati lintas generasi. 

Lupakan sejenak musik EDM yang sudah terlalu lama "mengganggu" eksistensi rock di industri musik dunia. Resapi musik rock khas Queen dan nikmatilah wahana kapsul waktu yang membawa kita ke masa keemasan Queen dalam film Bohemian Rhapsody ini.

Selamat menonton. Salam kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun