Dewasa ini rasanya hanya segelintir orang yang tidak mengenal band rock legendaris asal Inggris, Queen. Karya-karyanya yang jenius dan berbeda dari band lawas kebanyakan, pesona sang vokalis Freddie Mercury, serta aksi panggung kharismatik, menjadi beberapa alasan mengapa band ini sangat dikenal dan digandrungi penikmat musik lintas generasi.
Tak terhitung juga berbagai penghargaan yang telah diterima Queen, entah pada ajang penghargaan musik British ataupun penghargaan Internasional termasuk Grammy Awards.Â
Kepopuleran serta kesuksesan band tersebut, pada akhirnya menarik minat Bryan Singer untuk menyutradarai film biopik Queen yang berpusat pada diri sang vokalis Freddie Mercury berjudul Bohemian Rhapsody.
Meskipun menurut rumor yang beredar Bryan Singer tidak pernah menunjukkan batang hidungnya selama proses syuting berlangsung hingga harus digantikan oleh sutradara lain, nyatanya nama Bryan Singer tetap tercatat sebagai sutradara tunggal film ini.
Indonesia akan mendapatkan jadwal tayang film ini di hari Rabu tanggal 31 Oktober 2018 atau lebih cepat 2 hari dari tanggal tayang di negeri Paman Sam.
Sementara midnight special screeningnya sendiri sudah dilaksanakan Sabtu lalu di beberapa bioskop pilihan di Jakarta. Dan pada tulisan kali ini, seperti biasa saya akan coba mengulas berbagai hal pada film ini.
Sinopsis
Bersama-sama mereka berjuang menembus dapur rekaman hingga menjadi band papan atas dunia. Meskipun dalam perjalanannya kerap mengalami rintangan dan percekcokan terkait perbedaan visi, pada akhirnya event Live Aid menjadi bukti kebesaran nama mereka di panggung musik dunia.
Live Aid akan menjadi salah satu konser terakhir dan terbesar mereka yang tidak akan terlupakan.
Nostalgia yang Menghibur Bagi Para Fans Queen
Bagi para fans garis keras, deretan lagu-lagu di film ini jelas menjadi ajang sing along selama di bioskop. Bagi para penggemar baru Queen khususnya milenial, kehadiran lagu-lagu di film ini pasti membuat penasaran untuk mendengarkan lagu-lagu Queen lainnya.Â
Sinematografi yang dinakhodai Newton Thomas Sigel juga sangat baik. Newton yang juga sudah pernah berkerjasama dengan Bryan Singer di trilogi X-Men, mampu menampilkan suasana konser yang megah berkat permainan kamera melebarnya.Â
Pun penggunaan warna yang cenderung hangat atau sephia membuat penonton ikut terbawa ke dalam suasana masa lalu. Singkatnya, kita seperti disuguhi sajian konser Queen di layar lebar.
Reka Ulang Konser Live Aid yang Luar Biasa
Live Aid juga merupakan salah satu konser di tahun-tahun terakhir Queen sebelum ditinggal Freddie Mercury untuk selama-lamanya. Konon, penampilan Queen selama 25 menit di panggung tersebut menjadi penampilan terbaik mereka yang bahkan diakui oleh banyak musisi dunia. Bahkan pendapatan donasi Live Aid meningkat berkali-kali lipat berkat penampilan mereka yang memukau.
Pujian patut disematkan terhadap jajaran tim produksi juga tim set dekorasi yaitu Lucy Howe dan Anna Lynch-Robinson yang mampu menampilkan panggung Live Aid di stadion Wembley dengan sangat otentik.Â
Bagi yang sudah pernah menyaksikan konser Queen di Live Aid, pasti akan sangat takjub melihat detail yang disajikan film ini. Mulai dari deretan jurnalis di bagian depan panggung hingga posisi minuman bir dan Pepsi diatas piano Freddie Mercury, semuanya ditampilkan dengan sangat akurat.Â
Cukup Gagal Sebagai Film Biopik
Jika menyebutnya sebagai biopik band Queen, rasanya tidak sesuai karena banyaknya adegan yang diceritakan terlalu cepat serta tidak maksimalnya pengembangan cerita perjalanan band Queen itu sendiri. Pun porsi latar belakang masing-masing personel tidak pernah diceritakan secara detail.Â
Contoh paling mudah adalah kehadiran sang pemain bass, John Deacon. John nampak tiba-tiba hadir dalam formasi Queen, tanpa ada penceritaan yang detail tentang proses masuk ataupun proses pemilihan dirinya sebagai pemain bass. Juga Brian May yang sejatinya memiliki peran tak kalah penting dalam perkembangan Queen pun tidak terlalu ditonjolkan di film ini.
Selain itu, contoh lainnya adalah soal lagu-lagu yang diproduksi Queen. Dalam film biopik musisi biasanya penceritaan latar belakang lagu hits mereka menjadi sajian utama yang menginspirasi.Â
Namun di film ini, setiap lagu yang muncul nampak seperti deretan medley tanpa ada emosi yang kuat di dalamnya. Saya pun sebenarnya mengharapkan akan ada penjelasan detail perihal inspirasi pembuatan lagu Bohemian Rhapsody yang juga menjadi judul film ini, atau kenapa bisa membuat lirik yang begitu "aneh" pada lagu tersebut hingga progresi chord yang tidak biasa tercipta pada lagu tersebut.Â
Praktis Bohemian Rhapsody hanya dijelaskan sebagai single dengan durasi terpanjang dari album termahal pada masa itu, padahal penonton dan fans menginginkan sesuatu yang lebih personal soal lagu tersebut dibanding visualisasi pengetahuan yang sebenarnya bisa dengan mudah dicari di jagat maya.
Jika menyebut film ini sebagai biopik Freddie Mercury pun nampaknya juga kurang sesuai. Diluar performa Rami Malek sebagai Freddie Mercury yang memang patut diacungi jempol, buruknya skenario film ini menyebabkan sisi lain Freddie Mercury yang mungkin ditunggu penonton tidak pernah diceritakan secara mendetail.Â
Contohnya adalah tentu kita ingin tahu alasan Farrokh yang lahir dari keluarga imigran kemudian memilih untuk menggunakan nama Freddie Mercury. Namun di film ini justru penggantian nama tersebut hanya disebutkan sesaat tanpa adanya pendekatan emosional yang seharusnya ditampilkan.Â
Namun alih-alih memberikan gambaran detail yang mungkin saja berpotensi menguras emosi ketika menyaksikannya, justru latar belakang kehidupan sex nya sebagai gay hingga akhirnya diketahui mengidap Aids, hanya ditampilkan sebagai pelengkap tanpa ada punchline yang maksimal terkait tragedi yang dialaminya.
Rami Malek Tampil Sempurna
Aksen Inggrisnya juga sangat baik dan meyakinkan, padahal Rami merupakan keturunan Mesir-Amerika. Dari gestur tubuh hingga cara bicara, bisa dipastikan sangat otentik dengan Freddie Mercury.Â
Meskipun di film ini Rami Malek tidak bernyanyi layaknya Joaquin Phoenix di film biopik Johnny Cash, Walk The Line atau Jamie Foxx di film Ray, namun berkat pendalaman karakternya yang kuat dan meyakinkan menyebabkan kita tidak perduli bahwa itu bukan suara Rami melainkan lipsync.
Bahkan dilansir dari inews.co.uk, setahun sebelum filmnya diproduksi, Rami Malek juga menyempatkan diri untuk berlatih vokal dan piano. Dia ingin agar adegan bermain piano di film tampil akurat tanpa harus mengganti tangannya dengan pemeran pengganti. Singkatnya, Rami Malek betul-betul ingin menampilkan sosok Freddie Mercury hingga ke detail terkecilnya.
Penutup
Konflik yang ditampilkan juga kurang maksimal, entah konflik personal Freddie Mercury maupun konflik di dalam band nya. Sehingga pada beberapa adegan dimana seharusnya berpotensi memainkan emosi penontonnya, eksekusinya justru sangat mengecewakan.
Apalagi beberapa waktu lalu kita sudah disuguhi biopik Neil Armstrong dalam film First Man, yang memang maksimal dalam menceritakan sisi lain sang astronot galau tersebut.Â
Juga film musikal A Star is Born yang menguras emosi penontonnya, jauh lebih maksimal pengeksekusiannya dibandingkan Bohemian Rhapsody ini. Sehingga menyaksikan film ini nampak biasa saja, meskipun memang cukup menghibur dan sarat nostalgia.
Hanya saja bagi para fans Queen dan penikmat musik, jelas ini merupakan tontonan wajib. Menjadi tontonan yang menghibur untuk disaksikan sepulang kantor atau ketika berakhir pekan.
Apalagi, tersedia lirik di layar bioskop kala muncul lagu-lagunya. Dijamin akan membuat penonton bernyanyi bersama di sepanjang film. Dan bagi milenial yang belum mengenal Queen, tontonlah film ini. Setidaknya, kalian akan lebih mengerti bahwa di masa lalu kita pernah memiliki musisi rock yang karya-karyanya out of the box dan bisa dinikmati lintas generasi.Â
Lupakan sejenak musik EDM yang sudah terlalu lama "mengganggu" eksistensi rock di industri musik dunia. Resapi musik rock khas Queen dan nikmatilah wahana kapsul waktu yang membawa kita ke masa keemasan Queen dalam film Bohemian Rhapsody ini.
Selamat menonton. Salam kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H