The Night Comes for Us atau disingkat TNCFU garapan sutradara Timo Tjahjanto yang dirilis Jumat lalu, tanggal 19 Oktober 2018, mengundang sejumlah reaksi warga net di sosial media khsusnya Twitter.Â
Kebanyakan merupakan reaksi kekecewaan akibat sulitnya akses untuk menonton film tersebut terutama bagi mereka yang menggunakan provider Telkomsel ataupun jaringan internet fiber indiehome milik Telkom. Ya, TNCFU memang hanya ditayangkan di Netflix yang notabene diblokir oleh Telkom Group.
Maka ketika Telkom dan Telkomsel masih memblokir layanan streaming Netflix ini, sontak media sosial Twitter ramai "menyerang" akun media sosial Telkom Group tersebut yaitu @TelkomCare, @Telkomindonesia dan @Telkomsel, menuntut untuk dibukakan blokirnya. Bahkan pantauan saya hingga pagi ini, 25 September, kicauan soal Netflix dan Telkom serta Telkomsel, masih menyeruak di Twitter. Coba saja ketikkan kata kunci "Telkom Netflix" atau "Telkomsel Netflix", pasti akan banyak kicauan soal kekecewaan konsumen terhadap pemblokiran Netflix.
Menarik ketika akun customer service ini menyebutkan kata regulasi pemerintah. Dimana sejak tahun 2016 atau pertama kali Netflix masuk ke Indonesia, pemerintah melalui menkominfo Rudiantara dan juga dibantu oleh mendikbud yang pada saat itu yang masih dijabat oleh Anies Baswedan, sebenarnya masih menggodok aturan soal Netflix ini yang bahkan belum selesai sampai sekarang, khususnya untuk hal-hal yang berhubungan dengan sensor. Jadi memang sebenarnya belum ada ketuk palu terkait pemblokiran Netflix di Indonesia ini.
Tentunya hal ini cukup lucu, dimana jika memang menggunakan alasan tidak sesuai regulasi pemerintah, harusnya provider lain juga sepakat bahkan wajib untuk memblokir. Tapi nyatanya, baik XL, Indosat, dan Tri justru tidak ada yang memblokir layanan Netflix. Bahkan terbukti baik XL, Indosat ataupun Tri mengalami peningkatan jumlah trafik ketika Netflix dirilis di Indonesia.
Dikutip dari berita cnn.com tahun 2016, Presiden Direktur XL Axiata Dian Siswarini bahkan tidak mau memblokir netflix hanya karena ikut-ikutan. "Kenapa harus ikut-ikutan?", kata Dian. Karena pada dasarnya XL juga pasti akan memblokir bila ada arahan dari pemerintah. Berarti memang keputusan Telkom bukan karena regulasi pemerintah, namun regulasinya sendiri. Ini jelas murni terkait kesepakatan bisnis, bukan aturan pemerintah.
Memang pada berita yang diluncurkan Kompas tahun 2017, sebagai perusahaan milik negara, Telkom Group beralasan ingin memberikan contoh baik bahwa tidak bisa seenaknya perusahaan asing masuk tanpa mengikuti regulasi negara yang dimasukinya. Namun, jika dilihat dari berita tersebut, aturan yang ingin dibuat menkominfo (mohon maaf) nampak "jadul" dan tidak bisa mengikuti kebutuhan internet cepat masa kini. Aturan terlihat terlalu berbelit-belit dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk proses ketuk palunya. Ya konsumen keburu ketinggalan zaman.
Menarik juga ketika pelanggannya "dipaksa" untuk menggunakan layanan streaming lainnya seperti Hooq dan iFlix yang jelas-jelas memang berkerjasama secara eksklusif dengan Telkom Group, alih-alih memberikan kebebasan pelanggannya untuk menentukan sendiri layanan yang diinginkan. Disamping itu adanya proyek UseeTv yang dimiliki Telkom pada jaringan Indiehome nampaknya juga menjadi sebab kenapa Netflix urung masuk. Meskipun ditepis oleh Telkom, tak bisa dipungkiri pasti ada sedikit ketakutan apabila Netflix masuk, Usee TV yang jujur kontennya saya akui tidak begitu bagus, bisa makin tidak dilirik konsumen.Â
Oke, kisruh soal aturan pemerintah semisal harus membangun kantor perwakilan disini dan sebagainya, tidak akan saya bahas secara mendalam disini. Namun cukup menarik untuk membahas 3 poin utama yang terus didengungkan oleh Telkom Group terkait alasan mereka memblokir Netflix. Yaitu soal dugaan adanya konten pornografi, tidak ramah anak dan belum tersedianya konten asli Indonesia. Tentunya saya membahas dari kacamata awam.Â
Jadi, cukup menarik jika nantinya akan lahir diskusi di kolom komentar mengenai pandangan-pandangan dari teman-teman kompasianer yang juga praktisi teknologi atau hukum terkait belum berdamainya Telkom dan Netflix hingga saat ini. Mungkin bisa menambahkan, menyanggah bahkan mengoreksi pandangan awam saya ini.
Oke, berikut poin-poin pembahasannya;
Adanya Konten Pornografi
Sebenarnya agak membingungkan jika berbicara perihal konten pornografi. Karena pengertiannya sendiri bisa berbeda-beda. Jika yang dimaksud adalah adanya adegan dewasa dalam suatu film, tentu lah itu dalam konteks seni peran yang memang menyatu dalam film tersebut. Namun jika yang dimaksud merupakan film porno atau semi porno, rasanya saya tidak pernah menemukan itu di dalam Netflix. Malah justru di layanan streaming video bebas biaya semacam Youtube, konten pornografi jauh lebih banyak. Tapi nyatanya, Youtube tetap melenggang bebas tanpa masalah.
Untuk lebih jelasnya, saya akan coba membandingkan perihal dugaan adanya konten pornografi baik di layanan Netflix, Hooq, dan Iflix dengan mengetikkan kata kunci "porn" dan "sex".
Kemudian kita pindah ke iFlix. Hasilnya?Â
Hooq yang paling "bersih" dari dua layanan diatas. Karena hanya ada beberapa film hollywood disitu.
Malah iFlix dan Hooq yang tidak memiliki fitur keamanan apapun. Sehingga katalognya bebas diakses siapapun. Bukankah hal ini lebih berbahaya?
Konten Tidak Ramah Anak
Disini saya bisa pastikan, dari ketiga layanan tersebut, hanya Netflix yang konsisten menghadirkan konten ramah anak, bahkan memiliki nilai edukasi yang cukup tinggi. Misalnya serial The Magic School Bus yang mengajari anak-anak pelajaran matematika dengan cara yang menyenangkan, atau Ask the Storybots yang memberi penjelasan edukatif kepada anak-anak, semisal kenapa harus menyikat gigi dan lain sebagainya, yang disajikan dengan animasi unik dan tentunya masih banyak sajian edukatif untuk anak lainnya.
Sementara iFlix dan Hooq? Justru konten anak di layanan mereka sangat terbatas dan kurang menarik.
Tidak Ada Konten Indonesia
Kata siapa di Netflix tidak ada konten asli Indonesia? Meskipun masih sedikit dan kalah banyak dibanding Hooq ataupun iFlix, namun film Indonesia sudah mulai masuk ke Netflix satu per satu. Sepengamatan saya baru beberapa rumah produksi seperti Soraya dan Visinema yang rajin mengupdate katalog film Indonesia di Netflix.
Namun, kehadiran lebih banyak konten Indonesia nampaknya muncul tak lama lagi. Indikasinya selain dari diluncurkannya The Night Comes For Us, akun sosial media Netflix berbahasa Indonesia pun sudah diluncurkan. Selain itu, semua film Netflix saat ini juga sudah disediakan subtitle berbahasa Indonesia, hingga dipersiapkan kata kunci pencarian "Indonesian Movie & Tv Show".
Jadi, masih kurang mendukung konten Indonesia kah Netflix?
Murni Bisnis bukan Regulasi Pemerintah
Jadi, dilihat dari hal-hal diatas, jelas ini merupakan murni keputusan bisnis Telkom Group, namun dengan mengambil alasan regulasi pemerintah yang sejatinya juga belum pasti.
Mengingat pengguna internet terbesar di Indonesia menggunakan jaringan milik Telkom Group, maka pemblokiran Netflix jelas amat disayangkan oleh para pengguna dan dianggap sebagai keputusan satu arah yang cenderung tidak mendengarkan aspirasi pelanggannya. Wong sudah tersedia beragam pilihan menu di sebuah restoran bernama internet, penikmatnya pun memiliki uang lebih untuk mencicipi makanan terbaik, masa masih harus dipaksa untuk makan menu sesuai pilihan salah satu koki yang memang sudah bertahun-tahun menjadi langganan? Bisa sih berganti koki, tapi apa iya bisa secepat itu seseorang berpindah haluan? Tentu hal utama yang diharapkan adalah adanya pengertian dari si koki akan apa yang diinginkan pelanggannya. Itu saja.
Netflix yang Cerdik
Dibalik segala alasan pemblokiran diatas, menurut saya disini peran Netflix cukup cerdik bahkan bisa dikatakan cukup cerdas.
Netflix tahu, hubungannya dengan Telkom dan Telkomsel nampak menemui jalan buntu, sementara potensi pelanggan terbesar mereka berasal dari perusahaan tersebut, maka Netflix pun mengeluarkan senjata pamungkas bernama people power.
Ya, dengan kehadiran TNCFU dan berbagai konten Indonesia lainnya serta subtitle berbahasa Indonesia, Netflix jelas mengharapkan adanya ketertarikan lebih besar dari masyarakat Indonesia untuk mengakses Netflix. Dimana Netflix juga tahu, sebagian besar pengguna internet menggunakan provider si merah ini. Jadi, tentu saja diharapkan ada tekanan dari pengguna ke si provider untuk lekas membuka blokir nya.Â
Apakah ini sukses membuat si merah membuka blokirnya? Masih menarik untuk diikuti perkembangannya tentunya. Sejauh ini yang saya lihat hal ini cukup "sukses" di ranah media sosial. Terlihat bagaimana kewalahannya akun @TelkomCare, @Telkomindonesia dan @Telkomsel melayani pertanyaan pelanggan yang bahkan pertanyaan mereka jauh lebih kritis sehingga menyulitkan si customer service memberikan jawaban yang memuaskan.
Pentingnya Netflix Bagi Industri Film Indonesia
Bukan hanya untuk para penikmat film tanah air, tidak bisa dipungkiri Netflix sebagai layanan streaming film dan serial tv nomor 1 di dunia, sangat penting bagi industri film Indonesia. Jelas, Netflix akan membuka jalan alternatif bagi perfilman Indonesia untuk berbicara lebih di kancah Internasional. Apalagi, selama ini proses distribusi film nasional masih terbatas dan masih bergantung pada pendistribusian lokal. Maka Netflix bisa menjadi alternatif untuk memasarkan film ke luar negeri.
Ambil contoh film anime Jepang semisal Godzilla. Di Jepang, film tersebut ditayangkan di bioskop, namun mengetahui segmentasi pasar yang berbeda di belahan dunia lain, maka daripada mengeluarkan uang lebih banyak  untuk menayangkan film tersebut di bioskop seluruh dunia, maka lebih baik untuk peredaran internasionalnya diserahkan ke Netflix. Selain lebih hemat, target penonton jauh lebih tepat sasaran karena menyasar anak-anak hingga dewasa muda yang memang lebih senang duduk berlama-lama di rumah, menyaksikan tayangan favoritnya.
Nah, sangat disayangkan bukan apabila film dari negeri sendiri tidak bisa disaksikan namun bisa disaksikan pengguna di negara lain?
Potensi Pembajakan Semakin Besar
Melihat respon pemblokiran kemarin, banyak pengguna yang akhirnya menggunakan jalur ilegal untuk menonton TNCFU. Maka mengingat akan semakin banyak konten original Netflix dari Indonesia ke depannya, tentu akan semakin banyak potensi pembajakan karya terjadi. Tentu ini akan merugikan para sineas Indonesia yang berkarya lewat layanan Netflix nantinya.
Penutup
Pada akhirnya, patut ditunggu akan seperti apa perkembangan hubungan Telkom Group dan Netflix ke depannya. Apakah Telkom Group bersama dengan menkominfo mampu menemukan solusi terbaik terkait regulasi dan hal lainnya yang menghambat.
Tapi tentunya, jangan sampai peraturan yang nantinya diberlakukan akan menyulitkan konsumen dalam menikmati konten Netflix secara utuh. Karena terkait banyaknya film yang memiliki konten dewasa, sejatinya tidak menjadi alasan untuk memberikan sensor yang cukup sadis untuk layanan ini. Toh selain berbayar, fitur parental control sudah disediakan dan bisa diatur sesuai kebutuhan, jadi penikmat Netflix pun sudah terjaring dengan sendirinya.Bahkan karena berbayar dan cukup mahal dibanding layanan streaming lain serta harus menggunakan validasi kartu kredit atau debit berlogo visa dan mastercard, maka bisa dipastikan pelanggan Netflix akan didominasi penonton dewasa. Sementara anak-anak mereka yang ikut menyaksikan tetap aman karena kendali dipegang orang tua.
Selain itu, saya lebih menemukan banyak sisi positifnya dalam layanan ini dibanding sisi negatifnya.
Semoga saja Telkom Group bisa mencabut blokir yang mereka buat. Karena kelak bukan hanya TNCFU saja yang akan mendapatkan euforia seperti ini namun juga film-film Indonesia lainnya.Â
Lagipula ke depannya harus kita akui perkembangan perfilman Indonesia bukan hanya sebatas bioskop, namun juga akan mengarah ke ranah streaming seperti Netflix. Akan muncul juga layanan yang mungkin saja jauh lebih besar dan kuat dari Netflix. Jadi mau tidak mau semua harus bersiap menyambut dan mendukung, termasuk lepas pemblokirannya. Karena bagaimanapun, konsumen berhak mendapatkan pilihan layanan yang terbaik.
Jadi bagaimana, apakah teman-teman kompasianer setuju dengan pemblokiran ini atau tidak?
Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H