Â
Film dengan tema pembajakan dan terorisme rasanya masih menjadi pilihan yang sexybagi para sineas Hollywood. Sebut saja film-film seperti Air Force One, Non Stop, Flightplan dan United 93,adalah film-film dengan tema pembajakan dan terorisme yang cukup favorit di kalangan moviegoers.
Deretan aksi, ketegangan dan drama yang intens, menjadi sebab film-film dengan tema seperti ini masih menjadi favorit dan terus diproduksi. Dan kali ini kita disuguhi film dengan tema pembajakan pesawat dalam 7 Days in Entebbe.Film ini merupakan film ke empat yang menceritakan tentang pembajakan di Entebbe setelah sebelumnya kisah ini pernah dibuat juga pada film Victory in Entebbe(1976), Raid on Entebbe(1977),dan film Israel yaitu Operation Thunderbolt(1977).
Pembajakan di Entebbe ini pun cukup populer, karena menjadi titik balik akan sejarah beberapa negara di dunia. Israel yang kemudian serius memperkuat jaringan intelejen nya di seluruh dunia dan juga taktik pasukannya, tak lain karena adanya kejadian di Entebbe ini. Kematian Letkol Yonathan Netanyahu dan beberapa sandera karena salah tembak dalam operasi militernya menjadi pelajaran bagi Israel untuk memperkuat pasukannya kelak.
Kawasan Afrika Tengah yang mencabut dukungannya terhadap Palestina pun terjadi setelah tragedi ini. Idi Amin yang menyerang Kenya karena dituduh membantu Israel dalam operasi militernya, menjadi sebab negara-negara Afrika kehilangan respect. Paris dan Swiss yang sebelumnya netral pun jadi mendukung Israel sejak kejadian ini. Tentunya hal ini menjadi kerugian politis bagi para pendukung dan milisi Palestina.
Tentunya kisah-kisah tersebut tidak dimasukkan dalam filmnya, karena film nya fokus mengedepankan sisi drama dari sudut pandang sang teroris. Namun tentunya, hal-hal tersebut bisa memberi informasi tambahan sebelum menonton filmnya kelak. Oh iya, di Indonesia sendiri film ini mulai tayang di tanggal 11 April 2018 di jaringan bioskop CGV, Cinemaxx dan FLIX Cinema.
Sinopsis
Â
Para pembajak pesawat tersebut menuntut pembebasan 30 milisi Palestina di penjara Israel serta 13 lainnya di penjara lainnya yang tersebar di berbagai negara. Apabila tuntutan tersebut tidak dipenuhi, maka setiap penumpang berkebangsaan Israel akan dibunuh satu per satu.
Penerbangan pun dilanjutkan ke Benghazi,Libya untuk mengisi bahan bakar untuk kemudian mendarat di Entebbe, Uganda. Disana mereka disambut oleh pemimpin Uganda saat itu, Idi Amin. Idi Amin yang merupakan simpatisan Palestina ikut membantu para pembajak dengan mengirimkan tentara Uganda untuk bergabung bersama para pembajak.Â
Mengetahui bahwa terdapat 92 warga negara Israel yang ikut disandera para teroris, memaksa perdana menteri Israel kala itu, Yitzhak Rabin (Lior Ashkenazi) untuk memberikan keputusan yang cepat dan tepat mengenai masalah ini. Jika sang perdana menteri menginginkan jalur diplomasi, maka lain hal nya dengan menteri pertahanan, Shimon Perez (Eddie Marsan) yang tidak ingin Israel mengikuti jalur diplomasi.
Adapun silang pendapat antara sang perdana menteri dan menteri pertahanan yang memakan waktu berhari-hari, pada akhirnya melahirkan keputusan yang bernama operasi Thunderbolt. Operasi militer ini lah yang akhirnya ditempuh demi membebaskan para sandera tersebut.
Poin PositifÂ
Namun, yang disajikan di film ini justru berbeda. Alih-alih memusatkan inti cerita pada tentara Israel, film ini justru menyajikan cerita dari dua sisi, yaitu Israel dan para teroris itu sendiri. Disini kita bisa mengetahui latar belakang serta kisah yang menuntun para milisi Palestina dan teroris bersatu untuk menuntut keadilan kepada Israel, juga bagaimana sulitnya keputusan yang harus diambil Israel pada saat itu karena menyangkut keselamatan para sandera.
Sinematografi di film ini pun bisa dibilang cukup baik. Bagaimana sutradara Jose Padilha menggabungkan sceneutama dengan scenetarian dari Batsheva Dance Companydi beberapa adegannya cukup menyajikan visual yang unik dan artistik.
Deretan musik latar nya pun cukup membangun tensi di beberapa adegan. Jangan lewatkan juga musik pengiring adegan final nya, sangat apik dan menyatu pada adegan pamungkas tersebut.
Wardrobedan deretan kendaraan khas tahun 70'an juga dapat ditampilkan dengan detail dan serius. Membuat kita serasa menonton kembali film-film yang diproduksi di tahun tersebut
Poin Negatif
Namun sayangnya film yang memiliki inti cerita yang bagus ini, kurang dimaksimalkan dengan baik oleh sang sutradara. Permulaan film yang memberikan kesan bahwa film ini akan berkembang menjadi film sejarah yang berkelas layaknya Munichatau Unbroken,justru hilang di pertengahan hingga akhir.
Banyaknya flashback sceneyang tidak terlalu penting, karakter teroris yang justru terlihat galau di sepanjang film, bahkan drama diplomasi yang sangat panjang menjadi beberapa poin yang menyebabkan film ini seperti kehabisan bensin di tengah jalan.
Terlalu dalamnya porsi drama sang teroris, justru mematikan "kewibawaan" si teroris itu sendiri. Sejenak kita dibuat bingung akan apa yang sebenarnya ingin disampaikan sang sutradara melalui sudut pandang sang teroris tersebut.
Beberapa tokoh yang seharusnya penting seperti Benjamin Netanyahu muda, justru hanya ditampilkan sekilas bak cameo. Pun Yonathan Netanyahu yang pada kejadian nyata nya memiliki porsi yang cukup penting dan heroik, juga ditampilkan seadanya dan tidak terlalu kuat. Idi Amin yang seharusnya bisa menjadi karakter kuda hitam di film ini juga tidak ditampilkan dengan porsi yang cukup. Praktis, karakter kontroversial seperti Idi Amin benar-benar hanya sebagai penghias adegan di Uganda saja.
Kesimpulan
Namun sayangnya, plot cerita yang apik kurang dimaksimalkan dengan baik oleh sang sutradara. Deretan adegan drama nya terasa hambar dan beberapa diantaranya justru tidak begitu penting dan tidak berpengaruh terhadap jalan cerita keseluruhan. Peran tokoh-tokoh yang sejatinya memiliki pengaruh besar pada kejadian aslinya seperti Idi Amin, Benjamin Netanyahu dan Yonathan Netanyahu, justru tidak diberikan porsi yang cukup.
Justru "perang" pendapat antara sang perdana menteri dengan menteri pertahanan terlalu lama di expose, sehingga operasi Thunderbolt yang sejatinya merupakan inti cerita di Entebbe ini jadi kurang dimaksimalkan dengan baik.
Sebagai film yang menyajikan dramatisasi pembajakan pesawat paling bersejarah ini cukup bisa diandalkan sebagai film hiburan di akhir pekan. Namun, bagi yang mengharapkan film ini menyajikan drama sejarah yang kuat dan berkualitas tinggi layaknya film-film sejarah karya Steven Spielberg, rasa-rasanya harus menurunkan ekspektasinya terlebih dahulu jika ingin menyaksikan film ini.
Selamat menonton kompasianer !!
Skor: 6,5/10
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H