Hari Selasa yang lalu tepatnya tanggal 27 Maret 2018, saya dan beberapa teman-teman Komik berkesempatan untuk mengikuti acara nobar film Pengabdi Setan tahun 1980 yang telah direstorasi. Adapun acara nobar tersebut merupakan screeningdari gelaran Vintage Fim Festival yang diadakan oleh CGV Cinemas dan dimulai dari tanggal 29 Maret 2018 sampai dengan akhir tahun ini.
Jujur, saya sangat excited untuk menyaksikan kembali salah satu film yang pernah menjadi ikon horror di tahun 1980 tersebut, apalagi kali ini dengan suguhan visual dan sound yang lebih baik karena telah berhasil direstorasi dengan baik. Acara dibuka dengan presentasi dan press conference dari Rama Adrian selaku perwakilan dari GO-Tix yang merupakan platform penyedia tiket Pengabdi Setan ini, kemudian Wisnu Triatmojo selaku Head Marketing CGV Cinemas, Manoj Samtani selaku CEO FLIK, dan Sunil Samtani dari Rapi Film.
"Upaya untuk merestorasi film lawas Indonesia ini sangat kritikal untuk menyelamatkan film-film dari kerusakan", ujar CEO FLIK, Manoj Samtani dalam permulaan press conference. Meskipun proses pengerjaan restorasinya memakan waktu yang cukup lama dan memiliki biaya yang besar, pada akhirnya pertemuan dengan pihak GO-Tix dan CGV Cinemas lah yang akhirnya memantapkan proses kerjasama penayangan film hasil restorasi ini.
Dan pemilihan film Pengabdi Setan tahun 1980 sebagai film pembuka gelaran Vintage Film Festival ini tak lain karena respon yang luar biasa dari penonton terhadap film Pengabdi Setan yang di remake Joko Anwar di tahun 2017 lalu, sehingga diputuskan bahwa penonton harus disuguhkan terlebih dahulu versi aslinya karena hype-nya masih terjaga dengan baik sampai dengan saat ini.
Apa yang akan saya bahas pada tulisan kali ini bukanlah review tentang film ini. Karena review sudah pernah saya buat di bulan September tahun lalu (Film "Pengabdi Setan", Nostalgia Menyambut "Reboot"). Adapun pada tulisan kali ini saya akan membahas hal-hal apa saja yang menarik dari hasil restorasi film ini. Maklum, saya sebelumnya juga sudah pernah beberapa kali menyaksikan film ini dalam versi yang belum di restorasi. Bahkan film ini pun menjadi film horor klasik favorit saya setelah film-film horornya Suzanna.
Oh iya, spoiler sudah pasti akan banyak ditemukan pada tulisan saya kali ini, jadi buat yang belum pernah menonton film ini, tidak suka akan review yang mengandung banyak spoiler, dan berniat menyaksikan film ini di bioskop sebaiknya berhenti membaca sampai di sini, hehehe.
Oke, berikut ulasannya.
Visual

Dari permulaan scene di pekuburan saja langsung menunjukkan bahwa film ini memang menyuguhkan visual yang berbeda. Dari mulai latar tempat, pakaian bahkan sampai raut wajah aktor dan aktrisnya mampu ditampilkan dengan baik layaknya film-film produksi zaman sekarang. Warna-warna yang ditampilkan di sepanjang film sangat jelas dan terang, sehingga beberapa saat kita seperti menyaksikan sebuah film baru dengan latar tahun 1980-an.
Kemunculan hantu "ibu" pun saat ini bisa saya nikmati dengan jelas. Sebelumnya ketika saya menonton versi yang belum di restorasi di salah satu televisi swasta pada saat itu, kehadiran "ibu" ini tampak kurang begitu jelas. Meskipun aura seramnya memang tetap ada, namun ketidakjelasan gambar mengakibatkan tingkat keseramannya menjadi kurang maksimal pada saat itu.
Dan akhirnya saya pun baru tahu, bahwa adegan ketika Tomi mengikuti hantu "ibu" tersebut berakhir di sebuah pohon besar dimana "ibu" kemudian melayang-layang disitu. Adegan ini ternyata dibuat sangat sederhana dan menegaskan bahwa memang adegan-adegan di film ini mengedepankan suasana yang creepy dibanding suasana yang menegangkan layaknya film-film horor masa kini.
Siapa yang tidak teringat adegan "ibu" yang mendatangi Tomi secara perlahan dari balik jendela, kemudian hanya memanggil perlahan? Dan hal-hal inilah yang akhirnya bisa diakomodir dengan baik dari hasil restorasi film ini.

Jangan lupakan juga adegan Darminah membangkitkan ibu dari dalam kubur. Bagaimana ibu kemudian muncul dari dalam kubur dan langsung melayang di atas kuburannya sendiri mampu ditampilkan dengan detail yang memukau. Sudah pasti hal tersebut menambah kesan creepy film ini.
Meskipun saya tidak mengetahui dengan pasti resolusi apa yang digunakan pada restorasi film ini, entah HD,2K atau 4k, namun untuk tampilan visual ini saya memberikan nilai 9 dari 10.
Tata Suara/Sound
Tata suara yang ditampilkan pada film ini pun cukup baik. Deretan musik latar atau backsound yang sangat menyeramkan mampu memanjakan telinga para penonton yang ingin bernostalgia. Detail backsound yang berasal dari dentingan piano ataupun synthesizer yang marak digunakan di tahun 80-an itu pun mampu diakomodir dengan baik di film ini.
Sayangnya, entah memang kurang maksimal dalam proses detailing sound-nya atau kurang baiknya kualitas sound dari studio CGV Cinemas itu sendiri, hasilnya tampak kurang maksimal. Terkesan ada yang kurang atau "garing" dan hanya sekedar menghasilkan output yang keras saja. Padahal saya sangat yakin, kualitas sound-nya masih mampu diproses lebih maksimal.
Suara sesak napas dari karakter Pak Karto yang ditampilkan I.M Damsyik pun mampu ditampilkan sangat jelas. Menambah kesan creepy yang luar biasa terlebih ketika beliau sudah berubah menjadi mayat hidup.
Untuk detail percakapannya pun mampu dihadirkan dengan sangat baik. Jadi, tidak ada lagi percakapan yang terlewat karena kurang jelas.
Untuk soundnya, saya memberikan nilai 7 dari 10
Kesimpulan
Pada akhirnya film ini mampu menghadirkan kembali suasana nostalgia film horor lawas tahun 1980-an. Dengan visual dan tata suara yang kini dapat dihadirkan lebih maksimal, dijamin kita tidak akan melewatkan satu pun momen yang dihadirkan pada film ini. Kualitas gambar sangat patut diacungi jempol, dan bagi yang sudah pernah menonton film ini sebelum direstorasi, pasti akan sangat merasakan perbedaannya.

Dan bagi yang ingin menonton, film-film restorasi ini akan ditayangkan setiap weekend yaitu Jumat sampai dengan Minggu pukul 16.00 WIB di CGV Cinemas (saat ini baru CGV Grand Indonesia yang menayangkan). Pengabdi Setan ini akan ditayangkan full sebulan ke depan, untuk kemudian berganti dengan film klasik lainnya. Untuk pembelian tiketnya bisa melalui counter CGV langsung ataupun menggunakan Go-Tix yang ada dalam aplikasi GO-Jek. Oh iya, harga tiketnya pun lebih murah dari harga tiket film reguler. Hanya 30 ribu rupiah.
So, selamat menonton film restorasi teman-teman kompasianer. Selamat bernostalgia di Vintage Film Festival!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI