Sorot lampu kekuningan memenuhi setengah sisi panggung itu. Sehirup nafas kemudian berubah kembali menjadi hijau, magenta dan merah yang terus berganti sesuai hentakan kick drum yang jelas menjadi pagar pembatas bagi sang gitaris dalam memainkan progresi melodinya.
Dengan celana yang hanya menutupi pinggang sampai sedikit diatas lututnya dan set tuxedo lengkap pada tubuhnya, sang gitaris berjalan bahkan bisa dibilang setengah berlari dari dalam panggung ke arah penonton yang berhamburan di depan panggungnya. Menampilkan siluet gitar yang perlahan menunjukkan bentuk aslinya.
Gemuruh penonton pun tak terelakkan kala mereka meneriaki nama Angus Young yang sudah jelas beliau lah yang menenteng sang legenda rock n roll, Gibson SG.
Jauh sebelum Angus Young menjadi lambang rock n roll sejati berkat Gibson SG-nya, atau Slash dengan Les Paul-nya yang ikonik bahkan sampai ke Billie Joe Armstrong dengan Gibson Les Paul Junior nya, tidak ada yang menyangka bahwa Gibson akan menjadi salah satu perusahaan musik besar dan digilai oleh para musisi kelas dunia.Â
Diawali pada tahun 1898, Orville Gibson memulai bisnisnya di bidang alat musik dengan mendirikan perusahaan bernama "The Gibson Mandolin-Guitar Mfg. Co., Ltd" di Kalamazoo, Michigan. Di tahun 1930, perusahaan mulai membuat gitar elektrik hollow bodypertama yang kemudian dipopulerkan oleh Charlie Christian, seorang gitaris swing dan jazz kulit hitam yang terkenal pada zaman itu.
Hal itu dibuktikan ketika di tahun 1952, McCarty membuat gebrakan dengan meluncurkan gitar elektrik berbodi solid pertama yang desainnya dirancang bersama Les Paul, yaitu seorang gitaris jazz,country dan blues yang terkenal pada saat itu.Â
Kemudian kita tahu bahwa Gibson Les Paul kemudian menjelma menjadi salah satu gitar Gibson yang paling diminati. Tak terkecuali gitar Gibson "Flying V dan Explorer" yang dirilis di tahun 1958, menjadi gitar Gibson yang cukup terkenal sampai saat ini meskipun desainnya dianggap menabrak pakem gitar saat itu.
Kehadiran Gibson yang ikonik dengan beberapa musisi dunia khususnya pada genre musik rock juga secara langsung mengilhami banyak orang untuk mencintai instrumen gitar saat itu. Tak pelak, antara dekade 70-90'an banyak sekali muncul gitaris baru yang tak kalah handal dengan pendahulunya yang kemudian kita kenal dengan sebutan guitar hero.
Tak hanya di Amerika Serikat sebagai tempat lahirnya sang legenda gitar, Gibson Effect's juga merambah ke seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia.
Anak-anak pun banyak yang bermimpi untuk bisa jadi sekeren Slash atau Angus Young. Memang, ada juga merk gitar lainnya yang tak kalah terkenal seperti Fender yang juga digunakan oleh beberapa legenda rock dunia yaitu Steve Vai,Jimmi Hendrix dan Yngwie Malmsteen, tapi tampaknya sulit untuk bisa menyamai dahsyatnya pesona dan kharisma Gibson saat itu.
"Ingin jadi rocker, punya band sendiri", jawab kakak yang saat itu berusia 10 tahun ketika ditanyai cita-citanya oleh bapak, guru ataupun sanak saudara. Jelas, hal tersebut membuktikan bahwa kehadiran Gibson saat itu mengilhami banyak orang untuk menjadi gitaris terbaik mengikuti para idolanya, dan tentu saja kehadirannya juga banyak mengubah peta musik dunia saat itu.Â
Tentu saja itu semua hanya sebuah kenangan indah tentang tahun-tahun yang dipenuhi poster para gitaris rock kelas dunia menenteng gitar Gibson andalan mereka masing-masing. Poster seharga Rp 500,- yang dijajakan tukang mainan di depan sekolah seakan menjadi saksi bahwa di tahun tersebut nama Gibson sedang masyur di seluruh dunia.
Tentunya hal itu berbeda jauh dengan artikel yang saya baca di laman kompas.com seminggu yang lalu. "Produsen Gitar Gibson Terancam Bangkrut", begitu judul artikelnya. Sontak hal itu membuat saya kaget, mengetahui bahwa Gibson yang merupakan sang raksasa dalam industri Gitar sedang menuju ambang kematiannya. Lilitan hutang sebesar 375 dollar AS menjadi penyebabnya.Â
Beberapa nilai hutang yang sudah sempat dibayar pun sepertinya belum cukup untuk menyelamatkan Gibson dari kebangkrutan, karena jatuh tempo untuk besaran hutang lainnya masih menunggu hingga tanggal 23 Juli 2018. Beberapa asetnya pun dikabarkan sudah dijual Gibson untuk membantu meringankan beban hutangnya. Sungguh sebuah kabar yang mengejutkan.
Lalu apa sebenarnya yang menyebabkan Gibson berada di ambang kebangkrutan saat ini? Saya rasa ada beberapa poin yang menyebabkan Gibson bisa sampai seterpuruk ini. Poin-poin nya sebagai berikut ;
Perubahan Peta Industri Musik
Walaupun sebenarnya masih eksis, namun gemuruh EDMdan kawan-kawan nya terlalu lantang dan sulit diredam oleh Rock dan kawan-kawannya. Radio sudah pasti memutarkan musik yang banyak di request pendengar, televisi juga pasti menampilkan klip video musisi yang sedang digandrungi saat ini. Dan kedua hal tersebut jelas mengerucut pada musisi-musisi EDMyang juga dikenal dengan musisi nya generasi milenial.
Gitar listrik yang identik dengan musik keras seperti rock, blues dan metal jelas sedikit demi sedikit terabaikan kehadirannya. Memang, gitar listrik tidak hanya digunakan untuk musik keras seperti rock dan kawan-kawannya.
Gitar listrik juga digunakan pada musik lain seperti jazz dan pop. Tapi tetap saja, musik jazz tidak pernah menggebrak dunia bahkan sampai mempengaruhi kultur tertentu seperti yang dilakukan musik rock pada masanya.
Gitar listrik kini tergantikan dengan kehadiran turn table dan synthesizer yang menjadi instrumen wajib dalam musik EDM. Dan sudah bisa diprediksi, penjualan gitar pun pasti mengalami penurunan seiring berkurangnya minat pasar terhadap instrumen musik tersebut. Rasa-rasanya untuk saat ini pesona David Guetta di balik turn table lebih menarik dibandingkan Slash dibalik body Les Paul nya.
Dan jika perusahaan sudah kadung memproduksi gitar dalam jumlah banyak namun penjualan tidak sebanyak yang diharapkan, sudah pasti sosok hutang yang menyeramkan itu perlahan akan muncul menghampiri.
Hilangnya Sosok Guitar Hero
Dalam satu dekade ke belakang bahkan lebih, rasanya kita sudah sulit menemukan sosok guitar herobaru yang mampu mengangkat kejayaan musik rock dan pesona gitar listrik itu sendiri seperti dulu. Sosok yang mampu tampil berkharisma tidak hanya bersama kelompok band nya, namun juga ketika diperlukan untuk tampil secara solo.
Di era milenial saat ini, praktis hanya sosok seperti John Mayer yang bisa tampil berkharisma di atas panggung dengan gitar Gibson ES-335 nya ataupun Fender signature pribadinya.Â
Tapi rasanya pesona lagu-lagu John Mayer dan ketampanannya sendiri memunculkan imageyang lebih kuat dibanding skill-nya dalam memainkan gitar. Jadi rasanya saat ini belumlah cocok menjadikan seorang John Mayer sebagai guitar hero meskipun skill-nya dalam memainkan nada-nada rock dan blues tidak bisa dipandang sebelah mata.
Dan tentu saja kurangnya sosok seorang guitar hero pastinya akan berimbas terhadap tren penjualan gitar tersebut. Tidak ada sosok yang akan dijadikan "panutan" untuk mempelajari tekniknya atau sekedar mengoleksi gitar signature nya karena penasaran dengan soundyang dihasilkan.
Harga Gitar yang Mahal
Tak bisa dipungkiri, harga jual juga menjadi salah satu faktor mengapa Gibson mengalami penurunan penjualan. Coba bandingkan harga Gibson dan Fender yang menjadi saingan terdekatnya, jika Fender memulai harga terendahnya dibawah 1000 dolar AS, maka Gibson memulai harga terendahnya di kisaran 2000 dolar AS. Perbedaan yang cukup jauh bukan?
Sebenarnya Gibson pun sudah menyiapkan versi murah dengan mengeluarkan lini produk Epiphone, namun tetap saja konsumen menginginkan "sang legenda" sendiri bukan "anaknya". Praktis, Fender lah yang kebagian muntahan konsumen yang keadaan finansial nya "ditolak" Gibson.
Kasus ini juga menjadi salah satu penyebab dari tercorengnya nama Gibson di industri musik dunia. Di tahun 2009 publik jelas dikagetkan dengan pemberitaan yang menyatakan bahwa Gibson menggunakan kayu ilegal dari Madagaskar yang diselundupkan lewat Jerman.
Penyelidikan pun intens dilakukan setelah itu. Entah bagaimana hasil penyidikan akhirnya, yang jelas kasus tersebut sangat mencoreng citra Gibson diseluruh dunia. Sangat kontras mengingat kasusnya sangat berlawanan dengan apa yang selama ini disuarakan para musisi dan seluruh lapisan masyarakat di seluruh dunia mengenai pelarangan bisnis kayu ilegal.
Terlambat Berinovasi
Inovasi memang sangat penting saat ini demi kelangsungan hidup suatu perusahaan, terlebih gempuran semakin dahsyat dengan munculnya perusahaan-perusahaan start up yang seakan tidak ada habisnya. Dan disini Gibson terlambat berinovasi. Gibson terlalu yakin bahwa statusnya sebagai salah satu perusahaan alat musik gitar tertua dan terbesar tidak akan menggoyahkan bisnisnya.Â
Harga yang mahal menjadi bukti bahwa Gibson masih mengandalkan bisnisnya pada nama besar dan sejarahnya, sementara perusahaan lain datang dengan penawaran harga yang lebih baik dan fitur yang tidak jauh berbeda bahkan lebih canggih dengan apa yang ditawarkan Gibson saat ini. Inovasi desainnya pun tidak begitu sering dilakukan Gibson, padahal desain sangat berpengaruh besar terhadap minat konsumen.
Padahal, jika saja Gibson mau fokus terhadap bisnis piranti lunak yang saat ini sedang naik daun, pastilah akan membantu neraca keuangan yang terganggu dengan menurunnya penjualan gitar listrik. Entah memang tidak mau atau terpaksa dijual untuk menutupi hutang-hutangnya, yang pasti Cakewalk disebut memiliki masa depan yang cerah dengan banyaknya review positif dari para musisi yang sudah menggunakannya. Sayang, Cakewalk harus dilepas Gibson.
Pada akhirnya Gibson memang pasti akan menemui titik nadirnya dan berharap akan ada sang juruselamat yang datang menolong dan menebus segala dosa-dosanya. Namun jika dilihat dari masalah pelik yang menghadapi Gibson saat ini, rasanya sosok sang juruselamat saja tidak cukup.Â
Sang juru selamat ini haruslah memiliki passion yang tidak hanya berguna untuk membangkitkan kembali penjualan Gibson, namun juga yang mampu merubah kembali peta musik dunia seperti yang dilakukan Gibson dengan gebrakannya berpuluh-puluh tahun silam. Entah dengan musik rock and roll, blues ataupun metal yang sudah identik dengan Gibson, atau dengan pengembangan jenis musik baru yang bisa memaksimalkan potensi gitar listrik itu sendiri.
Entahlah akan seperti apa kelanjutan cerita Gibson ini. Yang pasti, patut dinanti kehadiran sang juruselamat untuk sang legenda hidup rock n roll ini.
Salam rock n roll !!
*ps:Â bonus video AC/DC buat kompasianer yang rock n roll :DÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H