Arus globalisasi semakin kuat dari hari ke hari. Semenjak era pandemi COVID-19, setiap aspek kehidupan manusia mengalami transisi dari yang biasanya. Salah satunya adalah kebiasaan dalam melakukan transaksi. Kebijakan pembatasan mobilitas sosial (social distancing) merubah kebiasaan transaksi dari penggunaan uang kartal menjadi melalui online. Kebiasaan itu kemudian termasuk adopsi aset kripto atau dikenal dengan fenomena cryptoization. Digitalisasi keuangan juga telah memasuki ranah isu shadow currency dan shadow central banking.
Kondisi tersebut menjadikan seluruh bank sentral di dunia, termasuk Bank Indonesia untuk mulai bergerak mengkalibrasi pendekatan kebijakannya. Sebagai langkah awal, Bank Indonesia mengusulkan solusi kepada publik untuk membentuk Central Bank Digital Currency (CBDC). Melalui penerbitan White Paper, BI meminta pendapat publik terhadap pengembangan desain Rupiah Digital. Setidaknya tahapan yang dicanangkan terdiri dari: tahapan diskusi publik (Makalah Konsultatif dan Focus Group Discussion), percobaan teknologi (bukti dari konsep, pembuatan prototipe, dan mencoba), serta terakhir adalah tinjauan atas pendirian kebijakan. Diharap dengan rangkaian berulang tersebut, dapat menjadi pemangku kepentingan masyarakat dan industry untuk menyiapkan uji coba bersama-sama sebelum terealisasikan.
Lalu ada juga "Proyek Garuda: Wholesale Rupiah Digital Cash Ledger" yang berupa consultative paper sebagai tindak lanjut dari penerbitan White Paper. Dalam isi paper tersebut menjelaskan pengembangan tahap wholesale Rupiah Digital cash ledger yang terdiri dari pengenalan teknologi dan fungsi dasar seperti penerbitan, pemusnahan dan transfer dana. Lalu pembahasan lainnya adalah dampak dari penerbitan Rupiah Digital terhadap sustainable economy, sistem pembayaran dan ekonomi moneter. Dan consultative paper ini dapat diberikan tanggapan dengan mengirimkan email ke bicara@bi.go.id dan proyekgaruda@bi.go.id sampai tanggal 15 Juli 2023.
Pengertian Rupiah Digital Â
Definisi Rupiah Digital berangkat dari istilah cryptocurrency yang berarti uang rupiah dengan format digital tetapi dapat digunakan sama halnya seperti uang kartal (kertas dan logam), uang elektronik, dan alat pembayaran yang menggunakan kartu (kartu debit dan kredit). Rupiah Digital hanya dapat diterbitkan oleh Bank Indonesia selaku Bank Pusat Republik Indonesia.
Jenis Rupiah Digital
Rencananya Rupiah Digital akan diterbitkan dalam dua jenis, yaitu wholesale Rupiah Digital yang hanya akan didistribusikan untuk transaksi wholesale seperti transaksi pasar valas, operasi moneter, serta transaksai pasar uang; dan ritel Rupiah Digital dengan ruang lingkup luas dan terbuka untuk publik. Ritel Rupiah Digital juga nantinya akan didistribusikan untuk kebutuhan berbagai transaksi transfer maupun pembayaran, oleh pihak individu atau bisnis.
Manfaat Rupiah Digital
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo percaya penerbitan Central Bank Digital Currency (CBDC) dapat memberikan dampak memberikan dampak positif bagi perekonomian, khususnya sistem transaksi di Indonesia. Setidaknya terdapat 3 manfaat yang dapat diberikan dari Rupiah Digital.Â
Pertama, Rupiah Digital akan memberikan efisiensi karena pendistribusiannya terintegrasi dengan platform teknologi digital blockchain dan distributed ledger blockchain (DLT). "Digital Rupiah bakal kita edarkan melalui platform teknologi digital blockchain dan DLT sehingga efisien dalam pendistribusian Digital Rupiah," Kamis, 19 Agutus 2021 oleh Perry.
Kedua, kegiatan transaksi perbankan akan menekan biaya transaksi sampai dengan 0 rupiah. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan transaksi perbankan tersambung dalam sistem digital curreny dalam konteks wholesale digital rupiah. Ini juga dapat menjadikan transaksi efisien dan menjadi kelebihan tersendiri bagi rupiah digital.