Mohon tunggu...
yona listiana
yona listiana Mohon Tunggu... Desainer - penjahit

suka mancing

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keimanan Sejati Tak Pernah Ajarkan Kebencian

20 Juni 2024   20:10 Diperbarui: 20 Juni 2024   20:28 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru saja kita merayakan Idul Adha, yang ditandai dengan perayaan Haji di Saudi Arabia. Hari suci dan besar diperingati oleh umat islam di seluruh dunia dengan meriah, termasuk di Indonesia.

Indonesia adalah salah satu negara dengan penduduk mayoritas muslim yang merasyakan idul adha dengan sangat meriah. Di beberapa desa di Indonesia, peringatan hari besar itu dimulain dengan puasa arafah dan usai berbuka puasa, para santri dan mungkin orangtuanya berkeliling desa untuk pawai obor. Momentum  ini amat ditunggu oleh anak-anak kecil, bahkan orang tua. Mereka menyempatkan diri melihat pawai obor itu berkeliling desa.

Paginya, bersama-sama keluarga , mereka melaksanakan salat Ied di masjid atau lapangan terdekat dan saling mengucapkan selamat Idul Adha kepada umat yang merayakan. Kemeriahan tidak berhenti di situ saja, para lelaki dan anak-anak biasanya mengikuti ritual menyembelih hewan kurban entah itu kambing maupun sapi. Biasanya ada tim yang memang bertugas untuk menyembelih itu secara professional dan membaginya kepada yang berhak. Dan sore serta esoknya mereka menyantap masakan dari Binatang kurban itu.

Bagi sebagaian umat, mungkin perayaan idul adha tak lebih dari kemeriahan menyembelih hewan kurban saja. Namun di balik itu, ada makna dalam ritual penyembelihan hewan kurban itu

Ibadah kurban pada hakikatnya adalah simbol penyerahan diri kepada Sang Pencipta. Penyerahan diri itu disertai keimanan yang sangat dalam kepada sang Pencipta; iman adalah segala-galanya. Karena keimanan yang sangat dalam  itu, Allah menggantinya dengan domba sebagai pengganti Ismail. Begitulah Allah menyayangi hambanya bernama Ibrahim dimana Ibrahin telah puluhan tahun menantikan anak . Dan pada usianya yang renta dia mendapatkan anak, namun diminta kembali oleh Allah namun karena iman yang dalam, dia dicintai oleh Allah.

Sejatinya, jika kita tilik, keimanan sejati kepada Allah tidak pernah mengajarkan kebencian dan kekerasan. Keimanan sejati adalah kepasrahan yang mutlak dari manusia kepada sang Pencipta. Dan itu semua lahir dari kasih dan sayang umat kepada Allah, sang Pencipta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun