Beberapa waktu lalu penulis mendapat kisah dari seorang perwira menengah polisi Jakarta. Dia memang dari keluarga polisi dimana dia sempat berpindah-pindah tempat tinggal dan sekolah karena harus mengikuti sang orangtua yang juga berpindah-pindah area penugasan.
Dia menuturkan bahwa ia sangat terkesan bahkan menjadi sesuatu yang tidak pernah dilupakannya yaitu saat dia duduk di sekolah menengah di ibukota provinsi Bali yaitu Denpasar.Â
Di kota itu dia menyaksikan bahwa toleransi antar umat beragama berjalan dengan baik, karena setiap umat di sana menghargai keberadaan mereka termasuk dalam hal agama.
Saat itu, menurutnya terjadi sekitar tahun 1987-1988, dimana hari raya Idul Fitri jatuh bersamaan dengan hari raya Nyepi. Nyepi adalah salah satu hari raya Hindu yang dirayakan dengan melakukan Catur Brata Penyepian dengan tujuan di akhir Nyepi menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.Â
Catur Brata Penyepian meliputi amati karya (tidak boleh bekerja) dengan tujuan untuk melakukan introspeksi diri, amati geni  (tidak boleh menyalakan lampu) yang bermakna, bahwa seseorang harus bisa meredam kemarahan dan seluruh pikiran negatif dalam dirinya, amati lelungan ( tidak bepergian)  dengan tujuan mengitirahatkan bumi dan alam dari kerusakan-kerusakan yang mungkin kita timbulkan dari berbagai kegiatan kita.Â
Terakhir adalah amati lelanguan (tidak bersenang-senang) dengan tujuan agar pikiran selalu terpusat kepada Ida Sangyang Widi.
Saat itu, Bali akan senyap termasuk bandara yang menghentikan semua kegiatannya sehari semalam. Sehingga bisa dikatakan kegiatan akan total berhenti. Bahkan pelaku pariwisata yang menjadi andalan pemasukan kota itu harus patuh pada aturan itu.
Namun pada tahun 1987 terjadi pengecualian karena hari raya Idul Fitri jatuh bersamaan dengan hari raya Nyepi. Saat itu menurut perwira menengah polisi itu, umat muslim diberi pengecualian dengan diperbolehkan menngaungkan takbir dan melakukan salat ied di beberapa tempat yang sudah ditentukan. Tentu saja karena saat itu Nyepi, maka dua hal itu saja yang bisa dilakukan umat muslim.
Namun kisah itu amat membekas di perwira polisi itu karena mengungkapkan bagaimana umat lain menghargai umat Islam dan mentolelir kegiatan agama meski agama Hindu juga merayakan hari rayanya dengan cara berbeda.Â
Dua umat itu saling menghargai karena sama-sama bisa merayakan hari raya dengan cara yang berbeda itu dan berlangsung dengan baik. Semua umat menghargai nya.