Mohon tunggu...
yona listiana
yona listiana Mohon Tunggu... Desainer - penjahit

suka mancing

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hati-hati, Perekrutan Radikal Kian Masif

22 Januari 2016   14:00 Diperbarui: 22 Januari 2016   14:09 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="ilustrasi. stop radikalisme. fokusjabar.com"][/caption]Sebuah kabar mengejutkan, beberapa saat usai ledakan bom Thamrin. Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyatakan, ada salah satu anggotanya yang bergabung dengan kelompok radikal di Indonesia. Wow…kok bisa? Seorang polisi, yang mempunyai kewenangan pengamanan, bergabung dengan kelompok radikal yang selama ini diburu oleh aparat keamanan.

Salah satu media nasional memberitakan, polisi yang diduga bergabung kelompok radikal itu adalah, Brigadir Syahputra. Anggota Polres Batanghari ini mendadak mengundurkan diri pada Februari lalu, dan diduga pergi ke Suriah untuk bergabung dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Tidak hanya polisi, seorang direktur pun juga bisa terpengaruh kelompok radikal. Direktur BP Batam, Dwi Djoko Wiwoho diduga meninggalkan jabatannya, pergi ke Suriah beserta keluarganya. Dan yang terbaru, kata Kapolri, ditemukan remaja berusia 14 tahun, diduga juga bergabung dengan kelompok radikal. Bahkan, remaja itu telah berkomunikasi dengan sejumlah gembong teroris di Indonesia.

Wah..wah, 14 tahun guys, sudah dicuci otaknya dan bergabung dengan kelompok radikal. Ayo kita terus suarakan untuk mencegah anak, keluarga, tetangga, saudara kita masuk dalam cengkeraman kelompok radikal. Para pelaku teroris ini ibarat bunglon. Lihat saja, para teroris di Jl. Thamrin beberapa waktu lalu, berpakaian modis ala anak-anak gaul seperti sekarang. Siapa sangka, tas yang dibawanya itu berisi bom.

Lebih mencengangkan lagi, berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, yang dimuat media nasional, menyebut bahwa ada 2,7 juta orang Indonesia, terlibat dalam serangkaian serangan teror. Angka ini belum termasuk para pengikut dan simpatisan jaringan teroris. 1000 diantaranya, terindikasi berafiliasi dengan ISIS. Sedangkan jaringan inti teroris sendiri, diperkirakan saat ini terdapat 10-12 jaringan yang berkembang di Indonesia. Lagi-lagi, angka ini belum termasuk jaringan sel-sel kecil, yang jumlahnya lebih banyak lagi.

Bagaimana sebenarnya modus perekrutan kelompok radikal seperti ISIS? Berdasarkan beberapa referensi yang saya baca, berbagai iming-iming selalu ditawarkan kepada calon yang direkrut. Mulai akan diperistri gadis cantik, sampai materi uang dalam jumlah besar setelah sampai di Irak dan Suriah. Para agen ISIS ini, biasanya mengajak calon korban berwisata ke negara sekitar Irak dan Suriah. Setelah itu dilepaskan ke suatu tempat, dan kemudian masuk ke sarang ISIS.  Masih ingat warga negara Indonesia yang hilang di Turki? Belakangan diketahui, ternyata mereka masuk ke Suriah.

Jika melihat modusnya, bisa jadi kelompok kelompok ini mempunyai agen, yang khusus melakukan perekrutan. Karena itulah, hati-hati tetap diperlukan. Meski demikian, kita tidak boleh takut dan hanya diam saja. Sudah banyak teman kita yang jadi korban. Sudah banyak generasi muda kita yang termakan buaian. Waktunya bahu membahu. Optimis kita bisa, bersama-sama mencegah perekrutan dan tindakan radikal.

Berikut tips sederhana, untuk menghindari pengaruh radikalisme. Karena kita di Indonesia, kembalilah pada Pancasila, yang menjadi dasar negara kita. Terorisme di Indonesia menggunakan isu agama, untuk memuluskan pengaruhnya. Sayangnya, ajaran mereka terbukti dilakukan dengan kekerasan, yang bertentangan dengan kultur negara kita. Jika kita ingin memperdalam agama, belajarlah pada guru dan ustadz, yang mengajarkan perdamaian, toleransi dan anti kekerasan. Dan karena perkembangan teknologi kian pesat, gunakan internet secara sehat. Gunakan internet untuk mendapatkan sumber-sumber informasi yang positif. Gunakan internet sebagai sarana studi banding, jika menemukan konten negatif. Saatnya, bersuara lantang untuk terus menyuarakan kedamaian dan melawan tindakan radikal. Peace !!!!

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun