Namaku Mira. Aku bekerja di sebuah rumah makan khas daerahku. Aku sudah bekerja hampir sepuluh tahun. Selama sepuluh tahun, karyawan yang bekerja disini sebanyak sembilan orang.Â
Belakangan ini, pemilik rumah makan berencana untuk membuka lowongan kerja yang ditujukan untuk para pria. Padahal menurutku, dengan karyawan yang berjumlah sembilan orang, ku rasa sudah cukup. Tapi ya sudahlah. Lagian ini kan kemauan dari pimpinan.
Setelah seminggu berlalu, dan setelah melewati beberapa tahap penerimaan karyawan baru, terpilihlah seorang pria bernama Doni. Kata bos, Doni jago dalam membuat bumbu-bumbu masak sehingga Doni diberi tugas yang sama denganku yaitu menyiapkan semua bumbu-bumbu masakan.
"Doni, setelah perkenalan dengan karyawan yang ada di sini, kamu langsung menuju ke dapur ya. Kamu akan ditraining selama seminggu oleh Mira." Kata pak Bambang yang adalah pemilik rumah makan tersebut.
"Baik, pak." Jawab Doni.
Aku mulai mengajarinya perlahan. Tapi, Doni itu cukup berpengalaman dan punya tekad yang kuat untuk mau belajar, jadi tidak sulit untuk mengajarinya.Â
"Don, hari ini kamu nyiapin bumbu untuk menu ini ya." Sambil aku berikan catatan menunya. "Aku akan mengupas bawang, jahe, lengkuas, dll. Nanti kita tukaran kok. Oia, aku lupa memberitahukan kalau untuk menyiapkan bumbu-bumbu, disini bos maunya kita tetap menggunakan alat-alat yang sederhana. Ku harap kamu bisa menerima, hehehe." Canda Mira.
Ternyata benar kata bos, Doni itu orang yang sangat telaten dalam menyiapkan bumbu-bumbu. Kadang, aku jadi malu dengannya. Ia sering mengingatkan beberapa campuran bumbu kalau aku lupa. Tapi, dia adalah seorang yang sangat pendiam.Â
Setelah sebulan lebih, aku tukaran sama Doni berkaitan dengan tugasnya. Dan kami pun mulai bekerja seperti biasa. Â
Aku lihat air mata Doni mulai turun perlahan membasahi pipinya dan matanya terus tertutup.Â
"Jangan-jangan Doni marah sama aku, ya. Karena aku mulai tukaran tugas sama dia. Tapi kok iya, dia sampai menangis?" Pikirku.