Tulisan ini merupakan tugas akhir mata kuliah biodiversitas tropika di bawah bimbingan Dr. Mildawati
Gua, Zooplankton, Hingga Ancaman Yang Muncul Dalam Habitat Gua
Gua dikenal sebagai habitat yang spesifik. Hal ini disebabkan karna gua tidak pernah mendapat sinar matahari secara langsung sehingga menyebabkan kondisi suhu dan kelembapan yang relatif sepanjang tahun. Kondisi ini tentunya mempengaruhi keragaman jenis dari biota, salah satunya adalah zooplankton.Â
Meskipun gua masih menyimpan keragaman biota yang terbatas, namun hanya biota yang dapat beradaptasi yang mampu bertahan hidup di gua. Sehingga biota yang hidup di gua merupakan biota yang  sangat adaptif dan khas untuk habitat tersebut.
Berdasarkan zonasinya, gua memiliki zona yang berbeda-beda mulai dari zoba pada mulut gua yang masih tersinari cahaya matahari, zona remang-remang, zona gelap, hingga zona gelap total. Hal ini mengakibatkan biota yang ada mengalami evolusi yang berbeda-beda sehingga bentuk adaptasi yang muncul juga beragam berupa adaptasi morfologi, fisiologi, maupun perilaku.Â
Salah satu adaptasi yang jelas adalah mereduksinya fungsi organ penglihatan sehingga menyebabkan peningkatan fungsi pada indra lainnya. Hal ini dicontohkan pada kelompok Arthropoda, indra yang berkembang adalah indra peraba yaitu antena. Antena serangga yang hidup di gua dapat mencapai sepuluh kali panjang tubuhnya, contohnya pada jangkrik gua.Â
Sedangkan pada kelompok Arthropoda yang tidak mempunyai antena seperti Arachnida (laba-laba) mengalami adaptasi dengan berubahnya fungsi kaki paling depan menjadi indra peraba menjadi antena contohnya pada kala cemeti (Amblypygi). Lingkungan gua yang minim bahan organik menyebabkan spesies fauna gua memiliki laju metabolisme yang rendah (Rahmadi 2007).
Gua memiliki kondisi iklim mikro yang relatif stabil, baik temperatur, kelembapan, karbondioksida maupun oksigen. Hal ini terjadi karena minimnya aliran udara di dalam gua. Kondisi ini akan menciptakan barrier dan toleransi yang sempit.Â
Sehingga biota yang hidup akan sangat rentan akan gangguan, seperti adanya pencemaran lingkungan perairan. Salah satu komunitas yang berhabitat di gua adalah zooplankton.
Zooplankton merupakan plankton hewani yang memiliki ukuran yang bervariasi, mulai dari mikroskopis hingga makroskopis. Zooplankton memiliki fungsi yang penting sebagai sumber nutrisi bagi kehidupan perairan, terutama ikan dan sejenisnya.Â
Dalam ekologi, zooplankton memiliki peran penting dalam perairan, yaitu sebagai mata rantai antara produsen primer dengan karnivora dalam ekosistem, antar larva ikan pelagis, dan juga sebagai bioindikator perairan.
Pencemaran lingkungan perairan dapat ditinjau dari tingkat kekeruhan (turbiditas), intensitas cahaya, suhu, dan pH. Kekeruhan dapat dikatakan sebagai suatu ukuran biasan cahaya dalam air akibat adanya partikel koloid dan suspensi yang terkandung di dalam air.Â
Tingkat kekeruhan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan biota perairan sehingga dapat berpotensi menyebabkan kematian karena mengganggu osmoregulasi seperti pernafasan pada zooplankton.
Berdasarkan penelitian Abdullah dan Perkasa (2010), menyatakan bahwa turbiditas pada Gua Anjani yang berada di Purworejo tergolong jernih. Pengumpulan spesimen diambil dari tiga titik. Zona terkeruh pada gua berada di zona ke 3 yaitu zona gelap total.
Hal ini dikarenakan banyaknya kelelawar yang menghuni daerah ini. Kelelawar yang terus menerus menghasilkan guano (kotoran) menyebabkan lingkungan perairan di zona ini menjadi keruh. Sementara itu, intensitas cahaya pada Gua Anjani kecil, hanya saja sedikit cahaya yang masih masuk pada zona remang-remang, serta pH dan suhu yang masih dalam kisaran normal untuk kehidupan zooplankton.
Jenis zooplankton yang hidup pada Gua Anjani berasal dari tiga kelas, yaitu crustacea, rotifer, dan ciliata. Pada kelas crustacea, ada empat jenis yang hampir semuanya mendiami zona 2 dan zona 3. Hal dapat disebabkan karena crustacea mempunyai alat gerak yang lengkap sehingga bisa mencapai zona remang-remang bahkan zona gelap.Â
Kemudian terdapat tiga jenis yang ditemukan pada kelas rotifer dan ketiganya ditemukan pada zona 1. Jika dilihat dari alat gerak yang dimiliki oleh ketiga jenisnya, kemungkinan jenis ini terbawa oleh arus air yang bergerak ke luar gua.Â
Pada zona 3 tidak ditemukan plankton dari kelas rotifer. Sementara itu hanya terdapat satu jenis yang ditemukan pada kelas ciliata yang mendiami zona 1 yaitu Paramaecium sp., yang seringkali digunakan sebagai indikator lingkungan perairan yang tercemar akibat pembusukan bahan organik.
Indonesia merupakan wilayah yang sebagian besar berupa perairan baik perairan tawar maupun laut. Penelitian mendalam tentang kenaekaragaamnperairan sangat perlu dikembangkan dalam rangka menjaga biodiversitas dan konservasi sumberdaya perairan di Indonesia.
Referensi
Rahmadi, C.,Y.R. Suhardjono. 2007. Arthropoda Gua di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Zoo Indonesia Vol. 16(1):21 – 29
Abdullah, A. Z., dan Perkasa, T. B.P. 2010. Keragaman Zooplankton Gua Anjani, Desa Tlogo Guo, Purworejo. Dalam Prosiding Seminar Nasional Biologi. Fakultas Unsoed.Purwokerto
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H