Mohon tunggu...
Yolis Djami
Yolis Djami Mohon Tunggu... Dosen - Foto pribadi

Tilong, Kupang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Di Tilong, Aku Berbagi!

27 Agustus 2021   19:36 Diperbarui: 27 Agustus 2021   20:10 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: agungnugrohosusanto

Di tahun awal aku menjadi penghuni Tilong, aku telah bertekad untuk menjadi berkat. Aku berusaha memanfaatkan kebisaanku untuk memberdayakan orang lain, anak-anak dalam hal ini. Aku berbagi pengetahuan dan keterampilan dengan mereka.

Keinginan itu semakin kuat setelah setiap hari aku menyaksikan sebuah kenyataan. Yaitu anak-anak usia sekolah hanya bermain sepakbola. Seluruh waktunya hanya untuk bermain. Maka naluri guruku membisikkan sesuatu pada diri sendiri. "Coba ajarkan sesuatu pada mereka." Demikian suara itu.

Karena itu, aku menilik diri sendiri apa yang bisa kusumbangkan. Apa yang kupunya yang bisa kuberikan kepada anak-anak bangsa. Karena aku guru, aku berkeinginan untuk mengedukasi, mengajar dan melatih, mereka yang kebetulan ada di sekelilingku.

Setelah menghitung-hitung kekuatan, aku sadar apa yang kumiliki. Dan kekuatan itu adalah yang harus bisa kubagikan anak-anak itu. Lalu kesadaran itu menuntunku untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan yang kebetulan kukuasai dengan lumayan.

Dan inilah yang kupunyai dan kuasai. Pertama, aku punya buku yang bisa dimanfaatkan. Mereka bisa datang dan membaca kapan saja ketika aku ada di rumah. Kedua adalah bahasa Inggris. Dan yang ketika adalah bermain musik yaitu gitar, khususnya.

Memanfaatkan Buku di Perpustakaan Kecilku

Aku telah membiasakan diri membeli buku dan membacanya dengan saksama. Kebiasaan itu telah dimulai sejak aku masih di bangku kuliah. Waktu itu antara tahun 1982-1983, aku memaksakan diri untuk membeli satu buku setiap bulan.

Kenapa membelinya setiap bulan satu buku? Itu karena secara keuangan aku masih bergantung harap dari orangtua. Dan orangtua mengirim uang sekali sebulan. Selain itu, uang kiriman tidak berlimpah. Hanya cukup untuk makan dan membayar sewa rumah.

Lalu bagaimana aku membeli buku? Aku menyiasati dengan makan seadanya. Artinya yang penting tidak kelaparan. Soal gizi itu biarlah menjadi sekedar anganan saja. Dengan cara itu aku bisa menyisihkan sedikit unguk membeli buku.

Buku-buku yang biasa kubeli dan koleksi adalah: Pertama, buku-buku seputar olahraga. Kedua, buku-buku rohani. Ketiga, buku-buku bahasa dan sastra, baik Indonesia maupun Inggris. Dan yang keempat adalah buku-buku biografi dan otobiografi, serta sejarah.

Dengan demikian di perpustakaan kecilku sudah tersedia buku yang bisa mereka baca. Buku cerita anak-anak cukup banyak aku miliki (dalam bahasa Indonesia pun Inggris). Itu yang aku suguhkan untuk mereka. Cerita-cerita yang bisa membangun daya imajinasi dan semangat juang mereka.

Dan aku ajarkan untuk membaca harus sampai selesai baru boleh mengganti yang lain. Aku mengajarkan cara memperlakukan buku saat membaca maupun sesudahnya. Bagaimana mereka harus menandai halaman ketika mereka lelah dan mau berhenti. Tanda itu yang akan mereka telusuri kembali saat besok akan membacanya lagi.

Belajar Bahasa Inggris

Karena kesukaan membaca buku-buku berbahasa Inggris, aku jadi mampu. Aku bisa bercakap-cakap dengan lancar dan bisa menulis dengan benar. Benar di sini artinya secara struktur maupun tata bahasanya. Tapi bukan dalam artian seperti mereka yang memiliki latar belakang akademik. Sebab aku hanya belajar secara otodidak.

Karena sedikit kemampuan yang aku punya itu, aku memberanikan mengajak anak-anak itu belajar. Aku tidak mengajar mereka seperti guru-guru di sekolah. Aku hanya mengajak mereka bercakap-cakap tentang hal-hal di sekeliling kami. Apa yang tertangkap panca indra, itu yang kami percakapkan.

Jadi penekanan pembelajaran yang aku berikan adalah bisa bercakap bahasa Inggris. Jadi bukan untuk menciptakan mereka sebagai seorang ahli bahasa Inggris. Itulah keseharian kami selama masa-masa belajar iseng itu. Satu lagi yang aku tekankan adalah tidak boleh merendahkan atau menertawai siapa pun jika dia belum mampu.

Setiap belajar aku hanya menggunakan bahasa Inggris. Karena memang hanya untuk mengajak mereka bisa bercakap dalam bahasa Inggris. Kecuali mengartikan suatu kata yang belum pernah mereka ketahui. Aku menghindari menerangkan dalam bahasa Indonesia. Supaya pendengaran dan pikiran mereka terbiasa dengan kosa kata Inggris.

Dengan terbiasa mendengar kosa kata bahasa Inggris, ia akan mampu mengucapkannya. Itulah yang aku tahu dan yakini dari hasil belajar otodidak. Dan itu pulalah yang aku terapkan kepada subyek belajarku.

Belajar Memetik Gitar

Satu lagi kesukaan kebisaan yang kupunyai adalah bermain gitar. Yaitu kemampuan bermain dalam kategori dasar dan sederhana. Yaitu kebisaan yang hanya untuk sekedar pelipur lara ketika itu diperlukan. Kemampuan yang kuperoleh secara kampung atau orang pintar bilang, secara otodidak.

Aku latihkan chord dasar dalam bentuk pola. Chord adalah membunyikan beberapa not secara bersamaan. Sederhananya dikenal dengan kunci. Dan aku memberikan mereka beberapa pola yang umum dipakai. Pola-pola itu aku latihkan secara kromatik. Mulai dari fret lebar yang menghasilkan suara rendah hingga fret sempit yang memproduksi suara yang makin tinggi.

Pola-pola dan cara memainkan yang sudah mereka ketahui harus dilatih di rumah. Supaya ketika mereka datang di hari atau pertemuan berikut, sudah lancar. Bila lancar, mereka tak perlu berpikir lagi saat memainkannya. Mereka juga harus menghafal nama chord-nya sampai khatam.

Tujuan latihan ini adalah agar mereka terbiasa dan terampil memainkannya. Juga agar mereka mampu mengingat dengan teliti kunci-kunci itu. Dengan begitu, mereka tidak akan ragu menerapkannya ketika memainkan atau menyanyikan sebuah lagu tertentu.

Sayangnya tidak semua mereka memiliki semangat yang sama. Sehingga banyak yang mundur dan tidak melanjutkan. Mereka berhenti membaca, belajar dan berlatih karena harus membantu orangtua masing-masing. Entah di ladang, di sawah ataupun menjaga dan memelihara kawanan ternaknya.

Oleh karena itu, hanya ada dua atau tiga orang yang mahir. Mereka mulai suka membaca dan senang dengan bahasa Inggris di sekolah. Dan ada yang terampil bermain gitar secara lancar tanpa berpikir. Malah sudah mampu melibatkan rasa kala bermain gitarnya.

Mereka yang sudah bisa bereksplorasi dengan gitar, aku ajak tampil. Aku ajak bermain bersamaku di acara natal kampus. Anda bisa menduga bagaimana rasa anak usia SD tampil di depan penonton yang tidak sebaya dengannya, bukan? Ada kebanggan dan percaya diri yang mantap. Kami selesaikan lagu itu dengan respon yang membanggakan.

Begitulah, sobat! Seberkas serpihan cerita yang khusus kulayangkan untukmu. Semoga bisa membuatmu atau memantikmu untuk berbuat yang terbaik bagi lingkungan di mana Anda berada. Sampai ketemu lagi di episode berikut.

Tabe! 

Tilong-Kupang, NTT

Jumat, 27 Agustus 2021 (19.25 wita)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun