Mereka Bagiku di Esgeo
Esgeo itu SGO sebagai singkatan dari sekolah guru olahraga. Sekolahnya para calon guru olahraga untuk tingkat sekolah dasar. Jadi mereka yang lulus dari SGO berhak dan berkompeten untuk menjadi guru olahraga di sekolah setingkat SD.
Kami dididik secara teliti agar menguasai teori dan praktik keolahragaan sebagai bekal mengajar. Cabang olahraga yang diajarkan adalah: Atletik, Permainan, Senam dan Renang. Semua siswa wajib menguasai dengan baik semua cabang olahraga itu.
Menurut pengamatanku, didikan di SGO sangat dan lebih keras dibanding jenjang lainnya. Para siswa yang suka membandel, malas atau ogah-ogahan belajar dihajar sampai KO. Kadang kalau gurunya sudah lelah memukul dengan tangannya, ia suruh memikul meja guru sepanjang pelajaran. Siswa terhukum akan membungkuk kemudian meja diletakkan di atas punggungnya.
Perlu Anda ketahui, teman bahwa meja guru terbuat dari kayu jati asli. Silakan Anda membayangkan betapa beratnya beban itu. Tapi begitulah resiko yang harus ditanggung oleh mereka yang pantas mendapatkan ganjaran itu. Setiap melakukan kesalahan, itulah upah yang harus didapat dan dipikulnya.
Tentang kerasnya pukulan biarlah kuceritakan padamu dari kejadian yang kualami. Kami kalau ditempeleng, jari sang guru akan membekas di pipi dan telinga hingga pulang sekolah. Bagi yang terbiasa dengan pukulan keras tak jadi persoalan. Tapi neraka bagi yang jarang menerimanya.
Aku pernah sekali seumur hidupku menerima pukulan itu. Itu akibat ada yang meneriakkan kata-kata tak senonoh yang menohok naluri keguruan sang guru. Tidak ada yang mengaku atas perbuatan tercela itu. Akulah yang dijadikan bemper. Teman-temanku sekelas meneriakkan namaku setelah ia bertanya siapa pelakunya.
Itu mereka lakukan karena mereka menganggap aku mampu meredam amarah guru. Alasan itu didasarkan pada kenyataan bahwa aku siswa berprestasi. Jadi pasti luluh kemarahan guru bila aku yang dikedepankan. Kekira begitulah pemikiran teman-teman. Ternyata keliru besar, kawan.
Guruku ini adalah seorang mantan petinju Nasional. Tapi sangat ramah dan tidak pernah marah. Tapi kali ini di luar dugaan. Situasinya berubah dan tidak seperti hari-hari yang telah lewat. Biasanya ia hanya menjewer telinga jika ada kekeliruan yang kami buat. Atau melayangkan pukulan kecil di dada, khusus laki-laki. Kalau anak perempuan biasanya disuruh lari keliling sekolah.
Biasanya pula setelah dipanggil ia akan bertanya alasan berbuat demikian baru menjatuhi hukuman. Tetapi hari naas itu, ketika aku menghampiri ia langsung mendaratkan telapak tangan besarnya ke pipiku. Teman, hanya sekali tapi aku sakit selama satu minggu.
Apa yang kudapat dari peristiwa itu adalah seorang peramah yang tidak pernah marah bukan berarti tidak bisa marah. Justru kemarahannya akan membuat orang lain berpikir berkali-kali untuk membuatnya marah. Jangan pernah membuat orang ramah jadi marah. Kata Nenek: Itu berbahaya!