Â
Judul artikel di atas adalah pertanyaan yang sering dilontarkan. Ia akan keluar terlontar begitu saja ketika seseorang atau sekelompok orang diimbau untuk menulis. Pertanyaan yang tersampaikan itu seolah mewakili ketidakberdayaan atau rasa frustrasi.
Benarkah sedemikian sulitnya? Susah sekalikah menyatakan buah pikiran melalui tulisan? Jika menulis sama dengan berbicara, maka seyogyanya tidak sulit. Sebab setiap saat setiap orang berbicara menyatakan apa saja yang terkandung dalam hati dan pikirannya. Maka semestinya segampang itu pula menulis itu.
Sebagai jawaban dari judul tulisan ini, menurutku tidak ada rumus yang baku. Itu berdasakan sudut pandang dan pengalamanku. Tidak ada dalil yang pasti sebagai pedoman untuk memulai menulis. Karena menulis itu sebuah kreativitas padu antara nalar dan rasa, maka ia bebas. Terserah penciptanya. Â Â
Penulis bebas menentukan dari mana mau memulai. Ia bisa memulainya dari apa yang dilihat atau dari apa yang dirasa. Boleh juga dimulai dari apa yang diraba. Tak dilarang juga kalau mau memulai dari apa yang dicium. Bahkan tidak tertutup kemungkinan untuk mengawalinya dari apa yang didengar.
Semua yang masuk dan tertangkap indra manusia dapat menjadi alasan logis untuk mulai menulis. Kata pertama itu yang akan menuntun terukirnya banyak kata berikut. Sehingga kata-kata itu akan sambung menyambung menjadi sebuah cerita unik yang enak dibaca.
Aku punya pengalaman tentang ini.
Suatu saat ada kegiatan sekolah yang mengharuskan kami tinggal di sekolah dan harus menginap. Ketika anak-anak dan para guru sedang istirahat, aku tidak bisa pejamkan mata. Pikiranku mendesak untuk menulis. Tapi aku taktahu apa dan dari mana mau menulis.
Maka aku duduk di depan komputer yang masih menyala. Dan mulai menulis dengan satu kata ini: Iseng! Hanya satu kata itu saja di awalnya. Kata ini kujadikan judul tulisan yang entah bakal jadi seperti apa nantinya. Aku terus memainkan jari-jari di atas papan bersimbol itu hingga selesai. Â
Aku mulai menguraikan perlahan bertahap dan sebisa mungkin berurut seturut nalarku. Dan kuturuti saja ke mana nalar dan rasaku menuntun. Tidak terasa aku menyelesaikan tulisan sederhana itu. Sesudah menyelesaikannya kuganti judulnya menjadi: Biarkan Dia Mengejawantah.
Â
Tulisan itu pun dimuat di Buku Tahunan SMP Dian Harapan Mentawai, Tangerang tahun 2005. Ia ada di halaman pertama di bagian Apa Siapa. Artikel ini akhirnya aku masukkan dalam bukuku: Di Mana Bumi Dipijak Di Sana Langit Dijunjung yang terbitkan oleh Bitread Publishing tahun 2019.
Dari pengalaman ini, aku sungguh percaya bahkan yakin seyakin-yakinnya bahwa teman-teman pembaca pasti memilikinya juga. Karena itu, daripada disimpandiamkan saja, lebih baik dilahirtelorkan. Biar dunia tahu bahwa Anda memiliki sesuatu yang berharga bernilai. Sesuatu yang dapat menginspirasi banyak orang lainnya.
Misalnya seperti hari ini. Teman-teman, saudara-saudaraku sedang merayakan Idul Adha. Para sahabat yang merayakannya bisa menceritakan sedikit tentang hari bahagia ini. Sobat bisa menuliskan betapa bersyukurnya karena masih diberi kesempatan menikmatinya.
Perkenankan aku juga mengucapkan: Selamat merayakan Idul Adha bagi teman-teman semua yang merayakannya. Biarlah lewat tulisan ini kita bersua dan bersilaturahmi berbagi kebahagiaan. Secara fisik kita tidak berjumpa karena memang wabah masih merambah. Namun kiranya persahabatan kita tetap berpaut mengental mengikat sesama anak bangsa.
Dua alinea di atas seperti takada hubungan dengan isi tulisan ini. Dan memang begitulah. Tapi aku mau menyampaikan padamu, sahabatku, bahwa mulailah saja dari apa yang terbersit di kepala. Sebab selama yang kita tulis itu tercetus karena adanya semangat berbagi, pasti bermanfaat.
Jadi, tunggu apa lagi, sobat? Tulislah sudah kata pertama yang paling mendesak. Kata di pelupuk nalar dan rasa yang muncul dari salah satu alat dria. Jangan ditahan-tahan. Lepaskan saja. Biarkan kata demi kata berdatangan bergandengan bermunculan hingga ceritanya usai tuntas.
Sekali lagi, selamat merayakan Idul Adha. Mohon maaf lahir dan batin!
Tabe!Â
Tilong-Kupang, NTT
Selasa, 20 Juli 2021 (10.31 wita)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H