Mohon tunggu...
Yolis Djami
Yolis Djami Mohon Tunggu... Dosen - Foto pribadi

Tilong, Kupang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Wabah Itu Musibah, tapi Anugerah

21 Februari 2021   17:24 Diperbarui: 21 Februari 2021   17:48 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Pandemi Covid-19 telah melanda seluruh jagad raya ini sejak awal tahun 2020 yang lalu. Hingga saat ini ia belum menunjukkan simptom untuk mereda, apalagi berhenti. Tidak sejengkal pun daerah di bumi ini yang tak terdampak olehnya. Dia menyebabkan banyak perubahan terjadi di setiap sendi kehidupan manusia.

Perubahan dalam cara hidup bermasyarakat. Biasanya orang bebas berjalan ke mana kakinya melangkah, kini di rumah saja. Biasanya ke mana-mana dandan cantik dan/atau ganteng, sekarang harus tutup setengah wajah dengan masker. Biasanya kalau bertemu teman di mana saja selalu bersalaman sebagai tanda akrab, kini cuma menempelkan kedua telapak tangan di depan dada masing-masing.

Budaya dunia kerja ikut berubah. Sejak dulu orang bekerja selalu di tempat kerja. Kantor, misalnya. Bersua dengan rekan kerja di kantor, kini tetap bersama anggota keluarga tetapi kerjakan tugas kantor. Menyerahkan tugas kantor biasanya langsung ke atasan, kini cukup klik dengan jempol untuk mengirimkan kepada beliau yang terhormat. Kini bekerja dan melaporkan hasil kerja hanya dari rumah saja.

Perubahan di dunia pendidikan juga tak kalah menarik. Selalu dan senantiasa sejak dulu siswa akan mengenakan seragam bila sekolah. Kini di rumah pun tetap pakai segaram sekolah. Karena belajarnya dari rumah. Belajar di rumah. Kerjakan tugas di rumah. Kumpulkan tugas, PR dan hasil ulangan dari rumah.  

Perubahan itu juga merembes ke dunia usaha. Akibat pandemi ini dunia usaha pun ikut menyesuaikan diri. Dulu orang buka toko bebas mau sampai jam berapa pun. Kini hanya boleh sampai jam tertentu harus tutup. Malah banyak yang beralih menjual lewat media sosial (daring). Sebab semua orang lebih merasa nyaman beli dari rumah secara daring.

Tatacara beribadah pun ikut berubah menyesuaikan dengan situasi pandemi ini. Kalau dulu kita akan ramai-ramai ke tempat ibadah, kini di rumah saja. Beribadah daring. Bersekutu dengan Tuhan dan teman-teman secara virtual dengan aplikasi tertentu.

Akibatnya, akibat dari serangan pandemi ini, banyak cerita yang mengelilinginya. Cerita tentang kehidupan anak manusia di kolong langit ini ketika bergelut menghadapinya. Ceritanya beragam. Berwarna-warni. Ada terang ada gelapnya. Ada suka ada dukanya pula. Ada berhasil ada gagalnya juga.

 Tak terkecuali aku. Akibat dari perlakuannya, aku hanya diam di rumah saja. Lebih banyak beraktivitas di rumah sesuai imbauan pemerintah. Padahal sebelumnya, aku harus keluar setiap hari. Aku pergi untuk mengajar dan -- sekiranya mungkin -- mencerdaskan anak bangsa. Sebab aku adalah seorang guru. Tepatnya, guru yang menyiapkan generasi guru berikutnya.

Lebih banyak di rumah bukan berarti pasif berdiam diri terpasung terkekang. Tetap saja ada aktivitas agar kehidupan tetap berlanjut. Orang Inggris bilang: "The show must go on. Life must go on." Roda kehidupan harus tetap berputar apapun aral yang merintang menghadang.

Oleh karena itu, melalui tulisan ini aku akan berbagi cerita tentang aktivitasku semasa Covid ini. Aktivitas yang membuatku mampu melangkah. Aktivitas yang membuatku mampu bergerak mengikuti irama hidup yang taktentu ketukan dan temponya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun