Barangkali pembaca masih ingat momen-momen tertentu kala belajar olahraga dulu. Belajar olahraga waktu di bangku sekolah. Katakanlah di sekolah menengah saja. Yaitu di bangku esempe dan esema. Sebab di masa ini seseorang telah mampu mengingat suatu kejadian atau kondisi secara detail dan runut.
Mari sejenak menapak tilas menelusuri kembali bagaimana belajar olahraga ketika itu. Pasti ada banyak hal yang menyenangkan. Tapi kemungkinan tidak sedikit pula yang menyebalkan. Masing-masing kenangan (menyenangkan atau menyebalkan) itu memiliki alasannya tersendiri.
Situasi yang menyenangkan atau menyebalkan itu biasanya datang dari beberapa faktor. Di antaranya adalah faktor: diri sendiri (pelaku olahraga itu), teman-teman (kelompok, kelas atau sepermainan), gurunya, dan perlengkapan olahraga yang dipunyai.
Pertama, berasal dari diri sendiri. Yaitu akan menyenangkan bila si pelaku menyukai olahraga. Sebaliknya, menyebalkan kalau ia tidak suka olahraga. Sebab tidak semua orang menyukai olahraga. Jadi timbulnya rasa senang atau sebal tergantung suka atau tidaknya seseorang terhadap olahraga itu.
Ketidaksukaan terhadap olahraga juga kemungkinan karena pernah mengalami trauma. Trauma karena mengalami kecelakaan saat berolahraga. Trauma karena perlakuan guru yang kurang bersahabat. Mungkin juga pelakuan teman-teman yang enggan mengajak berolahraga karena takmampu.
Kedua, dari teman-teman. Bila mereka menyokong dalam segala keterbatasan kita maka olahraga itu akan menjadi kegiatan yang menyenangkan. Sebab kita bisa beraktualisasi dengan baik yang lama kelamaan menjadi percaya diri. Tetapi jika akibat ketidakbisaan kita mereka mengejek dan merundung, maka sudah pasti menyebalkan jadinya.
Ketiga, dari guru olahraganya. Manakala ia dengan kecintaan membimbing menuntun para siswa maka olahraga menjadi menyenangkan. Sebaliknya akan menyebalkan, jika ia kurang perduli. Yaitu bila ia hanya membiarkan mereka bermain sendiri tanpa pendampingan dan arahan yang benar.Â
Keempat, tidak adanya tempat dan/atau perlengkapan memadai untuk berolahraga. Tetapi sesungguhnya faktor ini tidak terlalu berpengaruh dalam menggerakkan orang berolahraga. Sebab ia hanyalah benda mati, kecuali digerakkan oleh manusia. Maka benarlah ungkapan lawas ini: The man behind the gun is more important than the gun itself.
Oleh karena itu, saya harus mengatakan bahwa menjalani profesi sebagai guru olahraga itu gampang-gampang susah. Mau dibilang gampang, boleh juga. Tapi tidak segampang yang dipikir dan dilihat. Lumayanlah! Atau kalau mau dibilang susah, tidak juga. Karena ternyata banyak yang melakoni profesi itu.
Berikut adalah 3 komponen yang patut dikuasai seseorang bila ingin menjadi guru olaraga andal.
Mencintai Mata Pelajaran yang Diampu