Mohon tunggu...
Yolis Djami
Yolis Djami Mohon Tunggu... Dosen - Foto pribadi

Tilong, Kupang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Anak NTT Tidak Bodoh!

7 Januari 2021   20:43 Diperbarui: 7 Januari 2021   21:00 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

 ...Timor dan Sumba, penyumbang terbesar 

kebodohan dan kemiskinan di NTT.... 

Kalimat di atas saya kutip dari buku Secercah Harapan Dalam Keterbatasan -- Antologi Kisah Guru Daerah Khusus. Itu merupakan pernyataan Gubernur NTT, Victor Bungtilu Laiskodat dalam sambutannya. Sambutan yang disampaikannya pada ulang tahun SMPN 6 Nekamese, Kabupaten Kupang.

Pernyataan ini tertulis dalam salah satu artikel di buku tersebut dengan judul: Restorasi Pendidikan di Nusa Tenggara Timur. Lilis Ika Herpianti Sutikno, penulis artikel ini, menyalin kembali pernyataan sang Gubernur dari Citra News.com Kupang.      

Tidak ada penjelasan lebih lanjut tentang kebodohan yang dimaksud. Apakah itu kebodohan anak-anak, orang dewasa atau para pemimpin. Memang keseluruhan artikel itu mengulas tentang pendidikan, namun tidak ada pernyataan spesifik apa dan siapa penyumbang kebodohan itu.

Bapak Gubernur pasti memiliki data yang akurat tentang hal itu. Dan pastinya pula beliau tidak bermaksud untuk merendahkan martabat warganya sendiri. Dan tentunya beliau ingin dan berjuang agar daerah yang dipimpinnya tidak mendapat stigma negatif sebagai daerah terbelakang.

Itu adalah teropong dari kacamata seorang pemimpin yang juga seorang politikus. Mungkin teropong itu hanya untuk menggambarkan keadaan dari luar saja. Yang barangkali demi membangkitkan semangat masyarakatnya. Yaitu semangat juang demi menghapus stigma negatif yang kadung tersematkan semenjak lama. Entah!

Tapi bagaimana bila teropong itu datang dari seorang guru? Seorang guru melihat sesuatu hal dari yang khusus esensial. Dari penglihatannya, ia akan berjuang demi memperbaikinya. Ia pun akan memperbaiki dari yang khusus esensial tersebut.

Apa inti uraian ini? Poin yang ingin saya sampaikan adalah: Seorang pemimpin atau politikus melihat sesuatu secara umum. Klasikal. Global. Sebaliknya, seorang guru melihat segala sesuatu dari yang khusus. Individual. Spesifik.

Kalau ungkapan kebodohan tadi kita bedah maka ia akan mengarah kepada subyek yang belajar. Dan telah menjadi pengetahuan umum bahwa subyek yang belajar adalah pelajar, peserta didik. Mereka yang masih duduk di bangku sekolah dan/atau kuliah.

Seorang guru Indonesia, Profesor Yohanes Surya pernah berkata: "Tidak ada anak Indonesia yang bodoh." Pernyataan ini diabadikan oleh Citra Dewi di Liputan6.com. pada tanggal 10 Februari 2017 lalu. Sang guru besar malah balik menantang lantang: "Carikan saya anak yang dianggap paling bodoh, akan saya latih."

Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah bagian dari Indonesia. Ia berada di dalam wilayah Nusantara tercinta, Indonesia. Maka, anak Indonesia tidak bodoh. Artinya anak NTT tidak bodoh. Kira-kira begitulah kalau saya memanfaatkan premis yang adalah alur berpikir sang mahaguru.

Untuk membuktikan bahwa anak NTT tidak bodoh, biar saya tuliskan beberapa nama orang pintar dan hebat yang saya tahu. Mereka adalah orang-orang yang terkenal dan berpengaruh di kancah nasional pada zamannya.

Di antaranya: Profesor Herman Johannes. Ia seorang ahli fisika dan orang yang diminta untuk membuat mesiu dan persenjataan di awal kemerdekaan Indonesia. Ia pun pernah menjadi Rektor UGM.

Bahkan karena terlalu sibuk, ayahnya menulis surat buat Paduka yang Mulia Presiden Sukarno. Surat yang ditulis dengan bernada puisi itu memohon agar Herman Johannes dijinkan pulang untuk menengok ibunya yang sedang sakit. Surat itu ditulis dan dikirim oleh D. A. Johannes E.zn., sang ayah, dari Oesao yang adalah sebuah dusun kecil di Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang.

Selain Profesor Herman Johannes, ada Franciscus Xaverius Seda yang lebih dikenal dengan Frans Seda pernah menjadi Menteri Pertanian, Menteri Keuangan di zaman Orde Lama dan sebagai Menteri Perhubungan pada masa Orde Baru.

Lalu Profesor Adrianus Mooy yang adalah seorang ahli ekonomi Indonesia. Ia juga pernah menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia dalam masa pemerintahan Presiden Soeharto. Dan masih banyak lagi orang NTT hebat pada zaman dan di bidang masing-masing yang tidak tersebutkan.

Dengan demikian putera puteri NTT yang adalah anak Indonesia tidak ada yang bodoh seperti premis Profesor Yohanes Surya. "...Yang ada hanyalah mereka yang belum dapat kesempatan belajar dari guru yang kompeten dan metode yang efektif." ( dikutip dari Ashoka Indonesia Journal).

Guru yang kompeten menurut hemat saya adalah guru yang mempunyai hati. Yaitu guru yang mengajar dengan kecintaan. Kecintaan pada mata pelajaran yang diampunya. Dan juga kencintaan pada murid-murid yang diasuhnya.

Karena dengan hati atau kecintaanya terhadap mata pelajaran yang diasuhnya ia akan belajar lebih giat. Belajar memperdalam materi dan memperkaya pengetahuan agar pembelajarannya tidak gersang. Ia akan menilik dan mempertajam materinya dari banyak aspek.

Karena kecintaan pada anak-anaknya pula maka dia akan mencari kiat mengajar yang sederhana tetapi tepat sehingga mudah diterima. Karena kecintaannya itu maka ia takkan membiarkan satupun mereka berada dalam ketidaktahuan dan ketidakpahaman akan apa yang diajarkan.

Hingga di sini, jika benar pernyataan Bapak Gubernur maka berarti anak-anak NTT belum mendapatkan guru yang tepat. Yaitu guru yang mampu mengajar dengan metode yang efektif. Karena anak-anak NTT tidak bodoh!

Semoga bermafaat!

Tilong-Kupang, NTT

Kamis, 7 Januari 2021 (21.24 wita)

 Referensi:

  • Secercah Harapan Dalam Keterbatasan (Antologi Kisah Guru Daerah Khusus) oleh Sahat Serasi Naibaho, dkk. Penerbit CV Oase Pustaka Sukoharjo, 2020.
  • Herman Johannes (Tokoh yang Konsisten Dalam Sikap dan Perbuatan) oleh Julius Pour. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 1993.
  • Liputan6.com.
  • Wikipedia dan Ashoka Indonesia Journal.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun