Mohon tunggu...
Yolis Djami
Yolis Djami Mohon Tunggu... Dosen - Foto pribadi

Tilong, Kupang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Senja Merah di Kaki Langit

18 Agustus 2020   08:04 Diperbarui: 18 Agustus 2020   07:56 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di suatu sore Papa mengajakku berkeliling kebun di sekitar rumah. Di pekarangan kami. Kami berjalan di antara pepohonan buah tangan kami anak-anaknya. Pepohonan dari berbagai jenis buah.

Waktu masih kecil, Papa membiasakan kami menanam pohon. Pohon apa saja yang ada manfaatnya. Terutama pohon yang buahnya bisa dimakan, seperti: Kelapa, pisang, nangka, mangga, dan lain-lain. Buah dari pohon-pohon ini bisa kami nikmati nantinya di kemudian hari.

Karena kami masih kecil-kecil maka waktu menanam, Papalah yang menggali lobangnya. Kami yang meletakkan benih. Benih apa saja. Siapa yang memasukkan benih ke dalam lobang yang digali oleh Papa, dialah pemilik pohon tersebut.

Begitulah cara Papa mendidik kami mencintai lingkungan alam. Didikannya pada kami untuk melestarikan lingkungan hidup di mana kami ada dan hidup. Ia melatih kami bersahabat dengan alam. Karunia Allah bagi keberlangsungan umat manusia.

Ketika kami berada pas di bawah salah satu pohon kelapa di samping rumah, ia berjongkok. Ia meratakan pandangannya denganku. Kami sama-sama menyaksikan detik-detik tenggelamnya sang mentari di kaki langit.

Siang segera berakhir. Ia akan berganti dengan datangnya malam. Matahari kembali ke pembaringannya. Rembulan akan menampakkan wajahnya. Ia akan menyapa dunia dengan senyum cahaya temaram yang membias dalam kelam.

Kemudian dengan perlahan namun tegas ia mengangkat lengan kanannya rata dengan bahu. Ia menunjuk memaksa mataku melihat ke arah matahari yang berwarna merah keemasan di ufuk Barat sana. Sang penguasa siang yang akan segera digantikan.

Sambil ia berucap: "Usia Papa seperti senja merah di kaki langit sana. Sebentar lagi ia akan tenggelam. Ia akan kembali pada peraduannya." Ya. Usia Papa, usia kita semua seperti senja merah itu. Akan segera kembali.

Namun ucapan kenangan itu tetap membayang. Abadi dalam sanubariku. Kata-kata yang -- menurutku -- sarat filosofi ini diserukannya kepadaku ketika aku masih duduk di bangku sekolah dasar. Di Raknamo. Di kampungku.

Entah kelas berapa? Mungkin kelas empat atau lima. Pesan yang dapat kutangkap dari ujarannya itu adalah ia sudah tua. Dan tak lama lagi ia akan kembali ke haribaan Sang Khalik. Dan memang ia telah kembali dalam damai rumah abadinya.

Kemudian sambil menurunkan telunjuknya ia meneruskan: "Papa tidak mempunyai harta yang dapat Papa wariskan untuk masa depanmu. Hanya semangat belajar yang dapat Papa tularkan padamu demi meraih cita-cita lebih dari yang Papa punyai sekarang. Jangan pernah berhenti belajar."

Setelah menyampaikan isi hatinya itu kami beranjak bergegas masuk rumah. Hari mulai malam. Binatang-binatang malam telah mengambil alih kegiatan. Mereka mengepakkan sayap beterbangan dan bernyanyi menyerukan nyanyian alam yang lazim di telingaku.

Sebagaimana lisan Papa padaku, maka melalui lembaran-lembaran ini aku ingin menerusberitakan pesan beliau. Pesan kepada para pembaca generasi muda yang budiman. Terutama buah hatiku. Agar senantiasa belajar, belajar dan belajar. Belajar terus demi menggapai sebuah cita-cita. Ya, jangan pernah berhenti belajar.

Bangunkan dan sadarkanlah jiwa dalam ruang batinmu. Bahwa mungkin para pendahulumu tidak sempat mewariskan harta mewah berlimpah. Tetapi cukuplah dengan semangat juang dan semangat belajar yang mereka 'titipkan.'

Semangat belajar yang bisa dilihat dari hasil pemikiran dan buah karya mereka. Biarlah itu menjadi dinamo penggerak kemauan untuk terus maju berprestasi. Karya mereka menjadi jejak sejarah. Ia juga batu loncatan untuk mendorongmu melompat lebih jauh. Lebih cepat. Lebih tinggi. Selamat berjuang!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun