Seiring berjalannya waktu, aku terus berjuang mempersempit jurang kelemahanku. Kelemahan dalam hal keterampilan mengajar. Kelemahan dalam hal kemampuan berinteraksi dengan orang lain. Orang pintar biasa menyebutnya  interpersonal skill.
Aku terus bergiat menambah pengetahuan di luar olahraga dan mengajar. Aku belajar bagaimana mengorganisasi suatu kegiatan. Aku belajar semua itu dari para guru senior. Atau aku cari gali sendiri melalui berbagai literatur. Baik dari buku-buku yang tersedia di perpustakaan sekolah atau yang kubeli.
Aku juga tak berhenti berjuang memperkecil meminimalkan berbagai rintangan. Aku akhirnya berhasil menghapus paradigma negatif yang telah terinternalisasi dalam diriku. Paradigma yang mengatakan bahwa guru olahraga adalah guru lapisan terbawah-terendah.
Aku menemukan diriku berdiri sama tinggi dengan rekan-rekan 'Umar Bakrie' lainnya dari bidang apapun. Keinginan untuk maju terus berkobar membakar semangat dalam dada. Semakin giat menambah pengetahuan semakin haus rasanya.
Aku memaksa diri untuk tidak cepat merasa puas. Tidak cepat berpuas dengan pencapaian yang kuraih. Pencapaian dalam hal apa saja. Makanya setiap tantangan apapun yang disodorkan kuhadapi dan selesaikan tuntas ikhlas maksimal.
Hari lepas hari kepercayaan 'internasional' di lingkunganku bekerja mulai tumbuh. Pandangan mereka, rekan sesama 'bus kota' mulai positif-konstruktif. Positif terhadap sosok yang 'berjudul' guru olahraga atau penjaskes. Minimal terhadap diriku. Oleh karenanya, sebagaimana Archimedes, akupun boleh berseru: "EUREKA!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H