Pada suatu hari libur Opa kedatangan seorang tamu. Tamu istimewa ini datang dengan mengendarai jip yang dikemudikan oleh sopirnya. Ia santai di kursi sebelah sang sopir. Waktu itu kira-kira pukul Sembilan pagi.
Opa adalah papanya Mamaku yang bernama lengkap Paulus Loemnanau. Kami biasa memanggil Opa dengan Papa Bo'i. Itu panggilan akrabnya. Ia adalah orang yang cukup terpandang di kampung.
Bo'i sama artinya dengan honey dalam bahasa Inggris. Di kampungku ini adalah panggilan manja dan sayang bagi orang-orang tertentu yang sangat dekat di hati. Papa Bo'i meninggal pada tahun 1981 pada usia 81 karena tekanan darah tinggi.
Karena Opa orang terpandang maka semua orang wajib lapor padanya. Terutama setiap orang yang datang ke sana dengan keinginan untuk melakukan sesuatu (dengan maksud tertentu) harus pamitan.
Mereka harus mohon ijin dan restu terlebih dahulu pada Opa. Orang-orang menyebutnya atau memanggilnya dengan sebutan "Fetor." Fetor adalah gelar raja di sana di daratan Timor pada waktu itu. Bahkan hingga kini masih ada gelar itu.
Yang menggantikan Opa sebagai Fetor sekarang adalah Hebron Loemnanu. Dia adalah putra bungsu Opa Camplong. Tradisi kefetoran diaktifkan kembali oleh Mantan Bupati Kupang, Drs. Ayub Titu Eki, M.S., Ph.D. Kefetoran telah vakum sejak tahun tujuh puluh. Mungkin sebelumnya.
Setelah tamunya diterima mereka bercakap-cakap selama kurang lebih setengah jam. Sambil bercakap mereka menikmati kopi dan makanan ringan seadanya khas di kampung. Antara singkong atau pisang rebus.
Mereka pun siap berangkat. Opa membawa senjata berlaras panjang. Opa mempunyai lebih dari sepuluh pucuk senjata. Pada sekitar tahun 1971 senjata-senjata itu telah diserahkan kembali kepada pihak berwajib.
Senjata-senjatanya ada yang berlaras pendek, sedang dan panjang. Ada juga yang berlaras ganda. Tapi dari sekian banyak dan jenisnya Opa memilih yang berlaras satu, berlaras panjang. "Ini lebih oke," katanya.
Aku diajaknya. Juga Bruno. Bruno adalah anjing kesayangan Opa yang berperawakan "atletis" berwarna hitam sempurna. Matanya tajam. Ia sangat cekatan dan pemberani dalam berburu.
Opa tidak memakai alas kaki. Ia pun hanya mengenakan kaos oblong putih dan selimut buatan tangan/tenunan Oma. Selimut itu dililitkan di pinggang sebagai pengganti celana (celana panjang maksudnya).