Mohon tunggu...
Yolis Djami
Yolis Djami Mohon Tunggu... Dosen - Foto pribadi

Tilong, Kupang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sahur Terakhir

23 Mei 2020   15:29 Diperbarui: 24 Mei 2020   06:43 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku tidak tenang berbaring. Aku bangkit menyiapkan keranjang belanja yang selalu menemaniku ke pasar. Aku juga menyiapkan kantong-kantong pelastik atau biasa kusebut kantong kresek sebagai wadah untuk bahan makanan yang mengandung air. Kantong-kantong pelastik itu kusatukan dan masukkan ke dalam keranjang. Aku pun terbiasa membawa uang seperlunya sesuai dengan apa yang kucari. Maka uang yang akan kubawa sudah kutaruh dalam dompet kecil ala emak-emak.

Sesuai kesepakatan tadi malam suami tidak ikut. Aku pake ojek saja kalau ada. Kalau tidak aku jalan kaki saja karena jarak rumah dan pasar hanya beberapa ratus meter. Tidak sampai sekilo. Aku jalan selain hemat biaya juga untuk imun tubuh yang bagus sebagai penangkal covid. Jadi soal berangkat ke pasar dan pulang kembali rumah bukan perkara besar bagiku.

Semua yang bakal kubawa ke pasar sudah siap. Aku tinggal buka pintu rumah, pintu pagar dan melenggang ke pasar. Tapi sebagai istri yang bersopan santun, aku ke kamar dan pamit. Sekaligus mengingatkan kembali untuk melihat cucu-cucu kalau mereka sudah bangun dan kebetulan aku belum pulang. Sebelum ke kamar untuk pamit aku mampir kamar mandi dulu memastikan bahwa semua dalam keadaan aman. Sekalian aku mau melepastinggalkan pemberat tubuh yang tidak perlu kubawa.

Ketika di pintu kamar aku melihat suamiku sedang setengah tengkurap membelakangi pintu di mana aku berdiri sekarang. Kelihatannya ia sedang menikmati tidur dalam lelapnya. Ada ragu dalam dada untuk menyapanya pamit. Tapi aku tak punya pilihan. Maka aku dekati dan menyentuh tepuk lengan atasnya dengan sisi jari bagian dalam yang sudah kurapatkan. Lembut kutepuk sambil memanggilnya dengan mesra. "Pa... Pa... Pa." Wow, terlelap sekali. Pikirku. Kuulangi beberapa kali. Tetap bergeming semi menelungkup membelakangiku.

Akhirnya aku tidak menepuknya lagi. Aku memegang lengan kiri atasnya yang berada di atas dengan tangan kiriku dan menarik badannya dengan pelan  agar terlentang. Dan betapa kagetnya aku. Ada muntahan di kasur di posisi mulutnya berada saat dia dalam keadaan semi telungkup. Aku menepuk makin kencang dan memanggil. Aku menggigil dan menjerit. Dia tetap tak merespon. Bergeming. Diam saja terus dan selamanya.  

Tilong-Kupang, NTT
Sabtu, 23 Mei 2020 (15.15 wita)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun