Cuaca panas dan terik ini seperti tak berkesudahan. Dua bulan belakangan sama sekali tidak ada hujan di kota ini. Mendung memang sesekali datang, tapi nampaknya hanya sekadar menghias langit saja. Karena tak lama kemudian menghilang, tergantikan langit terang benderang. Kemarin saya sempat membaca berita yang berisi peringatan tentang bahayanya cuaca ekstrem saat ini. Jangan sampai kekeringan melanda bumi negeri ini. Mengerikan jika sampai terjadi kesulitan air dan pangan akibat kemarau yang berkepanjangan.
Ramalan cuaca hari ini memberikan secercah harapan dengan perkiraan hujan turun di beberapa daerah. Memang masih belum merata, tapi sangat berharap hujan berkehendak mampir di kota maritim ini. Sempat khawatir juga dengan keadaan di kampung halaman. Di rumah dan lingkungan komplek memang sulit air. Saya dulu malah sering mandi satu kali sehari sewaktu belum ada sumur bor. Kami juga sering membeli air dari tukang air keliling. Saking sulitnya air, kami harus berhemat ketika menggunakannya. Karena lumayan besar juga pengeluaran untuk membeli air setiap hari itu.
Kemudian ide untuk membuat sumur bor datang. Awalnya hanya milik pribadi seorang warga. Kemudian warga yang lain berinisiatif untuk patungan membuat sumur bor. Intinya, air sumurnya untuk masjid yang kemudian dialirkan ke rumah-rumah. Untuk itu, kami membayar iuran air setiap bulannya. Biayanya jelas lebih menolong daripada membeli air di penjual keliling. Sayangnya, debit air sumur bor tergantung musim. Apabila musim kemarau datang sudah dapat dipastikan debitnya turun drastis. Sulit air dan kekeringan jadi hal yang menyulitkan bagi penduduk kota dan desa pada musim ini.
Kekeringan akibat kemarau panjang dapat menjadi ancaman serius. Kebakaran dimana-mana, lahan pertanian kering, penyakit musim pancaroba merajalela, hingga pasokan pangan yang berkurang menjadi hal yang mengkhawatirkan saat ini. Karena pada dasarnya air merupakan zat yang memiliki peranan penting untuk keberlangsungan kehidupan.
Desa Pucung, Wonogiri, Jawa Tengah
Warga Desa Pucung telah terbiasa menjalani hari-hari yang minim persediaan air. Hal ini dapat dimengerti mengingat latar geografis daerahnya yang terdiri dari batuan karst dan kapur. Warga desa yang masuk ke kecamatan Eromoko ini harus berjalan jauh demi 10-20 liter air.Â
Sumur bor Bayanan debit airnya tidak terlalu banyak, tapi sumber air ini paling dekat dengan tempat tinggal warga. Mau tak mau warga tetap mencari sumber air ini karena mereka sangat membutuhkannya. Warga desa juga memiliki bak-bak untuk menampung air hujan di rumahnya.
Penduduk yang tinggal di daerah Wonogiri dan Gunung Kidul setiap kemarau pasti kesulitan air. Jangankan untuk mandi, air untuk minum saja harus didapatkan dengan penuh perjuangan. Warga terpaksa membeli air untuk minum ke kota Yogyakarta.
Joko Sulistyo Melakukan Jelajah Gua
Masalah kekurangan air ini menyulitkan warga Desa Pucung. Joko yang memiliki hobi menjelajah alam memahami kondisi tersebut. Joko memang tergabung di pecinta alam KMP Giri Bahama, Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Solo. Sebagai pecinta alam jelas ia memiliki perhatian lebih terhadap alam dan lingkungan, termasuk keseimbangan dengan manusia yang hidup di sekitarnya.
Pada tahun 2001 Joko melakukan jelajah gua. Ada 13 gua yang dijelajah olehnya. Pada saat memasuki Gua Suruh ia menemukan sungai  dengan kedalaman 44 meter. "Satu-satunya gua yang ada airnya," ujar Joko. Penemuan sungai ini memunculkan sebuah ide. Joko yakin, jika air bisa ditarik ke atas dapat mengatasi masalah air warga. Hanya saja bagaimana caranya?
Joko menginformasikan penemuan sungai tersebut pada warga. Sayangnya, warga tidak berani masuk ke Gua Suruh. Selain biaya, hal ini cukup menyulitkan Joko untuk merealisasikan rencananya. Hingga pada tahun 2011 rencana ini berhasil terwujud. Biaya pembangunannya didapat dari dana alokasi khusus Desa Pucung dan Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia.
Joko dan teman-teman bergotong royong dengan masyarakat membangun bendungan di dalam gua. Mereka memasang pompa dan pipa untuk menarik air ke tower di atas bukit. Kegiatan ini dilakukan sambil menjaga biota dan kehidupan yang terdapat di Gua Suruh. Usaha keras mereka membuahkan hasil, air dapat didorong ke atas. Masyarakat akhirnya dapat mengambil air kapan saja dari bak-bak penampungan di sekitar desa.
Tidak mengherankan jika Joko Sulistyo menerima penghargaan Astra SATU Indonesia Awards 2013 di bidang lingkungan. Kegiatannya yang spektakuler ini merupakan usaha menjaga keseimbangan alam dan penyediaan air bersih yang sangat menginspirasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H