Bara langsung mengerem motornya. "Turun kamu! Pulang sana sendiri!" teriaknya.
Hati Maya sakit bukan main. "Kamu emang selingkuh!" jeritnya begitu menginjak jalan aspal.
Brakk!! Tiba-tiba Bara memukul helm sampai melorot menutupi wajah Maya. "Udah berkali-kali aku bilang cuma fokus sama kamu!" teriaknya.
Maya menunduk. Hatinya makin sakit. Tak disangka Bara bisa sekasar ini. Hatinya menjerit, sangat lelah. Dikhianati, diabaikan dengan sengaja, sepertinya Bara sengaja menunjukkan kalau dirinya memang tak berharga. Sungguh ia tak tahan dengan semua penderitaan hati ini. Kejadian selanjutnya semakin membulatkan hati Maya untuk meninggalkan Bara.Â
Entah apa yang merasuki cowoknya itu. Bara memerintahnya naik kembali ke motor. Sepanjang jalan mengantar Maya pulang ia tak berhenti berteriak. Motor digas penuh. Bahkan meloncati polisi tidur dengan brutal. Maya terlonjak-lonjak di jok belakang. Hatinya beku mendengarkan Bara yang terus memaki dan mengendarai motor bagai setan.
***
Dua hari berlalu. Sejak kejadian itu Maya terus menolak permintaan Bara untuk bertemu. Ia kecewa, semakin hari kelakuan Bara makin menjadi. Cowoknya itu tak bisa mengontrol emosi. Maya tak mau hidup dengan pria yang kasar dan emosian. Setelah berpikir matang berulang kali, ia akhirnya memutuskan untuk pergi.
Bara sangat menyesal. Entah apa yang membuatnya bisa jadi begitu kasar pada Maya. Berulang kali ia berusaha menghubungi Maya, tapi teleponnya selalu ditolak. Bahkan Maya sering mematikan hape. Bara sangat gelisah, ia tak bisa membayangkan hidup tanpa Maya.
***
Hari ke-4 Maya memutuskan membeli tiket. Ia berpikir untuk menyerah saja. Bara seperti dicuci otak. Perlakuan Bara padanya semakin tidak masuk diakal. Â "Aku cerdas dan berharga, tak seharusnya bersabar menerima perlakuan seperti itu". Maya meyakinkan dirinya untuk mengakhiri semua.
Pukul 14.30 adalah jam keberangkatan kereta. Maya beranjak dari kursi begitu melihat penumpang yang satu kereta dengannya mulai berbaris, antre masuk peron. Tiba-tiba telinganya terusik sebuah suara. Maya menajamkan pendengaran. Ia yakin mendengar namanya dipanggil. Dan benar saja, Bara tengah berlari ke arahnya.