Pernah melihat ubi gadung(raut)? Apakah kita pernah makan ubi gadung(raut)?
Ubi gadung atau raut dalam bahasa daerah Manggarai. Bagi warga Kampung Mahima-Kel.Wangkung-Kec Reok-Kab.Manggarai-NTT, menyebut tanaman ubi gadung(raut) tidaklah asing.Â
Pada zaman sebelum kemerdekaan, gadung(raut) menjadikan makanan alternatif Masyarakat ketika beras sudah habis.  Gadung(raut) merupakan sejenis umbi-umbian yang tumbu liar di wilahah hutan  Mahima dan disekitarnya.
Kini Masyarakat di Mahima dan disekitarnya tidak ada lagi yang mengkonsumsi ubi gadung(raut). Meski menyehatkan, minat warga mengkonsumsi ubi gadung(raut) mulai hilang karena Masyarakat tidak mau repot dalam mengolah ubi gadung(raut) ini.
 Sebab, mengolah ubi gadung(raut) memerlukan keahlian dan keterampilan tersendiri. Jika tak diolah dengan baik, bisa menyebabkan keracunan. Ubi Gadung (raut) ini beracun karena getahnya.
Sejumlah penelitian menyebutkan, getah ubi gadung(raut) ini mengandung  zat  toksik yang dapat terhidrolisis hingga terbentuk asam sianida (HCN). Efek HCN yang dirasakan kala memakan ubi hutan tanpa pengolahan baik, yaitu tidak nyaman ditenggorokan, pusing, muntah darah, rasa tercekik, mengantuk dan kelelahan.
Di wilayah hutan Mahima dan sekitarnya ubih gadung(raut) mudah ditemukan. Dalam pertumbuhannya, ubi gadung(raut) sangat cepat bisa sampai tiga sampai empat meter.Â
Ia bisa menjadi tanaman rambat jika tumbuh di sekitar pohon besar. Tanaman ini memiliki batang berduri kecil. Di banyak hutan, tanaman ini mudah ditemukan, meski dengan nama berbeda-beda. Sejumlah nama lokal ubi hutan ini antara lain; raut (Manggarai), gadu (Bima), dan iwi (Sumba).
Menurut Nenek Kari (82 tahun) di Kampung Mahima, makan ubi gadung(raut) ini sebenarnya menyehatkan dan memiliki khasiat mengobati penyakit tertentu."Kami dulu tak ada kena penyakit gula karena selalu makan ubi Raut" ujar Nenek yang kelahiran 1939 itu.Â
Lanjut Nenek Kari menerangkan; sebenarnya mengolah ubi gadung(raut) ini menjadi makanan sangat sederhana. "dulu kami mengolah gadung(raut) dengan cara mengupas kulitnya, stelah itu diiris tipis lalu dijemur untuk dikeringkan, direndam selama tiga hari, lalu ditumbuk menjadi tepung.
Tujuan penjemuran dan perendamaan adalah untuk menghilangkan getah beracun." tutur Nenek yang lahir di zaman  sebelum kemerdekaan ini.Â