Mohon tunggu...
Yola Ibrahim
Yola Ibrahim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam UIN Sumatera Utara

Seorang Sapiosexual yang kecanduan Ilmu Psikologi dan sangat aktif di Facebook.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Low Effort Syndrome - Penganut Sekte "yang Penting Selesai"

12 Mei 2022   14:34 Diperbarui: 12 Mei 2022   14:45 1383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: instagram @webarebears_021

Kalau ditanya apa saya termasuk penganut sekte "yang penting selesai"? Honestly, iya. But im never be alone, penganut ini banyak banget.

Low effort syndrome adalah kebiasaan mengerjakan tugas seadanya. Identik dengan apapun itu dikerjakan seadanya yang penting selesai. Nggak mau kerja keras, nggak mau usaha lebih, nggak maksimal. Urusan ilmu, isi, nilai itu belakangan. Motto hidup penganut sekte ini 'yang penting selesai'.

Penyebab low effort syndrome tiap orang itu beda-beda tergantung kasus yang melatarbelakanginya. Contoh saya turut jadi bagian karena merasa nggak dihargai pendidik. Di awal masa perkuliahan wajar dong mayoritas maba pada ngambis, asal ada tugas masih greget mau ngerjain. 

Layaknya maba pada umumnya dengan idealis tinggi dulu saya ngerjain tugas itu dari hati, menjelajahi samudera jurnal, ke pepustakaan, ngopi-ngopi begadang, eh besokannya nggak dinilai. Mentok-mentok nilai saya sama dengan yang ngerjain seadanya, itu saya kesel banget. 

Yola tau dari mana kalau dia ngerjain seadanya? Saya kan liat, kenal, dekat bahkan orang-orangnya minta jawaban ke saya T.T. Finally, saya kena sindrom ini.

Kadang sangkin baik atau malesnya pengajar meriksa hasil tugas yang dia kasih ke 'murid/mahasiswanya' dia pukul rata semua nilainya. Kalau boleh saya buka suara ke pengajar yang begini, mereka faktor krusial kenapa orang-orang kayak saya bisa mengidap low effort syndrome. Kebayang nggak sih keselnya gimana, tugas dari mereka malah mereka males meriksanya. Formalitas-formalitas eek kambing.

"Childish banget, masa iya apa-apa harus dikasih angka" Nope, seenggaknya apresiasi sedikit. Entah dengan diungkit secuil isi dari jawaban. Husnuzan, barangkali pengajarnya lebih ke pengen kita belajar berprosesnya bukan jawabannha yang penting. Katanya, untuk merubah suatu tatanan kita harus masuk ke sistemnya. 

Buat saya atau kamu yang suatu saat jadi pengajar, saya berdoa semoga kita jadi pengajar yang layak disebut pengajar.

Low effort syndrome ini bisa kena ke siapa aja, tapi mayoritas adalah orang-orang dengan embel-embel menuju masa senior, anak-anak yang menuju kelas 3 SMP/SMA, mahasiswa smester 5. Kalau 7 udah wassalam.

Nggak  dihargai, nggak dinilai, nggak diapresiasi, dikecewakan, terlalu baik, pukul rata, anggap remeh, pemalas, pasrah, dan sibuk adalah penyebab lahirnya low effort syndrome secara umum.

"Yang penting ngerjain, yang penting selesai. Nilai belakangan, daripada nggak ngerjain."

"Buat apa ngerjain bagus-bagus, nilai segitu-segitu aja, nggak dibaca full juga sama yang nilai (guru/dosen/penilai)."

Kalimat-kalimat bernada sama nggak jarang kita denger seliweran dari mulut-mulut biadab siswa dan mahasiswa. Ini bisa aja salahnya si pengajar karena siswa atau mahasiswa udah tau gimana cara si pengajar tadi ngasih nilai (si rajin dan si malas disapurata jadi sama, mending ngerjain tugas seadanya, bener juga, ya nggak sih?). Atau murni kesalahan siswa atau mahasiswa yang malasnya G ada obat.

Mending ngerjain seadanya daripada nggak ngerjain sama sekali, betul apa betul? Boleh seadanya dengan catatan lagi kepepet. Sebenernya pendapat itu nggak salah, tapi nggak bener juga. Buruknya sekte ini bakal buat pengidapnya nggak berkembang, dia gitu-gitu aja. Akan stuck di kemampuan dan hal yang itu-itu aja, ilmunya nggak bertambah, cuma dapat capek dan nilai di batas standar HAHA.

Sebaliknya, tugas kalo dikerjain dengan 'sedikit' usaha lebih, yang didapet juga lebih. Percaya aja sama pepatah 'usaha tidak pernah mengkhianati hasil' udah berabad-abad loh pepatah itu laku keras di pasar-pasar seminar yang temanya motivasi hidup dan wirausaha haha. Selain dapat nilai lebih, untung dari ngerjain sesuatu dengan serius itu biasanya kuta suka ketemu hal-hal baru yang belum kita tau. 

Misalnya nih dikasih tugas tentang mencari tau apa itu ilmu Komunikasi, pasti bakal dipertemukan sama ilmu sosial, ilmu psikologi, dengan kata lain di dalam bacaan itu pasti nyerempet ke hal lain yang nambah pengetahuan di luar yang udah kamu tau. Beda cerita kalo kamu cuma ngandelin pendidik tanpa mau cari di tempat lain. Kamu yang rugi.

Nggak ada ruginya kalau ngerjain tugas dengan serius, kasih effort dikit supaya hasilnya juga sedikit memuaskan. Kalo nilainya nggak sesuai ekspetasi seenggaknya rasa puas dan lega itu udah kita rasain di hati, enak banget loh itu. Pernah nggak, kamu ketemu masalah atau tugas yang menurut kamu susah setengah mampus? 

Pas nemu solusi atau jawaban rasanya gimana? Puas dan legakan? Pasti. Itu salah satu cara mengatasi low effort syndrome, kalau ada tugas coba selesaikan dengan serius.

Selama menganut sekte low effort syndrome ini keuntungan yang saya rasa itu kita nggak stress dan lebih santuy ngerjain tugas tanpa harus mikir ini nilainya gimana, ilmunya gimana, jadi hemat waktu dan tenaga Menurut kamu bagus nggak? Balik lagi, worth it kalau di posisi lagi kepepet.

Nggak ada yang salah dengan menganut sekte ini, yang salah itu saat kamu mulai ngajak temenmu masuk golongan dan ikut meluk sekte yang kamu peluk HAHA. Ini yang bahaya, bisa buat lingkar dunia pendidikan jadi nggak sehat dan jadi bobrok. Males kok ngajak-ngajak!

Tugas itu gunanya apa sih, Yol? Sebagai tolak ukur supaya tau udah sejauh mana atau sepaham apa kamu sama yang kamu pelajari. Tugas itu ibarat batu loncatannya selama belajar. Udah capek ngedengerin materi, capek ketemu pembahasan, waktunya ngebuktiin semua yang kamu dapet.

Ajakan untuk ngerjain tugas secara sungguh-sungguh.

Yuk bisa, yuk!
-Yola

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun