Mohon tunggu...
Yolanda Florencia Herawati
Yolanda Florencia Herawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurnalistik Universitas Padjadjaran

Mahasiswa Jurnalistik yang masih ingin mengasah kemampuan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Resesi Seks, Kehamilan Tidak Diinginkan, dan Angan-angan Childfree

4 Januari 2023   19:01 Diperbarui: 4 Januari 2023   19:10 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perempuan berhak memilih untuk childfree (Ilustrasi/Yolanda Florencia)

Bumi genap miliki 8 milyar populasi manusia pada pertengahan November lalu. Kenaikan jumlah sebanyak 1 milyar orang ini hanya terjadi dalam rentang waktu 12 tahun. Meski nampak terjadi kenaikan populasi manusia yang pesat, beberapa negara justru tengah dalam bayang-bayang krisis demografi, Korea Selatan misalnya.

Krisis demografi Korea Selatan diperkirakan akan terjadi karena banyaknya wanita yang memilih untuk tidak memiliki anak atau childfree. Hal ini ditandai oleh menurunnya angka pernikahan dan angka kelahiran di negeri ginseng tersebut. Para wanita Korea Selatan menyadari bahwa menjadi seorang ibu memiliki tanggung jawab berat yang belum tentu dapat mereka pikul. Mereka khawatir anaknya tidak akan memiliki kehidupan yang lebih baik daripada yang mereka jalani sekarang sehingga keputusan childfree menjadi pilihan yang terbaik bagi mereka. 

Selain Korea Selatan, ada 5 negara lain yang dibayang-bayangi fenomena resesi seks, yakni Amerika Serikat, China, Jepang, Singapura, dan Rusia. Kabarnya, Indonesia juga mempunyai potensi akan terjadinya fenomena ini, cukup banyak anak muda yang menunda pernikahan dan mendukung kampanye childfree. Akan tetapi, benarkah perempuan memiliki hak untuk memilih tidak mempunyai anak? 

Nyatanya, separuh dari jumlah kehamilan di dunia adalah kehamilan yang tidak diharapkan. Berdasarkan United Nations Fund for Population Activities (UNFPA), jumlah kehamilan di dunia mencapai 121 juta setiap tahunnya. Namun, 60% dari jumlah tersebut adalah kasus kehamilan tidak diinginkan. Setengah dari ibu hamil di dunia tidak menginginkan kondisi kehamilannya.

Jumlah ini termasuk korban pemerkosaan, ibu hamil yang mengandung di luar nikah, dan juga yang berada di dalam pernikahan. Ya, mereka yang sudah menikah bisa mengalami kehamilan tidak diinginkan. Tidak semua perempuan yang sudah menikah serta merta menginginkan seorang anak. Namun, permasalahan-permasalahan seperti kegagalan alat kontrasepsi atau bahkan pemerkosaan oleh pasangan membelenggu perempuan atas hak-haknya terhadap tubuhnya.

Pemerkosaan yang dilakukan oleh pasangan masih dilanggengkan oleh sejumlah kebudayaan yang memaksa perempuan untuk menuruti ajakan aktivitas seksual dari pasangannya. Padahal, belum tentu fisik dan mentalnya siap untuk melakukan aktivitas seksual yang berujung pada kehamilan. Desakan dari orang tua dan mertua untuk segera mempunyai cucu juga memaksa wanita untuk mengandung. Belum lagi, cibiran dan anggapan aneh yang beredar jika seorang wanita yang sudah menikah tak kunjung memiliki anak. Hak wanita untuk memilih tidak memiliki anak rasanya hanya angan-angan saja.

Alasan Mereka Memilih Childfree

Ada banyak alasan perempuan memilih untuk childfree. UNFPA mencatat 257 juta wanita berkeinginan untuk menghindari kehamilan karena faktor ekonomi, kesehatan, dan pekerjaan mereka. Sebagian besar wanita yang disurvei menyadari ketidakmampuan mereka untuk mengakses makanan bergizi penunjang kehamilan dan menyadari sulitnya akses terhadap fasilitas kesehatan guna memantau kehamilannya.

Sayangnya, keinginan perempuan untuk menghindari kehamilan itu tidak didukung oleh nilai-nilai sosial masyarakat. Mereka tidak peduli dengan angka stunting yang terus meningkat atau seberapa besar diskriminasi pekerjaan yang diterima wanita hamil. Pokoknya, menjadi seorang ibu adalah kodrat perempuan.

Pro Kontra Childfree

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun