Sosok orang tua menjadi peran yang sangat penting bagi seorang anak. Bimbingan dan kasih sayang dari orang tua akan menentukan tumbuh kembang anak. Telah banyak penelitian yang menunjukkan pengaruh pola asuh orang tua terhadap perilaku individu. Pola asuh yang buruk dapat berimplikasi pada perilaku yang buruk hingga kenakalan remaja.
Begitu pula pada kejahatan seksual yang kini tengah menghantui jagat dunia maya, yakni kekerasan berbasis gender online (KBGO). Kekerasan siber yang menyasar gender perempuan ini juga menjadi imbas dari absennya peran orang tua dalam kehidupan sang anak.
Salah seorang korban KBGO yang disamarkan namanya menjadi Dahlia menceritakan bagaimana ketidakhadiran orang tua menjerumuskannya ke dalam pergaulan yang buruk hingga ia menjalin hubungan romantisisme yang berujung pada kekerasan seksual.
"Aku broken home, jadi kalau tidak mendapatkan perhatian di lingkungan rumah, aku tuh butuh perhatian dari orang lain dan (kalau) ada cowok yang perhatian sama aku gitu, (aku) akan terbuai dengan sikapnya," jelas Dahlia
Jika sudah terbuai dengan sikap dan kata-kata manis, Dahlia akan cenderung mengiyakan apa pun permintaan laki-laki tersebut, bahkan jika pikirannya menentang untuk melakukan hal tersebut.
"Aku akan berpikir kalau aku nggak nurutin kata-kata dia, kemauan dia, nanti dia pergi dari kehidupan aku, terus aku gimana gitu, nggak akan ada yang peduli lagi sama aku, nggak akan ada yang perhatian lagi sama aku."
Tanpa sadar, Dahlia sudah terpelosok jauh dalam hubungan toxic yang penuh dengan paksaan dan ancaman. Ia kerap dijadikan pemuas nafsu oleh sang pacar, mulai dari berhubungan badan, mengirim foto bugil, dan dipaksa melakukan video call sex (VCS). Jika ia menolak, akan ada ancaman penyebaran foto dan video vulgar yang menanti.
"Pernah (disebar) di ig, sampe pake akun fake, tapi Alhamdulillahnya ada yang bantu (buat) nge-hack ig tersebut,"
Namun, bahkan setelah mengalami berbagai kekerasan seksual baik secara langsung maupun berbasis siber, Dahlia tidak berani menceritakan kisah kelam cintanya kepada kedua orang tuanya. Sejatinya, komunikasi di dalam keluarga mereka pun tidak terjalin dengan baik.
"Gak terlalu (deket sama orang tua) sih, paling ngobrol semenit dua menit udah. Masing-masing lagi. Biasanya cuma ngomongin soal kuliah."
Pada akhirnya, Dahlia segan untuk membahas kisah percintaannya dalam ruang komunikasi keluarga. Ia bahkan sudah dapat menebak respon apa yang akan dikeluarkan oleh ibunya jika ia membicarakan tentang laki-laki
"(Sebelumnya gak cerita) karena takut responsnya orang tua, 'yaudah lah ngapain cinta-cintaan mah. Fokus dulu kuliah' gitu kan"
Padahal, dirinya hanya berharap cerita dan masalahnya dapat didengarkan. Namun, ekspektasinya terus dipatahkan.Â
"harusnya kalau cerita ya udah dengerin gitu. Kalau bisa ngasih pendapat atau masukannya itu di dalam cerita itu, jangan keluar topik."
Fenomena renggangnya jalinan komunikasi antara orang tua dan anak ini dipandang psikolog Nia Paramita Yusuf sebagai akar permasalahan rentannya anak terjerat dalam KBGO. Menurutnya, orang tua perlu membangun komunikasi yang baik agar anak memiliki keterbukaan pada keluarga dan tidak terjebak dalam pergaulan yang salah.
"Banyak kasus yang terjadi mereka tidak mau bercerita kepada orang tua yakni orang terdekatnya. Hal ini karena anak tidak memiliki trust kepada orang tuanya," ujarnya.
Menurutnya, kepercayaan anak pada orang tua perlu dibangun sedari dini melalui ruang komunikasi yang dua arah. Orang tua perlu mendengarkan keluh kesah dan pendapat anak agar mereka mau mendengarkan masukan dan perintah dari orang tua.
"Hal ini akan menciptakan kedekatan antara anak dan orang tua. Jadi ketika anak mendapat masalah larinya akan ke orang tua bukan ke orang lain," jelas Nia.
Andil yang seimbang antara ayah dan ibu dalam jalinan komunikasi pun harus diperhatikan. Sebab peran ayah dan ibu dalam itu berbeda. Anak perempuan mungkin akan merasa lebih nyaman bercerita dengan ibunya, tetapi ia juga butuh pengajaran dan nasihat dari sudut pandang ayahnya.
"Ibu akan memberikan pengajaran pada anak mengenai kasih sayang, bagaimana mencintai sesama, dan bagaimana mencintai sekitarnya. Sedangkan ayah akan memberikan nilai pengajaran mengenai tanggung jawab," kata Nia.
Namun, nyatanya masih banyak orang tua yang tidak menganggap penting hal ini karena sibuknya pekerjaan dan sedikitnya waktu luang. Jembatan komunikasi pun tidak terbentuk secara baik sehingga anak menggantungkan dirinya pada orang lain. Akibatnya, anak dapat terjerumus dalam jurang kejahatan KBGO yang sedang marak-maraknya di media sosial.
Saat ini, bukan waktunya lagi untuk mengabaikan kehidupan anak dan membiarkan mereka terjebak sendirian. Orang tua perlu membangun jembatan komunikasi yang kokoh dengan anaknya, bukannya menjerumuskan mereka ke dalam jurang KBGO. Walau kejahatan bisa menyerang siapa saja dan kapan saja, setidaknya dampingi mereka dan dengarkan keluh kesah mereka hingga dapat terlepas dari segala permasalahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H