Mohon tunggu...
Yolanda Tania
Yolanda Tania Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya memiliki hobi menulis, baik itu karya fiksi maupun non fiksi. Beberapa karya saya telah dijadikan buku antologi, serta terdapat di blog.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Langkah yang Ikhlas

28 Maret 2023   04:31 Diperbarui: 28 Maret 2023   04:32 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Jarum jam dinding masih berputar tanpa henti, jarum pendeknya kini menuju angka dua. Pukul dua dini hari, netranya masih terjaga sempurna tanpa rasa kantuk sedikitpun.
Aluna melangkahkan kakinya ke arah meja belajar, meja kecil berwarna coklat dengan penerangan secukupnya. Gadis itu mengambil secarik kertas coklat yang bertuliskan nama lengkapnya. Sudah keberapa kali gadis itu membacanya, berharap ada perubahan kosa kata di dalamnya. Namun hasilnya masih tetap sama. Itu surat yang berisi slip gaji terakhirnya bekerja, alias terkena PHK. Aluna kembali merebahkan diri ke kasur minimalis itu, tinggal di sebuah kost berukuran kecil, berharap dia bisa tinggal beberapa hari lagi, sampai mendapatkan pekerjaan kembali. Sunyi, tidak ada suara sedikitpun selain dentingan jarum jam yang terus berputar. "Malam ini harus tidur, esok akan ku coba lagi. Semangat!!!" monolognya. Jam dinding sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, bergegas Aluna mengeluarkan sepeda motor dari parkiran kostnya itu. Aluna akan mengunjungi sebuah tempat yang tertera di beberapa pamflet, yang ia temukan melalui media sosialnya. "Permisi Pak, apakah betul di sini sedang membuka lowongan pekerjaan?" tanya Aina kepada security depan. "Betul Mba, silakan tinggalkan berkas lamarannya. Kami akan hubungi kembali." jawabnya lugas. Aluna mengangguk sambil tersenyum tipis, tak lupa ucapan terima kasih terlontar dari mulutnya. Sudah beberapa tempat ia kunjungi, namun hingga hari ke tujuh belum juga ada email yang masuk, ponsel genggamnya selalu di check, berharap ada pemberitahuan mengenai lamaran kerjanya. Selang beberapa menit kemudian, ponselnya berbunyi.
"Tingg," segera Aluna membukanya, berharap ada panggilan kerja untuknya. Detik berikutnya, matanya terbuka lebar, pesan yang barusan ia buka membuatnya sangat terkejut, ponselnya hampir saja jatuh. "Siallll, cobaaan apalagi ini ya tuhan." gerutunya kesal. Segera Aluna bergegas menemui si pengirim pesan itu. Kini Aluna tengah berdiri di stasiun kereta, tiket kereta dengan tujuan Yogyakarta sudah berhasil ia dapatkan. Hanya dompet kecil warna biru dengan karakter kartun yang menemani perjalananya. Rambut panjangnya sengaja digulung, serta kaos putih polos dan balutan cardigan yang melekat ditubuhnya. Abu-abu, itulah yang dirasakan Aluna saat ini. Keputusannya untuk mengunjungi kota Yogyakarta sudah menjadi tekadnya, entah apa yang ia dapatkan nantinya. Perlahan terdengar isak tangis, gadis itu memeluk tubuhnya erat. Kereta dengan tujuan Yogyakarta itu terus melaju kencang. Aluna terus memandangi arloji yang ia kenakan, bertarung dengan waktu dan hujan. Rintik hujan di depan sana masih terdengar jatuh di atas atap stasiun. Gojek yang ia pesan tak kunjung datang, tangannya menyatu seraya berdoa, matanya tertutup melantunkan doa-nya. Rintik gerimis disertai angin yang seolah-olah mendukungnya untuk menangis, merenungi apa yang dilihatnya saat ini, di depan gereja ia menyaksikan kekasihnya mengikat janji suci dengan perempuan lain. Aluna tidak bisa berbuat apa-apa, tubuhnya seolah-olah kaku tidak bisa digerakkan sama sekali.

Tapak kakinya terus menyusuri jalanan yang lembab itu, beberapa kali Aluna merasakan cipratan dari genangan air. Seperti diterpa badai, hidupnya terombang-ambing tanpa kepastian, keadaan memaksanya untuk kuat. Hari sudah semakin beranjak sore, belum ada tanda-tanda tujuan singgah nya untuk malam ini. Banyak orang berlalu lalang memperhatikan kondisi gadis malang itu, matanya terlihat merah, dan sebam. Rambutnya berantakan, serta baju basah kuyup yang masih melekat ditubuhnya.

Tinnnnnnnn......

Suara klakson mobil itu terdengar sangat jelas, namun Aluna tidak mempedulikannya sama sekali, langkahnya sedikit melambat saat menyebrang di jalan raya.

***

Sedari kecil aku sering menganalogikan tentang kehidupan menjadi dewasa, aku menulis beberapa metamorfosis yang ku dapatkan dari internet. Kupu-kupu, yang awalnya hanya seekor ulat kemudian bertransformasi menjadi kupu-kupu yang cantik, harus melalui beberapa fase, bahkan mengalami beberapa kendala. Hidup sebagai tulang punggung sudah ku jalani semenjak lulus SMA, bahkan untuk bisa melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, aku rela bekerja paruh waktu. Banyak hal yang terjadi tak terduga, tak sempat ku tulis dalam buku ini, bahkan banyak hal yang mengejutkan terjadi dalam kehidupanku. 

Kertas-kertas inilah yang menjadi saksi perjalanan hidupku, menulis adalah pekerjaanku sekarang, hobi yang ku gemari kini berujung menjadi profesi. Terima kasih aku ucapkan kepada para tokoh pengisi ceritaku, dunia fiksi-lah yang membuatku bebas menghidupkan bahkan membolak-balik karakter seseorang tanpa perlu merubahnya. Dan aku menyukai hal itu. 

Teringat kejadian tiga tahun silam, jika aku tidak pergi ke kota Yogyakarta, aku tidak akan mendapatkan sosok lelaki yang kini mengikat janji suci denganku. Lihatlah betapa sempurnanya lelaki di depanku ini. Lelaki yang menyebalkan, namun aku beruntung bertemu dengannya, dicintai hebat olehnya. Bahkan quote yang ku pegang berhasil ia kalahkan, bahwasanya "Cinta habis di orang terakhir itu nyata," sebut saja Bayu, lelaki yang berhasil membuatku jatuh cinta, lalu dengan gampangnya dia meninggalkan banyak luka, sudahlah aku tidak ingin menceritakannya terlalu lama di buku ini, namun namanya akan abadi, sebagai sosok yang mengantarkanku untuk menemui cinta sejati, Mas Fajar.

***

  

Jemari Aluna terus menari-nari di atas laptop miliknya, ia menulis beberapa makna dari segala situasi yang pernah dialaminya, kata demi kata ia rangkai menjadi kisah yang sempurna. Sudah puluhan novel tertera namanya yang tersebar di seluruh Gramedia. Siapa sangka kisah pilunya dengan Bayu menjadi awal mula ia menekuni dunia sastra, sampai kisahnya bertemu dengan pujaan hati.

Namanya muncul di beberapa media masa sebagai seorang penulis, menjadi dosen juga profesinya selain menjadi penulis. Sekarang tak ada lagi rasa luka, masa lalu memang tidak untuk diingat, namun apa salahnya jika ia mencatatnya menjadi buku akan menjadi kenangan abadi, pada dasarnya mengikhlaskan adalah titik terakhir mencintai seseorang.

Waktu berjalan semakin cepat, banyak kisah indah yang Aluna ukir bersama suaminya. Kisahnya juga ia tulis menjadi beberapa novel. Bahkan kabarnya salah satu kisah yang ia tulis akan diangkat menjadi film.

Terima kasih karena luka dan waktunya, terima kasih sudah mendewasakan, dan terima kasih telah menyumbangkan alur untukku rangkai menjadi kisah yang indah. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun