Mohon tunggu...
Yolanda Tania
Yolanda Tania Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya memiliki hobi menulis, baik itu karya fiksi maupun non fiksi. Beberapa karya saya telah dijadikan buku antologi, serta terdapat di blog.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Brobosan, Mas Aksa

27 Januari 2023   08:55 Diperbarui: 27 Januari 2023   09:03 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ke rumah sakit Nak, Ibu mu sudah ada di sini. Ayo kemari." Mendengar jawaban dari Bapak, aku mempunyai dua pemikiran, aku takut hal yang sama akan terulang lagi, mengenai kabar buruk Mas Aksa. Ataukah Mas Aksa sudah sembuh dari komanya?

Aku tidak membalas ajakan Bapak, langkahku tergesa-gesa saat menuruni anak tangga. Hanya piyama dan balutan cardigan yang aku kenakan. Sungguh aku sangat merindukan Mas Aksa. Aku ingin memeluknya, bercerita banyak hal, dan akan menceritakan semua soal ulangan yang menyebalkan. Aku tidak sabar untuk semua hal itu.

Sampai di rumah sakit, aku melihat Bapak, Ibu dan suami barunya sedang menunggu di luar ruangan. Aku masih mencoba berpikir positif bahwa Mas Aksa baik-baik saja. Setelah menunggu beberapa menit, dokter membuka knop pintu. Aku langsung berlari menghampiri dokter. "Bagaimana keadaan Mas Aksa, Dok? Baik-baik saja kan?" tanpa menunggu jawaban dari dokter, aku sudah mengetahui jawabannya, dokter menggelengkan kepala. Aku langsung berlari menuju kamar Mas Aksa.

Langkahku gontai saat melihat kain putih menutupi sekujur tubuhnya. Aku menghampirinya, lalu mencoba membuka kain putih itu. Wajahnya terlihatnya sangat pucat, lekungan bibirnya tergambar jelas, dia tersenyum. Apakah Mas Aksa bahagia dengan keputusannya ini? Apakah Mas Aksa sudah bertemu dengan seseorang yang mengajaknya ke surga? Atau Mas Aksa sudah terlalu lelah dengan kehidupan dunia yang munafik ini? 

Lalu, bagaimana denganku. Aku masih menginginkan Mas Aksa menemani hari-hari gelapku, aku ingin Mas Aksa yang menjadi sosok rembulan dikala malam ku, dan aku ingin Mas Aksa yang menjadi payung jika aku kehujanan. Tuhan, aku tidak mau kehilangan Mas Aksa, tolong kembalikan Mas Aksa ke hadapanku, buat dia tersenyum sediakala. 

Pandangan ku mulai gelap, kepalaku pening, kakiku terasa lemas. Entah berapa lama aku pingsan, tiba-tiba Bapak duduk di sampingku, mengajakku pulang untuk mengurus pemakaman Mas Aksa. Gelap sudah berganti terang, sinar matahari mulai menyusup jendela kamarku, di depan sana sudah banyak orang berkerumunan, terutama sahabat dekat Mas Aksa. Aku tidak berani keluar, atau bahkan hanya sekedar melihat jasad Mas Aksa yang terbujur kaku. 

Aku tidak sangguh, sungguh! Mataku sebam, bahkan terlihat sipit. Aku menangis semalaman, tidak peduli apa yang mereka katakan, bahwasanya aku harus mengikhlaskan Mas Aksa. Jam dinding sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, Ibu membuka knop pintu, 

"Nok ayu, ayo keluar. Mau ada brobosan." Aku bergegas mengenakan pakaian serba hitam, tradisi brobosan merupakan salah satu upacara tradisi kematian yang masih dilangsungkan masyarakat Jawa, brobosan alias berjalan di bawah keranda jenazah. Brobosan dilakukan setelah keranda jenazah dikeluarkan dari dalam rumah menuju halaman depan. 

Aku tidak akan melewatkan moment ini, sungguh seperti mimpi Mas Aksa pergi untuk selama-lamanya. Aku kehilangan sosok bulan yang selama ini menemani malam ku. Tradisi brobosan bermaksud untuk menghormati sosok yang telah meninggal, brobosan juga diyakini bisa menghadirkan berkah bagi yang melakukannya. Terlebih jika yang meninggal merupakan orang yang usianya panjang, maka yang melakukan brobosan diyakini akan mewarisi berkah usia panjangnya.

Usai pemakaman, aku tidak langsung pergi meninggalkan Mas Aksa sendirian. Aku benar-benar terpukul, serasa duniaku hancur. Ibu yang bahagia dengan keluarga barunya, Mas Aksa yang pergi tanpa pamit, dan sekarang aku hanya punya Bapak. Mungkin ini takdir kehidupan yang telah tertulis, aku hanya bisa menjalaninya dengan ikhlas. Tidak ada yang kekal di dunia ini, semuanya akan kembali lagi ke tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun