Mohon tunggu...
Yokie S
Yokie S Mohon Tunggu... Freelancer - Adalah seorang Pelacur Spiritual yang merangkap sebagai Penulis Gelap secara fungsional.

Situs alamat saya ini, sejak awal, sudah saya rancang dengan konstruksi tanpa pintu. Jadi Anda, bebas mau keluar, atau mau masuk, atau mau jungkirbalik sekalian. Entah kenapa Admin Kompasiana yang cantik itu mengizinkan saya meluncurkan tulisan-tulisan tidak beres saya di sini. Saya kira sudah cukuplah semua basa-basi penghantar ini ya? Saya bukan ahli silaturahmi soalnya.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Benarkah Fredrich Hegel Lebih Dulu Membunuh Tuhan sebelum Nietzsche?

29 November 2021   16:44 Diperbarui: 29 November 2021   17:03 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Benarkah Hegel di tahun 1870 telah membunuh Tuhan sebelum Nietzsche membunuhnya di tahun 1883?

Tentu saja itu tidak sesuai dengan cita-cita rasional dan bukan bagian dari sel Filsafat Barat dalam rangka membakar semua maqam Tuhan. Artinya apa? Artinya Hegel bukan membunuh Tuhan, tetapi sebaliknya.

Fredrich Hegel, dan sebut saja rekan setimnya Immanuel Kant, Thomas Aquinas, juga termasuk Ibn Rush dan Ghazali adalah sekompol barisan filsuf yang muncul ke muka bumi untuk membela perwujudan Ruh. Mengolah rasio dan mencampurnya menjadi permen pembelaan pendapat terhadap kaum skolastik setelah era Aristotelianisme. 

Diam-diam ingin membawa Tuhan ke dalam dunia materialistik dengan dalih bahwa itu juga adalah bagian dari realitas. Apakah Descartes juga termasuk? Bisa jadi. 

Sebab lewat konsep dualitas Descartes juga mengendap benih-benih metafisis yang membagi realitas menjadi dua bagian. Yang juga berpendapat bahwa materi dan metafisis adalah bagian dari realitas utuh.

Kemudian para pentolan-pentolan radikal di antara filsuf rasional menyerbu kembali singgasana imajinasi langit untuk merobek ketergantungan yang tidak pantas merebut martabat manusia terhadap Tuhan. Rasionalitas yang tidak boleh menyisakan sedikitpun tempat untuk Tuhan. 

Wakil-wakil eksistensialisme ini, secara bringas membantai Tuhan dari segala penjuru sampai mampus jungkirbalik. Kemunculan para bandit rasionalis ini, menghantarkan dampak perubahan eksistensialisme menuju dialektika pertarungan theistik dengan atheistik.

Serbuan radikal dalam rangka mencincang Tuhan sampai mati itulah, yang kemudian melahirkan kebebasan manusia. Jika manusia telah berhasil membunuh Tuhan, maka terbebaslah, maka berdirilah manusia itu dalam independensi dan semangat otonom yang berapi-api untuk mendeklarasikan diri terbebas dari penjara esensi yang bernama Tuhan.

Jadi apa pendapat saya?

Puncak dari itu semua, adalah telah berubahnya manusia menjadi homo deus, menjadi Tuhan. Jika Tuhan belum mati, maka selamat malam-lah untuk Anda. Selamat mengkungkung-kung di dalam penjara esensialisme yang terbentuk dari kolektivisme dan konstruksionalitas sistem bentukan manusia.

Tetapi, sebelum semua itu telah Anda dapat pahami, Anda masih perlu berjalan seorang diri di antara diamnya lembah sunyi dan tebing-tebing kematian yang dingin tanpa warna. Tempat itu adalah wilayah kematian segenap nilai. Lubang di mana Anda mengubur semua kematian masa lalu yang tersangkut di pergelangan kaki. 

Altar di mana seluruh esensi telah bersemayam di dalam kuburan. Maqam di mana Anda menceburkan diri di kedalaman Nihilisme, dengan kesunyian yang membuat bergedik tulang belakang. Kebebasan makna, adalah jalur lurus menuju kebebasan esensial-meta, untuk lepas dari belenggu pongah nilai dan bentukan moralitas palsu.

Dunia, adalah segala dari manifestasi asumsi, manuver-manuver esensi, puzzle-puzzle abstraksional moralitas, spekulasi tergesa-gesa dan berbelit-belit.

Sebuah kehendak manusia akan kebenaran dan kebutuhan membakukan suatu kadar esensial, untuk kemudian bisa dijadikan sebagai tolak ukur absolut yang mengatur satu tindakan moral. 

Manusia menciptakan sebuah tapal yang luas, tetapi tidak pernah akan melebihi satu garis cakrawala-pun. Hasil dari konstruksi itulah, yang menyebabkan kenapa saat ini Anda pandir menghakimi segala sesuatu. Seolah-olah itu, adalah harus menjadi baik, dan harus menjadi buruk secara mutlak. 

Akhirnya, lahir kata. Lewat kata, Anda mulai berakrobat dengan permainan salah dan benar. Tanpa Anda sendiri tahu, bahwa hasutan yang Anda lakukan itu hanya dibentuk oleh asumsi, spekulasi, atau hasil dari kolektivisme perorangan yang berubah menjadi suatu nilai tukar untuk Anda bisa ngarang-ngarang tentang moralitas atau bahkan tentang ketuhanan di depan orang-orang tolol, manusia akar rumput dan makhluk awam bersumbu pendek.

Memahami Nihilisme, tidak bisa dilakukan dengan tolak ukur teori buta, dengan melulu. Di sinilah letak yang menjadi sebab tidak sedikit orang-orang awam akan terjebak ketika hanya menafsirkan tanpa sudut pandang empiris dan kedalaman refleksional.

Mentang-mentang dalam pandangan Nihilisme itu adalah non-esensial tanpa nilai, hancurnya segala konstruksi esensi, lunturnya pondasi tradisional dan segala meta sudah bersemayam di dalam kuburan, lalu Anda hanya dengan modal wara-wiri di facebook, ngerumpi sana-sini, langsung salto dan alergi. Itu artinya Anda tolol! Sorry ya, saya terpaksa main hajar saja, karena saya sudah muak dengan bentuk kesimpulan analisis akar rumput yang Anda lakukan.

Dalil yang digunakan dalam sudut pandang Nihilisme memang adalah sebuah terminal tanpa makna. Lantas, dengan pandangan demikian, manusia akar rumput melahirkan stigma bahwa orang-orang Nihilis seolah-olah adalah bentuk manusia brutal, bar-bar, amoral, pembunuh dan lain-lain yang senada.

Menjadi seorang Nihilis, bukan berarti Anda menghalalkan penyembelihan pada leher Isteri dan anak-anak Anda. Dengan tidak adanya nilai moral, juga bukan berarti Anda langsung main bakar kesana-kemari. Dari arah yang berlawanan, jika dilihat secara kasat mata memang akan membuat bulu kuduk Anda menggigil :

"Wah, bahaya nih orang! Nihilisme! Pasti suka membunuh, menciptakan kekacauan, kriminil, psikopat dan kejam".

Seorang Nihilis, bukan sudah tidak mau perduli lagi dengan apa yang terjadi di Bumi. Menjadi seorang Nihilis, bukan berarti Anda juga memandang segala sesuatu dengan kosong melompong saja. Misalnya, ketika perut Anda sedang mulas, lalu mentang-mentang Anda seorang Nihilis, lantas Anda berak di celana. Dasar tolol!

Orang-orang yang memandang Nihilisme adalah sebuah konsep tentang hidup tidak bermakna itu adalah hasil dari analisis yang dilakukan manusia awam dengan cara serampangan dan ugal-ugalan. Hanya masuk di level dasar, tapi sudah langsung ngomel-ngomel kesana-kemari.

Hidupnya Nihilisme di dalam mercusuar kesadaran Anda, bukan berarti matinya integritas personal. Jika Anda lakukan penelitian melalui Google, maka pemahaman manusia akar rumput terlihat bertengger bebas di situs-situs, biasanya ditulis dalam bentuk PDF atau dalam bentuk disertasi yang dipublikasi. Semakin tidak nyambung lagi jika disertasi itu ternyata ditulis oleh seonggok manusia lulusan Universitas bermerk Agama.

"Lalu, jika sudah menghancurkan semuanya dengan martil Nihilis, apa dong yang tersisa? Apa dong yang bisa dijadikan sebagai tolak ukur dalam menabuh makna di dalam hidup? Bukannya semua yang bersifat esensial sudah dibabat habis tidak bersisa, Bung?"

Nah, kalau pertanyaan Anda begitu, artinya perangkat kesadaran Anda masih memerlukan sebuah tempat yang bernama sandaran, barometer atau sebuah penggaris untuk mengukur-ukur kadar kemutlakan esensi. Dalam pemahaman Anda, keluar dari Masjid maka harus masuk Gereja. Keluar dari Gereja, maka harus masuk Kuil. Itu artinya, Anda masih sakit jiwa.

Kalau saya inikan sudah capek dengan itu semua. Sudah bukan level saya lagi. Tidak punya waktu saya meladeni isyarat perdebatan sampah rendahan begitu. Apalagi melihat gelagat tawuran gelandangan maya facebook yang sok intelek kesana-kemari. Sudah muak saya.

Sudah ya, saya sudah muak berbicara dengan Anda.
.
Bung Plontos.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun