Saya mengakui adanya hukum timbal-balik, secara empiris. Sebut saja itu adalah sebab-akibat. Tetapi jenis timbal-balik yang saya maksud, bukan jenis timbal-balik yang datang dari sesosok makhluk aneh yang tinggal di atas langit.
Dalam pemahaman saya, ketika manusia telah melunasi kewajiban humanitasnya, maka manusia itu pantas mendapatkan kebahagiaan. Langsung dan nyata. Kalau saya menyebutnya, kebahagiaan moral. Sudah jelas bukan kebahagiaan yang altarnya berada surga.
Lagi-lagi, sepertinya tulisan ini tidak akan putus. Padahal saya sudah capek. Tapi mulut saya sepertinya masih ingin mengoceh jalan terus.
Jadi, jika Anda masih memakai spekulasi pertama, yaitu bahwa Tuhan ada, maka ketika Anda selesai melunasi sesembahan kewajiban Anda kepada Tuhan Anda itu, coba congkel-congkel sedikit, apakah Anda merasakan timbal-balik kebahagiaan moral?
Jika ya, artinya angan-angan Tuhan Anda itu memang cocok untuk Anda pakai.
Jika tidak, lebih baik Anda cekik saja Tuhan Anda itu sampai mampus dan buat Tuhan yang baru.
.
Bung Plontos.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H