Tiga tahun setelah operasi, 'teman' lama datang lagi. Nyeri haid, kram perut dan haid berat kembali jadi teman bulanan. Setelah periksa ke dokter, hasil USG menunjukkan kista dan miom tumbuh untuk kesekian kalinya. Mulai lagi dengan terapi hormon, kali ini aku lebih tenang karena sudah berulang kali mengalami.Â
Tiga bulan menjalani terapi tiba-tiba aku megalami pendarahan. Pada awalya aku tidak terlalu kuatir karena hanya flek-flek yang normal selama terapi hormon. Tetapi setelah 2 minggu pendarahan semakin banyak, aku merasa harus berkonsultasi ke dokter. Beliau mengatakan kalau kondisinya seperti ini lebih baik operasi angkat rahim. Ketika dokter bertanya kapan mau operasi, aku tidak siap menjawab saat itu.Â
Aku mengatakan akan memikirkan dulu. Aku menemui dokter lain untuk mendapat second opinion. Dokter kedua mengatakan hal yang sama, bahkan beliau mengatakan lebih cepat lebih baik. Kalau tidak operasi, beliau menjelaskan alternatif terapi, tetapi itu tidak menjamin kesembuhan dan di sisi lain aku sudah capek menahan sakit dan mengalami anemia hampir setiap bulan. Aku pulang dengan hati galau, kuatir dan takut, aku menangis di kamar kos.Â
Setelah menangis sepuasnya, ada perasaan lega, teringat sudah berapa dokter  kandungan yang aku datangi, berapa kali terapi hormon yang aku jalani, operasi laparoskopi beberapa tahun yang lalu, aku merasa lelah. Dalam waktu singkat aku memutuskan untuk operasi laparoskopi histerektomi total, artinya rahim dan serviks diangkat, dan kedua ovarium juga diambil dengan teknik laparoskopi.
Setelah itu semua seperti sudah diatur, persiapan operasi berjalan dengan lancar. Atasanku di kantor sangat perhatian, keempat kakakku juga mendukung apa pun yang menjadi keputusanku, teman-teman juga siap membantu. Aku merasa mendapat kekuatan yang luar biasa untuk mengambil keputusan yang besar ini, rasa takut dan kuatir yang sempat dirasakan kabur entah kemana.
Aku menjalani operasi histerektomi bulan Juni 2017 di Surabaya. Karena pernah menjalani operasi laparoskopi sebelumnya, dengan percaya diri aku merasa mampu menghadapinya kali ini. Puji Tuhan, operasi berjalan dengan baik, bahkan tidak perlu transfusi. Dua kantong darah yang sudah disiapkan tidak jadi dipakai. Satu hari setelah operasi aku sudah bisa duduk, turun dari tempat tidur dan berjalan pelan-pelan. Dua hari setelah operasi sudah diijinkan pulang dari rumah sakit.
Ternyata setelah itu yang terjadi tidak sama dengan operasi yang dulu. Sebelumnya, tidak ada organ tubuh yang diambil hanya kista dan miom. Sekarang rahim, serviks dan ovarium diambil, ternyata itu berpengaruh besar dalam tubuhku. Rasa lelah setelah beraktivitas ringan sangat terasa. Tubuh mulai mencari-cari hormon yang dulu diproduksi oleh ovarium, membawaku pada gejala menopause. Sebuah resiko yang aku sadari sebelum operasi.
Inilah hidup baru yang harus aku jalani. Di tulisan berikutnya aku akan berbagi cerita bagaimana masa pemulihan dan proses menopause dini. Tunggu kisah selanjutnya ya.....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H