"Mudah-mudahan warung bu Mukhol masih buka," bisik Raja pada dirinya sendiri. Dilihatnya warung  bu Mukhol yang masih terang dan ramai dengan bapak-bapak yang sedang ngopi.
"Malam, Bapak-bapak,"sapa Raja sambil memarkirkan motornya.
"Wah, pak Raja. Pengantin baru mau beli apa nih? Obat kuat, ya?" Goda Pak Sutris. Disambut tawa bapak-bapak yang lagi ngopi itu. Ada pak Edi yang kumisnya melintang. Pak Khalil yang istrinya kerja di luar kota hingga ia sering menghabiskan sore dan malam di warung bu Mukhol. Juga ada pak Adi yang istrinya baru melahirkan. Beberapa laki-laki lain tidak Raja kenal.Â
"Ya pak. Biar tahan lama," Raja tersenyum. Pak Sutris langsung tersedak. Pak Edi hanya geleng-geleng kepala.
"Mau cari apa, pak Raja?" Bu Mukhol tersenyum. Wanita ramah itu mengeluarkan kertas kecil dari lacinya.
"Obat kuat. Eh, tepung dan telur, Bu." Jawabku terbata-bata disambut tawa membahana bapak-bapak yang masih duduk. Beberapa bahkan  ada yang tersedak. Wajahku memanas.
"Sudah..sudah.." Bu Mukhol menengahi. "Pak Raja mau pesen apa lagi?"
"Itu saja, Bu Mukhol," kataku. Aku mengeluarkan dompet di saku celanaku. Membayar belanjaanku dan pulang ke rumah.
"Sampai nanti, pak bu." Aku pamit yang disambut dengan lambaian tangan dan ucapan selamat malam.
Sesampai di rumah Raja mendapati Syahranti menangis di ruang tamu.
"Ada apa?"Â