Demokrasi presidensil yang kita anut tak memberi kekuatan yang cukup besar kepada presiden untuk mengambil kebijakan secara penuh. Kalaupun presiden melakukan manuver kebijakan, sangat mungkin akan ditentang dan ditolak beramai-ramai oleh masyarakat sendiri.
Padahal, masyarakat Indonesia sendiri sangatlah beragam. Ada yang ngebet melakukan lockdown total, tapi ada juga hidupnya terancam saat terjadi lockdown.Â
Ada yang menuntut ketegasan pemerintah, tapi banyak juga yang menentang mobilisasi aparat dalam jumlah besar. Ada yang mendorong pelibatan TNI-Polri secara optimal, tapi langkah ini diprotes keras oleh para penentang darurat sipil. Begitulah Indonesia sejak dulu, terbangun dari keberagaman politik yang oleh para founding father dijembatani dengan Pancasila.
Selain keberagaman politik, unsusr sosial-budaya Indonesia juga sangat plural. Dalam ritual kematian saja misalnya, sangat banyak tradisi yang berbeda-beda.Â
Orang Islam terbiasa melakukan upacara pemandian, pengkafanan, sholat jenazah hingga pemakaman. Ada lagi budaya lokal yang menganggap kemuliaan orang meninggal ditandai oleh banyaknya pelayat.
Alhasil, kekuasaan Indonesia juga tak mengumpul penuh di tangan presiden. Secara politik, presiden harus berbagai dengan para kepala daerah, pemimpin partai, hingga kelompok masyarakat sipil.Â
Secara sosial-budaya, seorang pemimpin di Indonesia juga harus menghormati 1.331 kelompok suku di seluruh Indonesia. Maka, kebijakan yang tepat bagi seorang pemimpin di Indonesia, yaitu kebijakan yang mampu memperhatikan seluruh elemen masyarakat.
4. Melawan Pandemi dan Menyelamatkan Ke-Indonesia-an
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa demokrasi dan keberagaman adalah DNA Indonesia. Dalam situasi apapun, seorang pemimpin Indonesia haus mempertimbangkan dua azas itu.Â
Ketegasan bagi seorang pemimpin Indonesia, yaitu sikap yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan kelompok. Dalam penanganan Covid-19 ini misalnya, Jokowi tak mau latah mengikuti kebijakan Lockdown total seperti di Wuhan, karena corak sosial-politik Indonesia memanglah beda.
Sebaliknya, Jokowi memilih menrapkan PSBB, yang di dunia internasional dikenal sebagai Large Scale Social Restriction. Pendekatan ini sebenarnya lazim diterapkan oleh berbagai negara dalam menangani pandemi virus tanpa harus melakukan lockdown secara total. Dalam PSBB masyarakat masih bisa beraktivitas, tapi skala interaksi fisik antar orang dibatasi, salah satunya dengan melarang kerumunan.